Angin siang menghembus tubuh seorang gadis berusia sembilan belas tahun yang baru saja turun dari mobil. Adik perempuannya yang masih berumur lima tahun itupun turun dari mobil dan berlarian di halaman rumah baru mereka. Setelah turun dari mobil, sang Ayah berjalan mendekati bagasi mobil untuk mengeluarkan barang-barang disusul oleh Ibu mereka.
"Awas, Dek. Jangan lari-lari. Nanti jatuh!" ucap lembut Ibu setelah menurunkan beberapa tas besar dari dalam mobil.
Gadis berjilbab itu begitu terkesima melihat pemandangan disekitar rumah baru mereka yang bermodel rumah Belanda itu. Tak jauh dari samping kiri rumah terhampar persawahan yang masih asri dan hijau. Di pekarangan rumah ini pula tertanam beberapa pohon kecil dan beberapa pohon bunga yang menambah keindahan pekarangan. Rumah bermodel Belanda yang luas ini cukup tua, namun masih terlihat rapi dan terawat.
"Sini Dek Aliya. Yuk masuk!" panggil gadis itu kepada adiknya yang sedang berlari-lari kegirangan disekitar halaman rumah.
Ketika pintu dibuka, mata gadis itu menyapu seluruh sudut ruangan utama. Rapi dan indah.
"Bu, kamar Hana dimana?" tanya gadis yang bernama Hana itu.
"Kamu mau yang mana? Terserah Hana saja" ucap lembut Ibu diakhiri senyum.
Mata Hana seketika tertuju pada sebuah pintu berlapis gorden biru muda dan iapun masuk kedalamnya yang ia kira ini adalah kamar perempuan. Jelas terlihat dari cat tembok yang berwarna salem dan beberapa hiasan bintang di dinding kamar ini. Mungkin dahulunya kamar ini ditempati oleh perempuan.
"Hana kamar ini saja, Bu" ucap Hana yang dirasa kamar utulah yang akan Hana tempati di rumah barunya.
Ketika Hana akan membuka lemari untuk merapikan baju-bajunya, sebuah buku jatuh keatas kepala Hana yang membuat Hana mengaduh. Buku itu kemudian jatuh ke tanah dan berantakan.
Dengan cepat Hana merapikan kembali buku itu. Diangkatnya buku itu kemudian Hana membuka lembaran pertama.
Dear diary,
Pagi ini aku begitu malas untuk bangun. Matahari sudah menyelinap masuk dari jendela kamarku dan menyorot wajahku. Burung-burung saling bersahutan diatas genting dan menggangguku di alam mimpi.
"Kakak. Bangun! Sudah siang!" Aku tau itu suara Mamah tapi aku sangat malas untuk bangun.
"Hari ini hari pertama kakak Ospek bukan?" sahut Mamah kembali dengan sedikit berteriak. Mungkin Mamah saat ini sedang berada di ruang makan.
Mendengar ucapan Mamah, seketika aku mengerjap. Aku sampai lupa hari ini adalah hari pertama Ospek di sekolah SMAku. Aku segera bangkit dari tidur diatas sejadahku dan membuka mukena yang masih lengkap membungkus tubuhku. Aku baru ingat bahwa setelah Shalat Subuh aku kembali tertidur dengan mengenakan alat Shalat lengkap.
Pukul 7:55. Lima menit yang akan datang acara akan dimulai dan aku masih berada di rumah. Ku percepat aktifitas pagiku.
"Mah, Pah. Kakak pamit. Assalamu'alaikum" setelah mempersingkat sarapan, akupun mencium punggung tangan kedua orang tuaku dan segera mengenakan sepatu dengan cepat.
"Santai saja, kak" ucap Mamah memperhatikan betapa terburu-burunya aku.
"Tidak bisa, Mah. Kakak takut telat. Kakak berangkat!" ucapku setelah itu aku beranjak menuju sekolah dengan hati yang tidak tenang.
Aku mengerahkan segenap tenaga untuk berlari. Karena memang jarak antara sekolah dengan rumahku lumayan dekat, aku hanya berjalan kaki untuk menempuhnya.
