Chereads / Satu Dasawarsa / Chapter 1 - Ketahuan

Satu Dasawarsa

🇮🇩Sr_Intan
  • 371
    Completed
  • --
    NOT RATINGS
  • 81.5k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Ketahuan

"Wah cantiknya," puji seorang wanita ketika melihat sebuah cincin yang nampak dari sebuah kotak cincin berwarna biru beludru.

Malam itu, pacarnya mengajak Savira untuk makan malam di sebuah restoran. Membuat sebuah lamaran spesial seperti yang ada di dalam drama televisi.

Doni mampu membuat Savira terkagum dengan cincin putih pemberian darinya.

"Ini mahal lho," kata Doni seakan pamer betapa mahalnya cincin yang ia berikan pada Savira, yang katanya sebagai tanda cinta untuk kekasih yang sudah ia pacari selama satu tahun ini.

"Hmm, iya cantik banget," tambah Savira senang, apalagi ketika Doni menyisipkan cincin tersebut ke jari manis Savira.

"Cincin yang cantik, untuk wanita yang cantik," puji Doni dengan mata berbinar. Seakan menjelaskan bahwa wanita yang ada di hatinya hanyalah Savira.

Bahkan ia rela mengeluarkan uang sebanyak sepuluh juta hanya untuk membeli cincin itu untuk kekasihnya.

Savira pun tentu senang menerimanya. Dia bisa memamerkan pada teman satu kantornya bahwa dia akan segera menikah dengan Doni, lelaki yang selama ini dibanggakan olehnya.

Usia sudah memasuki 30 tahun dan membuat Savira harus segera menikah dengan Doni. Selain desakan dari ibu Savira, ia juga sudah mendapat tekanan dari keluarga besar yang kebanyakan sudah mampu memberikan cucu pada orang tua mereka.

Savira penggila kerja, sampai dia menunda pernikahannya dengan Doni. Ia ingin menjadi wanita karir yang sukses tapi nyatanya tidak bisa membuat ibunya bahagia. Ia juga membutuhkan seorang cucu untuk bisa dipamerkan ketika satu keluarga besar berkumpul.

"Kamu harusnya udah nikah, Savira," kata ibunya sebelum Savira datang ke acara makan malamnya dengan Doni.

"Tenang aja, Bu. Vira bakalan nikah kok, malam ini Doni mau lamar Vira di restoran," kata Savira sambil mematut pakaiannya di depan kaca.

Ia nampak cantik dengan gaun berwarna merah tua, dengan belahan dada yang sedikit terlihat. Maksudnya ia ingin sedikit menggoda Doni.

"Serius, kamu bener mau nikah sama Doni?"

Savira mengangguk mantap.

"Ya udah, ibu tunggu kabar baiknya. Jangan sampai kamu ngecewain ibu kayak dulu lagi. Ibu udah pengen nimang cucu, Vira."

"Iya Bu iya." Savira mendorong bahu ibunya pelan menuju keluar. Dia akan segera berangkat juga malam itu.

"Ibu mau pulang malam ini, lauk dan isi kulkas sudah ibu isi semua. Jangan makan makanan instant karena gak bagus buat tubuh kamu," ujar ibunya sebelum ia meninggalkan rumah Savira.

"Gak nginep? Udah malem Bu?"

"Gak, besok aja kalo kamu udah ngasih ibu cucu. Ibu bakalan nginep di rumah kamu." Ibunya lalu melenggang pergi sebelum Savira berkata lebih jauh lagi.

Memandang punggung ibunya yang sudah tua. Sebenarnya Savira juga ingin membahagiakan ibunya, tapi selain dengan cara menikah. Tapi termyata keinginan ibunya hanya ingin kalau anak semata wayangnya itu segera menikah dengan lelaki yang menyayangi putrinya.

"Kenapa bengong?" Doni tiba-tiba membuyarkan lamunannya.

Makan malam berjalan dengan lancar dan kini mereka berencana akan pergi ke rumah Doni malam ini.

Savira kemudian tersenyum di samping lelaki yang ia pastikan akan menjadi suaminya tersebut.

"Gak apa-apa. Oh ya, kita jadi kan menikah tahun ini?" tanya Savira untuk menegaskan pada Doni jika kali ini mereka akan benar-benar serius.

"Tentu saja," kata Doni yakin. Ia mengusap punggung tangan Savira kemudian mencium bibir wanita itu tiba-tiba.

