Sebuah permintaan yang nyata lebih sulit permintaan yang mustahil, semua orang tahu itu
*************
Malam harinya, Jason terlihat resah dan gelisah. Pasalnya Dad meminta hal yang tidak mungkin ia lakukan.
Jason melihat ke arah sofa yang tidak jauh dari ranjangnya. Di sana ada Laura yang sudah tertidur pulas. Kata kata Dad terus teriang iang di kepalanya.
"Dad ingin kau dan Laura cepat cepat mempunyai momongan. Setidaknya rumah Dad tidak akan terlalu sepi kan? Hahaha"
Cucu? Apa itu yang Dad inginkan? Yang benar saja.. Menyentuh wanita itu saja sudah membuatku jijik. Batin Jason.
Sudah lebih dari beberapa hari mereka menginap disana. Sepulang dari rumah Dad kemarin, Jason justru jadi lebih dingin pada Laura.
Laura yang tidak tahu apa apa hanya bisa mengelus dadanya, sabar menghadapi sikap Jason yang entah kapan akan berubah.
From: Cookies
Babe, datanglah ke cafe Gelato sekarang. Kami sedang berkumpul dan Jhonny terus menanyakanmu.
Laura hanya tersenyum membaca pesan dari Mark. Segera setelah membersihkan semuanya, Laura langsung pergi ke tempat yang Mark bilang tadi. Sesampainya disana ia di sambut dengan hangat oleh orang-orang, kecuali Jason.
"kau semakin kurus saja. Apa Jason tidak memberimu makan, huh?" tanya Kyle.
Laura melirik ke arah Jason sesaat dan melihat pria itu hanya memutar kedua bola matanya.
"mungkin perasaanmu saja, haha" kata Laura tersenyum tipis.
"Baby Celiaa!!!!!!!!!" teriak seseorang yang membuat semua orang menoleh ke arahnya.
"Hey Diana!!" panggil Laura pada wanita tersebut.
Orang dengan lesung pipi diwajahnya ini adalah Diana Kyle. Rambut bondol dan cardigan menjadi ciri khas dari dirinya. Tentu saja dia tidak datang kesini sendirian. Dia dan Bryan Kyle -kembarannya, selalu pergi bersama.
Laura dan Diana, Keduanya saling berpelukan untuk melepas rindu mereka. Maklum saja, semenjak menikah Laura tidak pernah pergi keluar rumah jauh jauh. Dia terlalu menghargai waktu saat dirumah.
Selama berjam jam mereka menghabiskan waktu bersama dengan canda dan tawa. Baru kali ini Laura bisa tertawa lepas lagi, tidak seperti biasanya.
Hari semakin larut. Mereka pun menyudahi acara pertemuan ini. Sekarang suasana kembali canggung di antara Jason dan juga Laura. Sesampainya dirumah pun juga begitu, keduanya masuk ke dalam kamar masing masing tanpa ada percakapan lagi.
***
_Jhonny yes papa_
Calum dan Lois bekerja di perusahaan milik suamimu ya?
_Laura_
Suami apa? Oh, Jason?
Aku dengar mereka hanya menjalin kerja sama
_Jhony yes papa_
Kau dengan suami sendiri lupa, dasar.
Hei..
_Laura_
Apa?
_Jhony yes papa_
Emm, kurasa ada yang aneh antara kau dan Jason. Ada masalah?
_Laura_
Entahlah
_Jhony yes papa_
Apa maksud perkataanmu? Apa Jason menyakitimu?
_Laura_
Tidak.
Aku yang menyakiti Jason
_Jhony yes papa_
??
_Laura_
Aku merusak rencana pernikahannya dengan Bella.
_Jhony yes papa_
Ex girlfriend? Itukan dulu babe. Sekarang kau istrinya
_Laura_
Tidak. Mereka masih pacaran.
_Jhony yes papa_
Wtf DIA GILA? awas saja
(Read)
Aku membanting handphone yang sedari tadi aku pegang sambil hanya menghela nafas. Pikiranku melayang pada pria itu. Pria yang aku idam idamkan sejak dulu ternyata tidak pernah melirikku meski cuma sekali.
Aku pun langsung masuk ke bilik kamar mandi dan segera membersihkan diri. Aku menenggelamkan diriku ke dalam bathtub yang terisi air.
Keesokan harinya, aku segera bersiap diri agar tidak terlambat. Hari ini Diana mengajakku bertemu di cafe kemarin, cafe yang ternyata milik Jhon Calum, tunangannya.
Tidak lupa aku menaruh catatan kecil di atas meja makan karena Jason belum keluar dari kamarnya seharian ini.
'aku pergi bersama Diana. Mungkin aku akan pulang terlambat'
Setelah selesai, aku langsung berangkat. Sesampainya disana, Diana dan Calum sedang mengobrol di dekat jendela di temani secangkir kopi.
