Chereads / Om Rafael Milik Clarissa! / Chapter 2 - 2.Kekanakan

Chapter 2 - 2.Kekanakan

RAFA menatap bingung gadis yang tersenyum lebar ke arahnya, memperlihatkan deretan giginya yang rapi lengkap dengan lesung yang menghiasi pipi gembilnya.

"Om bakal jadi suami Lala suatu saat nanti! Dan ini bakal terjadi bukan sekedar lamaran-, eh ramalan maksudnya," ujar gadis itu mantap.

Tidak waras, satu kata yang hinggap di benak Rafa, kenapa adiknya bisa memiliki teman yang seperti ini.

Sedangkan Rayen menepuk jidatnya keras. Astaga gadis ini kapan warasnya sih. Bisa bisanya langsung mengecap Rafa sebagai calon suami di pertemuan pertama. Dan lagi apa tadi? Om katanya? Sekuat tenaga Rayen menahan semburan tawanya yang akan meledak, ketika melihat tatapan sang Kakak yang seperti ingin membunuhnya.

"La, please waras La! Kali ini aja," bisik Rayen pada Clarissa yang tak henti-hentinya menatap Rafa dengan binar matanya, seolah menemukan harta karun di tengah gurun.

"No! Lala gak gila, Om ini memang jodohnya Lala, Rayenn! Dia yang ada di mimpi Lala malam itu!" balas Clarissa keras.

Rayen memutar otaknya, mengingat kejadian beberapa hari lalu, di mana Clarissa berceloteh tentang dia yang bermimpi menikah dengan pangeran berkuda putih yang romantis, lalu bahagia hingga tua seperti yang ada di Negeri Dongeng.

Rayen mangut-mangut saja saat itu seolah mendengar kan padahal dirinya sibuk dengan stik PS nya. Agak sedikit menyesal tidak mendengarkan kisah selanjutnya, Kapan lagi kakaknya yang kaku bisa bersifat romantis kan.

Clarissa berjalan maju mendekati Rafa, membuat Rayen mengawasi pergerakan gadis itu dengan matanya, takut-takut dia berulah lagi.

Rafa terdiam, mencerna apa yang di bicarakan gadis tadi. Bukankah itu hanya mimpi, mimpi hanyalah bunga tidur, dasar gadis aneh. Lamunannya terhenti saat dia merasakan lengannya di genggam dengan erat.

"Om, di mana kuda putihnya? Om bawa kuda putih kan? Ayo tunjukin ke Lala, Lala gak sabar mau naik kuda putih bareng Om!" ujar Clarissa sambil menggoyang-goyangkan lengan kekar Rafa.

Rafa melongo, masih jaman kah di tahun ini menaiki kuda, dia memang bisa berkuda tapi Rafa tidak memilikiya. Yang dia miliki hanya kuda besi. Sekarang Rafa bertanya di mana kewarasan gadis ini.

Pantas saja saat di telfon Rayen memaksa untuk dirinya menjemput Rayen dan memindahkan sekolah Rayen di tempat nya, karna ada gadis gila yang selalu mengintilinya, Rafa kira Rayen hanya bercanda, namun melihat gadis di hadapannya membuatnya yakin kalau itu sungguhan.

"Helloo! Om kok diem aja sih? Lala tanya sekali lagi, mana kuda putih nyaa omm?! Seperti yang di mimpi Lala itu?" tanya Clarissa sedikit berteriak.

Rayen yang merasakan ada aura-aura gelap yang mulai menyelimuti mereka pun segera bertindak, lelaki itu menarik lengan Clarissa yang sudah memukul-mukul dada Rafa karna kesal pertanyaannya di acuh kan.

Lelaki itu membopong Clarissa dengan posisi kepala gadis itu ada di bawah, Rayen tak memperdulikan amukan Clarissa yang minta di turunkan, bahkan pukulan lengan mungil yang pedas itu tidak lebih seram dari wajah murka Kakaknya.

Rayen membawa Clarissa keluar dari rumahnya, meninggalkan Rafa yang menatap tajam gadis itu.

Rayen menengok kekanan dan kekiri memastikan tidak ada kendaraan yang lewat, kemudian berjalan ke arah rumah Clarissa.

"HUAA RAY! TURUNIN LALA! LALA PUSING. KEPALA LALA GAENAK LIAT PANTATNYA RAY! TURUNIN LALA, LALA MAU KETEMU JODOHNYA LALA!" teriakan heboh Clarissa membuat beberapa pasang mata menatap mereka aneh.

Rayen meringis malu, kemudian membuka gerbang rumah Clarissa dengan cepat. Astaga gadis ini suka sekali membuat nya malu entah di depan keluarganya maupun di depan orang tak di kenal.

"La diem!" desisnya tajam.

Namun Clarissa tetaplah Clarissa si gadis keras kepala, dengan tidak berperasaan gadis itu memukuli bokong Rayen yang dapat sedikit di jangkaunya karna dia tau kelemahan pria itu.

"Aw anjir!"

Reflek, Rayen membanting tubuh Clarissa ke kasurnya. Untunglah mereka sudah sampai di kamar, jika tidak Rayen tidak bisa menjamin Clarissa akan mendarat di tempat empuk.

