🕊Apakah bisa membuka menerima tamu ketika sudah penuh isi rumah? Itu yang tengah aku rasakan🕊
"Umma! Assalamualaikum, Allura cantik anak Umma yang cantik datang."
Seorang perempuan bercadar dengan pakaian serba coklat susu sedang berkutat dengan makanan yang sedang di buatnya di dapur, "Waalaikumsallam, sayang."
Allura langsung menghampiri perempuan cantik walalupun tertutup cadar namun tidak membuat kecantikan Ummanya luntur bahkan Allura senang karena Ummanya merupakan sosok bidadari hidupnya lalu memeluknya menghirup aroma bunga mawar yang sangat di sukai Leena, Ummanya.
"Sayang, ganti baju dulu. Nanti malam ada temen Umma mau kerumah."
"Jam berapa Umma?"
"Jam 8 sayang."
Allura terlonjak kaget langsung melirik arloji yang ada di tangannya menunjukkan pukul 15.00 tandanya hanya tersisa 5 jam untuk menyelesaikan tugas yang di berikan dosen killernya yang sangat otoriter itu, melihat raut wajah anaknya berubah menjadi diam membuat Leena bertanya tanya tentang apa yang sudah terjadi dengan anak sulungnya.
"Ada apa Aura sayang."
Leena mengajak sang putri yang sering ia panggil dengan sebutan Aura duduk di sofa setelah menaruh masakan yang sudah di masak untuk cemilan anak-anaknya jika lapar, Allura yang kerap di panggil Aura oleh menuruti masih memeluk lengan kecil Leena seraya terus menciumi pipi Leena yang tertutup cadar yang hendak di lepas.
Allura yakin Leena tadi habis menerima tamu makanya memakai cadarnya, karena perempuan itu sudah mengetahui tabiat Leena yang hanya melepas cadar jika di rumah sedangkan jikaa ada tamu Leena akan memakainya dan bahkan lupa karena terlalu nyaman.
"Aura kesel Umma, tadi di kampus kan biasanya yang ngajar Dokter Gamma tapi tadi tuh Dosen baru udah killer, otoriter terus wajahnya datar lagi hatinya juga dingin banget. Kan biasanya kalau sama Dokter Gamma itu kalau jam masuk di kasih waktu 15 menit gitu tapi tadi Aura cuman telat 2 menit di suruh keluar Umm."
"Terus, apa yang Aura katakan dan lakukan ketika seperti itu situasinya sayang?"
"Aura marah, Aura bantah apa yang di katakan Dosen baru itu. Pas tiba di kantin, Aura keinget omongan Umma."
"Alhamdulillah, Aura bisa menahan kesabarannya."
"Tapi, tadi Aura di kasih hukuman Umma, disuruh buat makalah besok di kumpulin mana ada 3 materi. Huh. Kesel Aura, Umma."
Leena tersenyum menatap sang anak lalu tangannya mengusap lembut tangan kecil nan halus putrinya yang sedang kesal kembali setelah menceritakan apa yang sudah menimpanya hari ini, Leena menghela napas lembut, "lihat Umma."
"Apa yang menimpa Aura sekarang ini merupakan ujian bagi Aura dari Allah. Apakah Aura bisa menahan sabar nya Aura atau tidak dan Umma bahagia karena anak Umma yang cantik dan manis ini sudah bisa menyikapi apa yang seharusnya. Dan nasehat Umma, apapun masalahnya jangan pernah mengeluh hingga menimbulkan emosi dan sifat marah. Umma aja nggak suka, bagaimana Allah sayang?"
Allura mencerna baik-baik apa yang barusan di katakan Leena Kin, Ummanya yang seorang mu'alaf sebelum menikah dengan Abinya yang menuntut islam sedari lahir. Leena keturunan Korea-Jawa jadi tidak usah terkejut jika banyak yang mengatakan bahwa wajah Allura seperti oranag Korea karena itu turunan dari Leena sedangkan Abinya hanya orang Bandung asli.
"Terimakasih Umma cantik, Aura sayang Umma. Yaudah Aura keatas mau ngerjain tugasnya nanti keburu teman Umma datang. Assalamualaikum Umma."
Leena mengangguk seraya menyiapkan cemilan untuk putri sulungnya sebelum di bawa ke atas kamar Allura, "Waalaikumsalam sayang."
Perempuan paruh baya berkisar umur 40-an sedang berkutat dengan masakan yang akan di sajikan nanti untuk tamu yang akan datang sebentar lagi di bantu dengan putri bungsunya di karenakan putri sulungnya sedang menyelesaikan tugas yang di berikan sang Dosen yang cukup menyita waktu.
"Sayang, panggil Ka Aura ya di atas."
"Siap Umma." Jawab gadis kecil berumur 12 tahun membuat Leena tersenyum di balik cadarnya.
Leena secepat mungkin menata piring berwarna gold di atas meja makan berwarna putih nan cantik itu, belum juga perempuan paruh baya itu ingin kembali ke dapur mengambil beberapa piring sudah di kejutkan oleh ketiga orang yang sudah menaruh sisa piring yang tersisa ke meja lalu menyusunnya. Leena tersenyum dengan keluarga kecilnya yang sangat simpati satu sama lain. Harmonis dan hangat membuat Leena tenang begitu indahnya Allah memberikan keluarganya penuh kebahagiaan.
"Terimakasih Abi, Aura dan Aira."
Mereka bertiga ialah suaminya dan kedua putri yang cantik. Mereka mengangguk lalu memeluk Leena dengan sangat sayang, "kita sayang Umma, terimakasih sudah hadir dalam hidup Abi."