"apa yang sudah aku lewatkan?" tanyaku melihat ke arah mereka bergantian.
Mereka hanya tersenyum dan semburat merah terukir di wajah mereka. Membuatku semakin penasaran.
"aku dan dia memutuskan untuk menikah" kata Diana malu.
"What? MENIKAH? BENARKAH?" teriakku yang membuat semua pengunjung cafe menoleh ke arahku.
"rencananya kami akan menikah tahun depan" kata Calum
"lama sekali" sahutku
"Ya, memang. Diana ingin menyelesaikan S2 di Kanada" ucap Calum sedikit lesu.
"setahun itu cepat.. Sabar ya sayang" Diana mengelus kepala Calum dengan pelan, membuatku iri saja.
Kami pun kembali mengobrol, menyambung obrolan yang sempat terhenti tadi malam.
"bukankah itu Jason?" tanya Diana.
Aku langsung menoleh dan mendapati Jason yang datang bersama Bella. Entah apa yang mereka bicarakan namun hal itu sukses membuat Jason tersenyum, tidak seperti saat bersamaku.
"Kau tidak apa apa?" kini giliran Calum yang menanyaiku. Yang bisa aku lakukan hanya tersenyum dan mengangguk.
"kau tidak ingin menemui mereka?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.
"tidak kalau itu membuatmu sedih, sayang" jawab Calum menatapku lekat.
"sudahlah, aku tidak apa-apa. Disini juga ada Diana, mana mungkin aku sedih" kataku
"kau pergilah, jangan katakan pada mereka kalau aku juga kesini" lanjutku yang di balas anggukan oleh Calum.
Diana mengelus rambutku. Ia terus menanyai perasaanku. Apakah aku sakit hati? Ya, kalau ada seseorang yang bisa membuat orang yang aku suka tertawa. Aku iri.
****
"kau mau pesan apa, sayang?" tanyaku pada Bella.
"americano" jawabnya.
Kami mengobrol selama pesanan kami belum datang. Tiba tiba saja aku terkejut ketika pesananku di antar oleh owner tempat ini, Calum.
"Hai" sapanya yang aku balas dengan senyuman.
"kau tidak bersama Celia?" tanya Calum yang membuat Bella melirik tajam ke arahku.
"siapa itu Celia?" tanya Bella curiga.
"d-dia t-tetanggaku... Ya, tetanggaku. Rumah kami bersebelahan" jawabku sedikit gugup.
Sial. Kenapa Calum bertanya tentang wanita jalang itu? Apa istimewanya dia sehingga teman temanku dan orang tuaku suka padanya?
"dia tidur. Kau tau sendiri kan dia orang yang malas" kataku menanggapinya.
Gara gara membahas tentang Laura tadi, sikap Bella sedikit berbeda dari biasanya. Aku selalu di abaikan olehnya seharian ini.
Sesampainya dirumah, aku melihat jalang itu sedang tertidur di meja makan.
Aku melirik jam yang berada di nakas. Ini sudah jam 1 dini hari tapi ku lihat makanannya masih belum ia sentuh sama sekali. Tanpa peduli padanya, aku langsung naik ke kamarku dan menguncinya rapat rapat.
Keesokan harinya, aku terbangun gara gara sinar matahari yang bisa menebus lewat jendela kamarku. Pasti tadi malam aku lupa menutupnya.
Aku turun kebawah untuk mengambil air minum di dapur seperti biasa. Aku melihat makanan yang sudah siap di atas meja. Secarik kertas berwarna pink yang bisa aku pastikan itu buatan Laura.
Tanpa membacanya, aku langsung meremas kertas tersebut dan membuangnya ke dalam tempat sampah.
*BOYS TALK*
_Samuel_
Nanti aku akan ke rumahmu. Kudengar Celia sedang praktek memasak kue lagi, haha.
_Jason _
Huh?
Kenapa?
_Samuel_
Kau ada masalah?
_Mark_
Aku ikut
_Calum_
Aku juga. Rekan kerjaku benar-benar kacau.
_Jason_
Apa maksudmu?
Aku kacau? -_-
_Jhonny_
Aku merindukannya.
_Kyle_
Aku juga
_Jason_
Apa yang kalian rindukan dari jalang seperti dia, huh?
_Jhony_
Maaf, tapi jalang yang kau maksud itu temanku sekaligus ISTRIMU.
_Jason _
Terserah
(Read 6)
Selesai makan, aku hanya menumpuk piringku di wastafel saja. Biarkan si Jalang yang membersihkan semuanya.
Beberapa jam kemudian, satu persatu orang datang ke rumahku. Mereka membawa makanan yang banyak karena tadi aku sempat memintanya.
Cklekk
Seseorang membuka pintu sehingga membuat yang lainnya terkejut. Ternyata yang membukanya adalah Laura dengan tangan yang penuh dengan belanjaan.