"ASTAGA CLARISSA?! KAK LICIA NGIDAM APA SI WAKTU HAMIL LO HAH?!!" Teriak Ardhan pada seorang gadis yang sedang duduk di atas meja makan padahal di sana jelas jelas ada kursi.
Clarissa hanya melirik Ardhan malas. Kakinya di naikan satu ke atas meja sembari mengupas mangga yang di ambilnya dari halaman depan.
"Gakusah marah marah Kek nanti cepat tua. Kasian Lala sama Kakek nikah belum muka udah keriput." sautnya santai sambil mengunyah mangga yang manisnya tak karuan. Tak kalah dengan wajah nya yang manis seperti gula. Pede gilak!
Wajah Ardhan semakin memerah seakan keluar tanduk dari kepalanya. "Turun sekarang Clarissa Fradella!" ucap Ardhan berusaha sabar. Kakek muda itu menarik nafas dalam.
"Ck iya iya! Gini nih malesnya Lala kalo ada kakek gak bebas di rumah sendiri." dumalnya sembari melompat turun.
Pria yang masih memakai setelan kantor itu berjalan mendekati Clarissa. "Lo itu cewek Cla! Masa gak ada feminim feminim nya sih?! Kursi itu di sediain buat duduk dan meja buat naro barang. Lo di sekolahin 11 tahun gak pinter pinter ya?!" ultimatumnya. Membuat Clarissa memutar bola matanya. Dasar kakek kakek cerewet!
"Ini lagi baju macam apa coba? Lo kalau gak ada uang buat beli baju bilang sama gue. Baju belum jadi gitu di pake."
Clarissa melihat bajunya sendiri. "Kakek tuh mentang mentang udah kakek kakek jadi ketinggalan jaman ya. Ini tuh model Kek model!" sautnya tak terima.
"Model apaan. Udel di pamerin kayak gitu ha?! Baju lo kehabisan bahan? Ganti cepet udah itu kita makan malem!" Ardhan memandang tajam Clarissa yang sialnya di titipkan padanya.
"Ah males! Lala udah laper."
"Ganti dulu baju lo. Aurat itu di jaga bukan di umbar cucuku sayang, gue aja sebagai laki laki malu liat pakaian lo." geram Ardhan. Clarissa memang keras kepala tapi Ardhan jauh lebih keras di banding Clarissa.
Clarissa mencebikan bibirnya. Dasar Ardhan kuno! Padahal ini pakaiannya sehari-hari. Hanya kaus tidak berlengan berwarna kuning yang panjangnya tidak sampai menutupi pusarnya dan celana putih pendek. Dia cukup nyaman menggunakan nya. Lalu apa masalahnya?
"Kek sekarang itu panas, masa iya Lala mau pake daster sih?!"
"Nah ide bagus. Mending lo make daster aja dari pada kayak gitu bikin mata gue belekan aja."
Clarissa membuka sedikit mulutnya. "Ardhan nyebelin!" teriaknya sambil menghentakan kakinya kesal.
"Berani lo ya ngomong gak sopan gitu?!"
"Berani lah! Ardhan jelek! Ardhan jomblo! Ardhan gak laku! Mangkanya jangan galak galak gak ada cewek yang mau kan jadinya." ujad Clarissa sambil memeletkan lidahnya.
"Cla, ganti baju lo atau gak gua kasih makan malam." ujar Ardhan dengan raut wajah yang berubah datar.
"Ih enak aja! Lala udah nungguin Kakek dari siang nunggu makanan tau."
"Mangkanya ganti baju lo!"
Clarissa menggertakan gigi nya. Masalah pakaian saja Ardhan mengatur-ngaturnya dia sungguh tidak suka di atur. Tapi mau bagaimana lagi. Dia tidak mau Ardhan marah. Sudah di bilang bukan jika kakeknya marah itu lebih seram dari apapun.
"Tapi panas kek!" Carissa merengek. Biasanya Ardhan akan luluh jika dia merengek seperti ini.
"Gunanya Ac buat buat apa Clarissa?!"
"Tapi takut masuk angin!" kata Clarissa masih ngotot.
"Udah gak usah banyak alasan, biasanya juga gak bisa tidur kalo gak pake Ac."
Clarissa diam tak menjawab sudah lah tak ada gunanya berdebat dengan Ardhan dia pasti selalu kalah. Clarissa membalikan badannya berjalan ke arah tangga.
"Bagus! Nurut gitu sama gue." ucap Ardhan. Sedetik setelahnya matanya membulat sempurna, Clarissa memutar langkahnya ke arah pintu keluar lalu berlari secepat kilat.
"MAU KE MANA LO CUCU LAKNAT?!!"
"Kemana aja asal gak ketemu Kakek laknat!" saut Clarissa berani lalu berlari secepat kilat keluar rumah.
****
Clarissa mengetuk pintu di depannya dengan tak sabaran. Takut Ardhan akan mengejar nya, dia tidak kuat berada dekat dengan Ardhan yang suka mengatur itu.
"Aduh ini lama amat si bukanya." ucapnya tak sabaran.
Tok! Tok! Tok!
Ketuknya kali ini lebih keras bahkan bisa di bilang gedoran bukan ketukan lagi. Clarissa melirik ke belakang untungnya dia belum melihat batang hidung Ardhan. Tangannya terangkat mengetuk lagi, tapi kali ini rasa pintunya tidak sekeras tadi. Malah rasanya empuk.