"Terimakasih sudah menjadi bidadari untuk Aura." Pandangan Allura melihat sang adik lalu mengangguk, "dan menjadi Umma yang baik untuk Aira."
"Sama-sama sayangnya Umma." Jawab Leena yang tak lama kemudian mereka terkejut ketika mendengar bunyi ketukan yang berasal dari pintu besar tak jauh dari keberadaan ruang makan.
Nazia El-khuluq, sang Ayah bagi kedua putri cantik nan manisnya serta suami bagi Leena tersenyum kearah mereka bertiga lalu berjalan mendekat hendak membuka pintu besar di ujung sana. Sedangkan Allura menyiapkan minuman untuk tamu Leena yang datang berbarengan dengan Aira dan Leena yang menghampiri Nazia menyambut tamu.
"Assalamualaikum, Nazi!"
"Waalaikumsallam Masya Allah, Kana?"
Kana Arundari Muhammad sang teman lama semasa sekolah dasar hingga menginjak usia 45 tahun yang sudah ada di hadapan mereka bersama dengan seorang perempuan cantik berhijab yang mereka yakini itu adalah istrinya Ceysa Avasa. Leena tersenyum, lalu memeluknya karena sudah hampir 5 tahun tidak bertemu dengannya.
"Masya Allah, Leena. Kamu sangat cantik apalagi menggunakan cadar." Leena tersenyum di balik cadarnya, "Alhamdulillah," lalu pandangannya beralih ke arah putri bungsunya yang terdiam seraya membenarkan hijab langsungnya yang mengeluarkan anak-anak rambut, "sayang, salim sama Tante Ceysa."
Aira mengangguk lalu tersenyum menghadap wajah cantik yang tidak menua sama sekali menurut gadis kecil itu, "Assalamualaikum Tante Ceysa."
Ceysa tersenyum lalu mengusap lembut pipi chubby mulus putri Leena yang sangat menggemaskan, "Waalaikumsallam, anak cantik. Aura ya?"
Aira menggeleng gemas, "bukan Tante, aku Aira, ka Aura lagi buat minum."
"Masa iya yang mau di kenali ke kamu anak kecil Cey." Leena bercanda membuat Ceysa dan Kana terkekeh membenarkan ucapan Leena.
"Masya Allah, masuk ayuk. Sampe lupa asik ngobrol." Ajak Nazia di jawab canda dan tawa oleh mereka semua yang sedang melangkahkan kakinya menuju ruang makan.
Nazia dan Leena pun mempersilahkan tamu teman lamanya untuk duduk sedangkan Aira sudah duduk di kursi dekat dengan mereka, tak lama kemudian sosok perempuan dengan baju bunga berwarna biru muda di padukan hijab bergo sehari-hari perempuan yang sedang membawa beberapa minuman dengan tempat khas korea milik Leena membuat Kana dan Ceysa terpana akan kecantikan yang sudah mereka yakini bahwa sosok perempuan itu adalah anak sulung Leena dan juga Nazia.
"Di minum dulu." Allura menata minuman yang sudah ia buat dengan teko besar dan gelas kecil berwarna glod khas korea yang menarik di mata. Tangan kecil nan putihnya dengan gesit menatap dengan sangat rapih lalu menuangkannya.
Leena lalu mengajak Allura dan Nazia juga untuk duduk, karena sudah tidak ada lagi yang di siapkan untuk kedatangan tamunya. Allura duduk di depan bangku kosong yang di sampingnya terdapat perempuan cantik yang terus memberikan senyuman sedari tadi.
"Mari Tante." Ucap Allura lembut membuat Ceysa menyentuh dadanya karena kelembutannya mirip sekali dengan Leena, "masya allah. "
Leena terkekeh menanggapinya, "ada apa Ceysa?"
"Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya ya." Celetuk Kana membuat Nazia tertawa.
"Aura dan Aira sangat cantik. Aura mirip sama kamu Lee, korea sekali. Sedangkan Aira, mirip dengan Nazia, arab sangat dengan ciri khas wajah bandungnya."
Leena tersenyum di balik cadarnya, Ceysa sadar senyuman itu karena terlihat dari mata sipitnya yang semakin menyipit, "bisa aja kamu Cey."
"Terimakasih Tante." Ucap Allura dan Aira berbarengan membuat Kana dan Ceysa terkekeh, gemas menurut mereka.
Cukup lama mereka berbincang-bincang obrolan semasa dulu membuat Nazia berpikir jika apakah kedua temannya ini tidak mengajak anaknya yang akan mereka bahas selanjutnya, "anak kamu nggak ikut, Ka?" ujar Nazia terhadap Kana yang seketika raut wajahnya berubah.
"Masya Allah lupa. Sebentar lagi datang kok."
Leena mengkerutkan alisnya, "memangnya ada apa?" Ceysa membalas jawaban Leena dengan raut wajah yang sudah di rindukan perempuan itu yaitu raut wajah kesalnya yang terkesan lucu, "paling tuh anak meeting dulu di mobilnya. Nanti juga masuk."
"Anak itu memang pekerja keras banget."
"Kayak kamu Kana."
"Iyasih, tapi bisa-bisanya baru sampe depan rumah kamu dia memutuskan untuk meeting di mobil depan rumah kamu loh."
"Yasudah maklumin saja. Dokter kan pasti sibuk."
"Saking sibuknya nggak inget umur mau kepala 3."
Ucapan terakhir Ceysa membuat darah mereka berada di ruangan ini mendidih saat melihat seorang pria mengucap, "maaf terlambat."
'Hah? Dia?'
🕊Maaf kalau typo, masih penulis amatir, salam Nay🕊