🕊Jangan sombong buka hati nanti jadi suka repot karena gede gengsinya🕊
"Allura! Keruangan saya!"
Perempuan bergamis berwarna biru muda bercorak bunga berwarna hitam dengan hijab menutupi dadanya berwarna hitam seketika membulatkan matanya terkejut seraya mencebikkan mulut tidak tipisnya yang hanya terpoles liptint berwarna orange natural senada dengan warna asli bibirnya.
Dadanya naik turun, keningnya berkerut dan seketika banyak pasang mata yang melirik ke arahnya dengan penuh tanda tanya. Begitupun seseorang yang berada di sampingnya yang merupakan teman terdekatnya, bernama Yasmine.Â
Dasar dosen otoriter.
Pelajaran mekanisme persalinan pun berakhir di ikuti laki laki berbadan tinggi dengan wajah datarnya keluar dari ruangan kotak berwarna putih lumayan besar hingga selang beberapa detik kemudian punggung itu menghilang sorakan teriakan makhluk yang hampir memenuhi ruangan seketika memekik heboh membuat jantung Allura berpacu lebih cepat, tepatnya tersentak kaget.Â
"Yas, gue ke nemuin Pak Saska ya." Yasmine mengangguk seraya membenahi barang barang yang berserakan di meja, "mau gue temenin?"
"Nggak usah, lo tepcupin tempat di matkul agama aja." Yasmine mengangguk lalu mengatakan siap berbarengan dengan ucapan salam perempuan yang sedang terburu buru menemui seseorang yang ingin sekali ia temui hari ini.
Saat di pertengahan jalan ia menepuk jidatnya pelan karena merasa ia lupa menanyakan keberadangan ruangan dosen otiriternya itu. Seketika perempuan itu merutuki dirinya sendiri, Astagfirullah Aura, kenapa bisa lupa.Â
Selama dengan langkah ia berjalan seraya berpikir dimana tepat ruangan Saskara yang notebene-Nya adalah dosen baru di universitas yang sedang ia geluti untuk menimba ilmu. Ruang Dosen. Melihat itu perempuan itu berpikir untuk apa salahnya menanyai perihal ruangan dosen otiriternya daripada terlalu lama berpikir. Bisa-bisa kena hukuman lagi kan.Â
Dengan perlahan lahan membuka knop pintu berwarna hitam tanpa kaca ia gerakkan tangan kecil putihnya untuk mendorong kotak tersebut hingga menimbulkan bunyi decitan membuat banyak pasang daun telinga bergerak dan menoleh.Â
Allura tersenyum kikuk ketika banyak pasang mata menoleh memperhatikannya, maklum perempuan itu baru semester satu dan belum terlalu kenal dengan semua sang dosen karena Allura type yang cuek dan ektrovert. Jangankan dosen, teman seangakatan, bangunan tempat berkuliah saja tidak hafal.Â
"Permisi, ruangan Pak Saska dimana ya?"
"Sebelah ruangan kepala sekolah. Terpisah bangunan tapi ya." Ucap salah satu penghuni di dalam ruangan.Â
Allura mengangguk, "baik, terimakasih. Maaf ganggu. Assalamualaikum." Perempuan paruh baya itu tersenyum, "Waalaikumsalam."
🕊🕊🕊🕊🕊🕊🕊🕊🕊🕊🕊🕊🕊🕊🕊🕊🕊🕊
Ruangan VIP. Allura membaca pintu kotak cukup minimalis yang ada di hadapannya seraya menerka nerka apakah ruangan yang di maksud perempuan paruh baya tadi adalah ruangan ini.Â
Ini bukan ya? Kan samping ruangan kepala sekolah. Bismillah aja deh.Â
Dengan hembusan napas pelan tangan berlapis handschock itu membuka knop pintu bergagang gold, pintu kotak terbuka tanpa menimbulkan decitan hingga sang mata berwarna coklat terang tercekat sebentar dengan penampakan yang ada di hadapannya.
Sosok dosen otoriter yang tengah sibuk berkutat dengan komputer dan beberapa berkas, Allura menelan salivanya sulit. Menurutnya, Saskara jika sedang serius dengan kacamata bertengger di hidung mancungnya dan earphone seperti biasa terpasang tampan di daun telinganya cukup menarik kedua matanya hingga tanpa sadar itu sudah menimbulkan zina mata.Â
Astagfirullah.
Allura tersadar lalu langsung terkesiap mendekat ke arah sosok di balik meja hitam yang mungkin sedang sangat sibuk hingga tidak mengetahui kehadirannya. Langkah kecilnya menuju ke samping meja hitam tanpa menutup pintu karena jika di tutup itu sama saja dia berdua dengan mahramnya yang jelas jelas akan menimbulkan setan dan fitnah.
"Assalamualaikum, Pak, permisi."
Allura sengaja berucap lumayan besar hingga mendekatkan tubuhnya di samping tubuh besar kokoh laki laki itu, tubuhnya langsung menegang ketika wajah tampannya menoleh ke arahnya dengan tatapan datar seperti biasanya.Â
"Pak, maaf ada apa bapak panggil saya. Tugas saya kemaren sudah di kumpulkan sebelum ada tamu ke rumah saya."