"Astaga!" Clarissa mengelus dadanya saat mendapati Rafael berdiri dengan wajah datarnya, namun masih terlihat tampan. Clarissa sampai tak berkedip melihatnya. Rafa terlihat berkali lipat lebih tampan dengan baju santai dan rambut acak acakannya.
Dadanya terlihat bidang, dan ototnya juga tercetak dari balik kaus putih polosnya. Pasti sangat nyaman bila di peluk, Ah ingin rasanya Clarissa menubrukan badannya pada Rafa saat ini juga.
"Udah ngeliatinnya?" ucap Rafa menyadarkan Clarissa dari lamunannya yang sudah mulai kemana mana.
"Belum---, Eh udah u-dah." ujarnya gugup.
"Mau ngapain?"
Clarissa jadi gelagapan sendiri. Jika Rayen yang membuka pintunya pasti Clarissa akan masuk begitu saja. Tapi lain kali ini, raut datar Rafa membuat Clarissa sedikit mengingat kata 'malu' yang sudah jarang di ingatnya.
"Ma-mau ketemu calon suami." ucap Clarissa tanpa sadar, dia langsung menutup mulutnya sendiri. "Mau ketemu kamu, eh mau ketemu Ray maksudnya." sanggahnya cepat.
"Rayen gak ada."
Terjadi keheningan beberapa saat setelahnya mereka berdua hanya berdiri di ambang pintu. Clarissa menggaruk tengguknya. Kok Lala gak di suruh masuk sih?! Batinnya berteriak.
Clarissa hendak membuka mulutnya, namun teriakan dari kembaran macan di belakang nya menggagalkannya.
"CLARISSA FRADELLA?!"
Clarissa buru buru bersembunyi di balik tubuh tegap Rafa. Rafa sedikit tersentak saat Clarissa memegang erat kedua sisi kaus yang di kenakan nya.
"IKUT GUE PULANG CLA! DI SURUH GANTI BAJU MALAH KABUR!"
Mata tajam Rafa otomatis melirik kebelakang melihat baju yang di kenakan Clarissa. Tidak terlalu terbuka menurut nya, di USA tempatnya dulu itu masih termasuk sopan. Tapi untuk ukuran gadis kecil seperti Clarissa rasanya sedikit tidak pantas.
Ardhan berusaha menarik Clarissa di belakang Rafa namun gadis itu menghindar dengan memutar mutar tubuh Rafa.
"Lala gak mau Kek! Jangan maksa deh! Lala maunya di sini aja sama Pangerannya Lala!" ujar Clarissa sifat tidak mau malunya muncul kembali.
"Pangeran pangeran bibir lo jontor! Balik sekarang! Gak malu make baju belum selesai di jait gini."
"Ini model Kek Astaga!"
"Desainer mana yang bikin baju kayak gini hah? Kurang modal dia bikin baju segede sempak gini!" Ardhan masih berusaha meraih lengan Clarissa. Clarissa berpegangan semakin erat pada Rafa bahkan dia melingkarkan tangannya di perut pria itu saat Ardhan berhasil meraih lengannya.
"Gamau Kek! Gamau pulang! Kakek jahat! Lala aduin Mama sama Papa nanti! Lepasin lepasin! Lala maunya sama Pangerannya Lala ish!" Clarisaa memberontak namun apalah daya tenaaga Ardhan lebih besar di banding tenaganya.
"Gini nih keracunan pisang hidup! Pangeran itu cuma ada di dongeng lo tau?! Perlu gue bakar semua DVD Disney lo hah?!"
"Aaa jangan Kek!"
Clarisaa menarik lengan Rafa yang hanya memperhatikan perdebatan mereka berdua. "Tolongin Lala Om! Lala gak mau pulang! Kakek Ardhan ini kejam Om!" rengeknya.
Ardhan memutar matanya. "Cla, gue cuman nyuruh lo ganti baju kejam di mananya coba?" Ardhan menarik Clarissa dan Hap! Berhasil sekaranf gadus itu berada dalam pelukannya. "Kecuali gue bakar semua barang koleksi pisang alien lo!"
"Itu Minions kek! Astaga dosa apa sih Lala punya Kakek norak kayak gini!"
Ardhan tak memperdulikan perkataan Clarissa dia menarik Clarissa keluar dari rumah besar ini menuju rumah di sebrangnya. Sebelum itu dia sempat mengucap kan Maaf pada Rafa karna tingkah Clarisaa.
Rafa menatap kepergian keduanya dengan perasaan yang tak karuan. Dia menatap tangannya sendiri yang tadi sempat di pegang Clarissa. Tidak ada rasa jijik ataupun tidak suka yang biasanya dia rasakan.
Biasanya Rafa akan marah jika seseorang menyentuh nya tanpa izin kecuali keluarganya. Tapi kali ini tidak, malah rasanya Rafa suka sentuhan itu.
"Gak gak, gue lagi banyak fikiran mangkanya kayak gini." Rafa menggelengkan kepalanya lalu melenggang masuk ke rumahnya yang kebetulan sepi. Mama dan Papanya sedang Honeymon dan Rayen entah pergi ke mana.