Rayen mengelus bokongnya yang terasa pedih, karna pukulan Clarissa yang tidak main-main.

"Sakit La! Lo tau kan di situ ada luka?" tanya Rayen.

"Iya! Lala tau. Abisnya Ray ngeselin. Gak bisa liat Lala bahagia baru aja Lala temuin jodoh Lala, belum kenalan lebih lanjut tapi seenak paha Ray malah bawa Lala pulang! Ray ngeselin!" sungut gadis itu menekuk wajah cantiknya.

"Biarin aja lukanya Ray gak sembuh-sembuh. Kalau bisa nambah parah! Siapa suruh ganggu kebahagiaan Lala," lanjutnya.

Rayen mengelus dadanya sabar, "La, lo gak inget siapa yang buat pantat gue memar gini?!" tanya Rayen tidak santai.

Diam-diam Clarissa merutuki sifat pelupanya, dia lupa kalau dirinya lah yang menyebabkan memarnya bokong Rayen. Saat mereka sedang jogging dengan iseng Clarissa mengagetkan Rayen dengan suara emasnya,saat pria itu tengah meneguk sebotol air.

Karna Rayen mudah kaget dengan reflek pria itu mundur dan tanpa sengaja menginjak kulit pisang yang entah kenapa bisa ada di sana. Lalu dengan tidak elitnya bokongnya menyentuh batu-batu kecil yang sialnya cukup tajam.

"Kan Lala gak sengaja," jawab Clarissa dengan ketus. Mempertahankan egonya,begitulah Clarissa egois dan keras kepala.

Rayen menghela nafas, jika menghadapi gadis ini tidak boleh emosi, jika api dilawan dengan api yang ada apinya malah semakin besar, jika api itu ingin padam maka lawan dengan air. Begitu fikir Rayen.

"La?"

"Hm"

Rayen berjalan mendekati Clarissa yang berdiri di tepi balkon kamarnya. "Mau gua kasih tau suatu hal tentang kak Rafa?" tanya Rayen halus agar Clarissa mau mendengar kannya.

Terbukti, gadis itu langsung membalikan badan dengan wajah yang sudah berubah cerah.

"Mau!" jawabnya semangat. Segampang itu kah membalikan mood seorang Clarissa?

Terkekeh kecil, Rayen kemudian mengelus pelan kepala tetangga yang merangkap sebagai sahabatnya ini.

"Gini, Kak Rafa itu keras La, dia gak suka di sentuh sembarangan dan lagi dia juga punya penyakit Mysho Phob-."

"Lala gak perduli, mau dia punya penyakit mis kopi kek, gagal ginjal kek Lala akan terima dia apa adanya kok," jawab gadis itu cepat, sebelum Rayen menyelesaikan semua perkataannya.

Rayen memutar bola matanya, Clarissa dengan seenak dengkulnya mengganti istilah medis dengan melenceng jauh.

"Gua belum selesai La, astaga!"

Clarissa menyengir tak bedosa. "Ya, Maaf lanjut lagi Ray!"

"Penyakit atau kelainan itu bikin Kak Rafa menomor satu kan kebersihan dia gak suka di sentuh sama sembarang orang kecuali orang-orang tertentu, sebenernya ini rahasia cuman lo harus tau melihat lo yang keliatan terobsesi banget sama kakak gua," decakan kecil keluar dari bibir Rayen.

Dia tidak tau harus mulai dari mana. Ini rahasia keluarganya, tapi melihat Clarissa yang sangat ingin mendekati Kakaknya harus membuatnya membongkar ini, agar Clarissa tidak bertindak semakin jauh.

"Jadi, emm-- gak jadi deh La," Rayen teringat kenangan buruk dulu, dia tidak mungkin melakukan ini. Mungkin membongkar kelainan kakaknya saja sudah cukup.

"Yaahhh, kok gak jadi sih Ray?" tanya gadis itu lesu.

"Gue gak berhak La," jawab Rayen dengan senyuman yang di buat semanis mungkin.

Mengenal Rafael dari kecil membuat nya tak tega jika harus mengatakannya hal itu pada Clarissa. Karna Rafael pasti tak suka.

"Hm terserah Ray aja!" jawab gadis itu sinis kembali.

Rayen mendengus kesal. "Yaudah serah gua mau balik!" Rayen melangkahkan kakinya menjauhi kamar bernuansa kuning dan serba minions milik Clarissa.

Tidak seperti gadis kebanyakan yang menyukai pink, Clarissa lebih menyukai warna kuning yang melambangkan keceriaan, dia tidak suka kesedihan. Apapun alasannya Clarissa harus tetap bahagia. Itulah motonya.

"ES-KRIM 3 RASA GOCENGAN ENAK-E MUANTEPP EUYY!"

Teriakan dari tukang es-krim yang setiap sore rajin mengelilingi komplek Clarissa terdengar.

Dengan cepat Clarissa menatap ke bawah dari balkonnya. Terlihat bapak-bapak sedang mangkal sambil mengipasi dirinya dengan topi.