Sengaja Allura menjawab dengan menyindir sosok laki laki di hadapannya agar mengetahui bahwa dirinya tidak semales itu, baginya perempuan itu sudah di cap buruk saat pertemuan pertama karena terlambat jadi ia tidak ingin pertemuan keduanya secara personal ini berkaitan dengan tugas dari hukuman sang dosen untuk mengerjai makalah yang ia kebut sebelum datangnya sosok lali laki di hadapannya dan keluarganya tadi malam.
"Pulang sama saya."
Allura menggerakan bibirnya membentuk kata "ha" hingga membuat keningnya bergelombang, alis tidak tebalnya hampir menyatu dan hidung kecil mancungnya meruncing. Apansih maksudnya.Â
Tak lama kata aneh bin bingung yang terlontar dari bibir tipis laki laki di hadapannya tangannya segera mengambil ponsel di dalak genggaman tangannya yang berdering. Matanya menyipit ada apa hubungannya dengan panggilan sosok yang tertera di layar benda pipihnya bertepatan dengan kata aneh yang keluar dari sang dosen otoriternya.Â
"Saya izin jawab telpon dulu." Saskara menoleh menatap tajam perempuan yang tengah menunjukkan layar ponselnya kepadanya, "disini aja."
Huh.Â
Jari lentiknya menari di layar ponsel benda pipih berwarna hitamnya lalu memencet tombol berwarna hijau seraya mendekatkan ke arah telinga yang tertutup hijab hitamnya.Â
"Assalamualaikum, Umma."
"Waalaikumsalam, sayang."
Tatapannya sebentar melirik ke arah Saskara yang tidak perduli karena terbukti justru laki laki itu melanjutkan pekerjaannya dengan beberapa kertas dan komputernya.
"Ada apa Umma?"
"Pulang sama nak Saskara ya untuk mencoba gaun pengantin dan cincin nikah kalian sebelum di bawa ke Batam, tapi tenang aja. Umma sudah suruh Aira untuk ikut dengan kalian."
Allura menghela napasnya pelan, pasrah lebih tepatnya.
"Baik Umma, insya allah."
"Yaudah. Umma mau lanjut sebar undangan ya sayang. Assalamualaikum, putri manis Umma."
"Waalaikumsalam bidadari manis Aura."
Setelah bunyi sambungan terputus dari arah seberang membuat sang empu pemilik ponsel hanya bisa menghela napas seraya mengusap dadanya untuk bersabar atas apa yang terjadi.Â
Manik matanya lalu menatap tajam sosok laki laki dengan tampang tidak berdosanya, membuat darahnya mendidih kembali. Tangan kecilnya lalu mengambil dua buah eaephone yang terpasang cantik di telinga Saskara penuh hati hati dan cepat takut jika laki laki tersebut kaget dan akan menyentuhnya.Â
"Bapak kenapa mau menerima perjodohan ini?" Ucapnya to the point setelah dua pasang earphone telepas.
Saskara? Menatap tajam ke arah Allura yang menampilkan wajah tidak suka kepadanya seraya melirik kedua tangan mungil dan kecil perempuan di hadapannya tempat kedua earphonenya berada.Â
"Istikharah."
Allura sungguh sangat terkejut dengan jawaban sangat simple yang keluar dari mulut dosen otoriter di hadapannya.Â
"Bapak berarti sudah tau bahwa kita akan di jodohin?"
Saskara mengangguk, "berarti bapak tau orang itu saya dan juga adik dari Almarhumah Mas Er?"
"Saya baru tau saat beberapa jam kerumah kamu."
"Bohong. Buat apa bapak istikharah kalau bapak sudah tau mengenai semuanya."
Allura sedikit meninggikan suaranya deket di telinga laki laki yang berada di sampingnya karena ia tidak ingin ada seseorang yang berlalu lalang di depan ruangan ini mendengar tentang perbincangan mereka seraya menundukkan kepalanya agar matanya tidak berzina.Â
"Istikharah untuk menerima wasiat atau perjodohan."
Allura terdiam mencerna perkataan singkat padat tidak jelasnya sosok laki laki yang tidak jauh keberadaannya dari tempatnya, menurutnya ini adalah hal yang unik entah masuk akal atau tidak bahwa nyatanya sosok di hadapannya tidak mengetahui sosok adik dari Almarhum Mas Er dan siapa yang akan di jodohkan dengannya hingga laki laki itu memilih istikharah.
Namun, perempuan itu memilih untuk lebih baik mempercayai nya dan tidak ingin suudzon karena tidak baik, Astagfirullah. Allura terpekik dalam hati ketika melihat arloji di tangannya menunjukkan 20 menit lagi lintas minat jurusan keagamaan akan di mulai.
"Lebih baik pergi."
Kayaknya nih orang cenanyang, ets nggak bisa gitu. Kalau Aura nggak nanya sekarang kapan dong? Keburu halal kan.Â
"Kenapa? Bapak nggak mau? Batalin aja kalau gitu."
"Ini tempat kuliah."
"Oh bapak lupa ya, bapak juga panggil saya bukan karena menyangkut hal tentang kuliah tapi tentang masalah lain."
"Saya dosen."
"Dasar dosen otoriter!"
🌹Maaf typo, selamat membaca, Salam Nay 🌹