"Jangan di sini," desis Savira menolak sambil tersenyum. Ia tak mungkin berciuman di mobil seperti saat ini. Setidaknya ia membawa dulu Savira ke rumahnya.

Ponsel Doni tiba-tiba bergetar ketika ia ingin merengkuh pinggang wanita yang kini sudah duduk di sampingnya di dalam mobil. Ingin sekali ia menghabiskan malam panasnya dengan Savira.

"Tar dulu ya, ada telepon mendesak." Doni merenggangkan badannya, ia keluar untuk menerima telepon dari seseorang.

Savira merapikan rambutnya melalui kaca spion mobil Doni, bersenandung seakan semua akan baik-baik saja padanya di tahun ini.

Ia kemudian melihat raut wajah Doni yang panik lantaran menerima telepon dari seseorang yang tidak ia tahu.

Siapa? Ada apa? Savira hanya bisa memendam pertanyaan itu dalam hatinya sendiri.

"Vir, kayaknya aku harus ke rumah temen aku. Dia lagi ada masalah sama istrinya," kata Doni mendadak. Ia masuk ke dalam mobil dan langsung mengantarkan Savira untuk pulang.

"Oh. Oke, gak apa-apa," kata Savira yang sebenarnya masih ingin berlamaan dengan Doni.

Dari samping, nampak sekali jika wajah Doni sangat mencemaskan sesuatu. Dalam pikiran Savira mungkin memang temannya itu membutuhkan bantuannya saat ini.

**

Savira diturunkan di depan rumahnya. Di depan pagar kecil, ia ditinggalkan dengan kecupan singkat dari Doni.

"Kabari aku kalau kamu udah sampai," kata Savira sambil melambaikan tangannya pada Doni.

"Hmm. Tentu," jawab Doni ia lantas masuk buru-buru ke dalam mobilnya.

Savira masuk ke dalam rumahnya. Mengganti bajunya dengan pakaian casual. Ia akan nonton drama sejenak sebelum ia tidur.

Tapi rencananya gagal ketika tiba-tiba ia malah menerima telepon dari Desy sahabat karibnya sejak SMA.

"Kenapa?" tanya Savira.

"Bisa ke kosanku sekarang gak, Vir?" pinta Desy. "Aku gak bisa tidur kalau baru pindah begini," katanya lagi.

Desy memang baru saja pindah dari kosan lamanya sebab di kosan lama, dia sudah mulai terganggu dengan peraturan yang terlalu membebaskan penghuninya. Hingga beberapa barang dari si penghuni kos lamanya sering kehilangan barang.

"Oh. Oke. Aku ke sana sekarang."

"Bawain makanan juga ya, nasi goreng," lanjut Desy meminta.

"Hmm."

Savira menutup teleponnya. Dia langsung memesan taksi online untuk menuju ke tempat temannya saat ini.

Ia masih memandangi cincin emas putih yang ada di tangannya dengan bangga. Berulang-ulang kali ia melihat tapi tak pernah bosan dengan barang pemberian dari Doni tersebut

Tapi … senyum Savira hanya sampai sana. Ia tidak akan menyangka dengan apa yang ia hadapi setelah ini.

"Desy, aku udah ada di depan nih!" kata Savira ketika di telepon. Dia belum tahu pasti di mana kamar temannya karena baru kali ini datang ke sana.

"Oke, aku keluar sekarang," sahut Desy di telepon. Ia bergegas untuk menemui Savira yang sudah berdiri di samping pintu pagar kosan Desy.

"Sorry lama, tadi ke toilet dulu," kata Desy ia menyambut bungkusan yang dibawa oleh Savira dengan semangat.

"Kosan kamu bebas?" tanya Savira ketika dia tahu yang keluar masuk di sana bukan hanya perempuan.

"Hmm, bebas banget. Aku gak yakin bakalan betah di sini apa gak," gumam Desy.

Namun tiba-tiba langkah Savira terhenti, ketika melihat bayangan dua orang sedang keluar dari sebuah kamar saling berpelukan.

"Doni," desis Savira mematung di tempatnya berdiri.

Sedangkan Doni ia terkejut melihat Savira tiba-tiba ada di kosan kekasihnya satunya lagi di sana. Ia melepaskan pelukannya pada wanita muda yang ada di sampingnya, tapi wanita muda itu menolaknya.

"Siapa dia? Kok tau nama kamu?" tanya si perempuan muda pada Doni.

"Oh—dia, dia temen satu kerjaku," jawab Doni bohong.

"Brengsek," geram Savira menatap kesal pada Doni.