Dan benar saja aku terlambat lima menit. Tetapi aku sangat bersyukur karena aku tidak mendapat intimidasi dari Osis yang menjaga gerbang sekolah atas keterlambatanku.
Setelah pembagian kelas, lantas aku masuk kelas bersama teman-teman baruku yang lainnya. Ketika pengabsenan, namaku tak kunjung disebut oleh kakak pendamping kelas dari Osis. Untuk memastikan, aku bertanya kepada seorang gadis yang duduk disebelah kursiku.
"Maaf mau tanya. Ini kelas apa, ya?" tanyaku yang mulai tidak enak perasaan.
"Kelas 10 IPS 2, Teh" jawab gadis itu seraya tersenyum dan telihat masih malu-malu.
Dan benar saja aku salah masuk kelas. Seharusnya aku kini berada di kelas 10 IPA 3. Akupun izin untuk keluar kelas kepada Osis didepan kelas. Setelah mendengar penjelasan bahwa aku salah masuk kelas dengan serempak semua orang yang berada di kelas ini menertawakan kekonyolanku.
Aku akhirnya keluar kelas dengan menahan malu dan segera berlari menuju kelasku yang seharusnya atas petunjuk dari Osis pendamping kelas ini.
Pertama-tama dalam diary ini aku akan memperkenalkan diriku. Namaku Shana Aqiba. Umurku saat ini sudah menginjak 16 tahun. Kata mereka aku ini adalah gadis tomboy yang kekanak-kanakan. Selain itu, aku selalu melakukan hal-hal konyol. Hobiku adalah menjaili orang. Kata teman-temanku, aku adalah gadis aneh tapi periang. Tetapi satu dalam kamus hidupku. Aku tidak peduli dengan apa yang mereka katakan tentang diriku. Karena aku sangat mencintai diriku. Aku sangat mencintai duniaku. Dunia yang penuh dengan kebahagiaan dan kegembiraan.
Kini aku sudah memasuki masa SMA. Aku sangat beruntung karena diterima dan bersekolah di sekolah SMA berbasis Islami yang kami ganti sebutan SMA dengan Madrasah Aliyah. Aliyah ini adalah sekolah favorit dan elite di kota ini. Tidak sembarangan siswa yang diterima di sekolah ini. Tapi mungkin ini adalah keberuntunganku karena diberi kesempatan oleh Tuhan untuk dibaurkan dengan manusia-manusia pilihan yang hebat.
Akupun sangat bersyukur karena ditempatkan di kelas unggulan oleh kepala sekolah di sekolah ini dimana seluruh siswa yang berada di kelas unggulan adalah orang-orang terpilih dari seluruh siswa angkatanku. Dan aku adalah bagian dari mereka. Mendengar aku masuk kelas unggulan membuat Mamah dan Papah bangga padaku.
Kata para orang tua, masa yang paling indah adalah masa SMA. Dimana pada masa itu persahabatan sejati mulai terjalin, jati diri mulai terbina, potensi diri dan eksistensi diri sudah terlihat, hingga masalah percintaan remaja yang menambah kesan indah ketika masa SMA. Aku tidak tau apakah aku akan menemukan cinta di Aliyah ini atau tidak. Karena aku belum pernah merasakan yang namanya jatuh cinta.
Bukannya tanpa alasan, aku hanya tidak ingin berkecimpung dalam urusan cinta karena aku risih ketika mendengar atau membicarakannya. Meskipun aku belum merasakan jatuh cinta, tertapi segala sesuatu yang berhubungan dengan cinta segera aku hindari. Mungkin yang menjadi penyebab aku malas membahas cinta adalah karena aku terlalu mencintai diri sendiri dan dunia sendiri.
Kata mereka, cinta pertama bisa membuat seseorang menjadi berubah. Baik dari segi sikap, kata-kata, ataupun tampilan. Entahlah. aku tidak tau. Yang aku tau, Tuhan itu Maha Romantis. Jikapun Tuhan telah memerintah semesta untuk mempertemukan aku dengan cinta pertamaku, aku yakin cara-Nya adalah cara yang indah lagi romantis.
Inilah cerita masa remajaku di Madrasah Aliyah dan aku akan menuliskan setiap kejadian yang aku alami di sekolah dalam diary ini.