"Rayennn!" teriak Clarissa memanggil Rayen yang saat ini sudah hampir menyentuh knop pintu kamarnya.

Pria itu berbalik, menatap horor Clarissa. Jika sudah memanggilnya dengan nama itu pasti akan ada sesuatu yang terjadi. Yang jelas sesuatu itu menguntungkan untuk Clarissa dan merugikan untuk dirinya sendiri.

"Lala mau Es-krim 3 rasa Pak Mamat," ujar gadis itu mengedip-ngedipkan matanya lucu.

"Lo kelilipan La?"

"Ihh Ray mah! Sebel deh masa gak ngerti kode sih! Malah itu bukan kode lagi! Dasar Rayen playboy cap kaleng. Katanya playboy masa gitu aja gak ngerti!" cerocos Clarissa

"Hufhh... Yaudah ayok," dengan lesu Rayen menggandeng lengan Clarissa menuruni anak tangga.

Rayen tidak bisa menolak keinginan Clarissa entahlah dirinya pun tidak tau mengapa, selama beberapa tahun berpisah, Rayen merasa ingin selalu menjaga dan membuat bahagia sahabat kecil nya itu.

"Pak, Es krimnya 2 ya," ujar Rayen saat sudah berada di hadapan Pak Mamat.

"Maksud Ray 4 pak," sahut gadis di samping Rayen.

Rayen melongo, gadis ini lapar atau doyan sebenarnya. "La ntar gendut lo makan es segitu banyak," kata Rayen, pasalnya dia memesan 2 es tadi untuk di berikan pada Clarissa karna Rayen alergi susu.

"Gak papa kok, mau gendut pun Lala tetap cantik. Iyakan Pak Mamat?" pertanyaan Clarisaa di jawab anggukan dengan cepat oleh Pak Mamat.

"Iya atuh, Neng Lala teh mau gimana juga tetep cantik hehe," ujar Pak Mamat sambil menyiapkan es-krim yang Clarissa pesan.

"Tuhkan."

"Yaudah La, iya serah lo aja."

Tak lama kemudian, Pak Mamat memberikan 4 cup es-krim berbagai rasa ke Clarissa, yang di terima dengan riang olehnya.

Rayen mengeluarkan uang selembaran berwarna biru, lalu di berikannya pada pak Mamat. "Nih pak."

"Eh, gausah. Yang kemarin juga masih sisa kok kembaliannya," Pak Mamat mendorong uang yang di sodorkan Rayen.

"Gak papa Pak, lagian Pak Mamat tau sendiri cewek itu," Rayen mengarahkan matanya pada Clarissa yang sudah duduk anteng di trotoar, Ya di trotoar jalan. Benar benar tidak tahu tempat.

"Gak pernah kenyang sama yang namanya es-krim buat jaga-jaga takutnya dia lupa bawa duit kayak biasanya pas lagi pengen es-krim."

Rayen terkekeh kecil saat melihat Clarissa yang memakan es-krim nya dengan lahap tanpa rasa malu, membuat bibirnya belepotan.

Rayen menyodorkan kembali uang itu yang akhirnya di terima oleh Pak Mamat. Ini adalah kebiasaan yang mereka lakukan setiap sore, memakan es-krim, walaupun hanya Clarissa yang memakannya.

Tapi Rayen sudah merasa kenyang hanya dengan melihat gadis itu makan. Dan jangan tanya siapa yang membayar, Rayen lah yang menjadi bank untuk gadis itu. Bukannya mata duitan, namun sifat pelupa Clarissa yang sering kumat dan lupa membawa uang menyebabkan Rayen mau tak mau merelakan uang jajannya untuk gadis itu. Dan lagi untuk apa punya sahabat kaya jika tidak di manfaatkan.

"Pelan kenapa si La makannya gak ada yang bakal ambil," kata lelaki itu yang tak di hiraukan sama sekali oleh Clarissa, dia sibuk dengan berbagai es-krim di tangannya.

Rayen berjongkok menyamakan tubuhnya dengan gadis itu. "Panas La, makan di dalem rumah lo aja ya, gua mau bantu Kak Rafa beresin barang-barangnya."

"Iya."

Clarissa langsung berdiri, kemudian berlari menyebrangi jalan dengan tidak hati-hati membuat Rayen hampir berteriak. Di ujung sana ada motor yang melaju ke arah Clarissa untungnya motor itu tidak sempat menabrak gadis ceroboh itu.

Rayen menghembuskan nafas lelah, kemudian memasuki rumahnya yang berada tepat di depan rumah Clarissa.

Tak mereka sadari sedari tadi ada sorot mata tajam yang memperhatikan keduanya, ah lebih tepatnya ke arah Clarissa. Tanpa di duga senyuman terbit begitu saja di wajah tampan nya.

Rafa memegangi pergelangan tangannya yang sempat di pegang Clarissa. Ada yang aneh, dia tak merasakan jijik berlebihan seperti biasanya. Hanya ada sedikit rasa kesal.

Rafa beralih memijit dahinya, mungkin efek perjalanan yang jauh dan panjang membuatnya sedikit melupakan rasa jijik yang menyiksa itu.