Bulan yang bersinar di langit yang terang. Indah namun tidak sempurna tanpa adanya bintang.
****
-sehari sebelum Sam dan Jhonny datang ke kantor milik Jason-
Saat ini Mark sedang bersama dengan yang lainnya, kecuali Jason. Jason bilang ia sedang ada urusan jadi tidak ikut.
Mereka berkumpul di tempat bilyard milik Bryan Kyle. Mereka bisa datang kapan saja kesini dan tentunya Kyle sudah membuat ruangan khusus untuk mereka.
Samuel, Calum dan Jhonny sedang bermain bilyard di meja yang sama. Sedangkan Mark dan Diana terlihat sedang membicarakan sesuatu hal yang serius.
"Hey kyle, sekarang giliranmu" teriak Calum.
"Kau duluan saja. Ada hal yang ingin aku bicarakan dengan kedua orang ini" kata Brian kemudian duduk dan bergabung dengan Mark.
Pembicaraan serius yang membuat Jhonny dan yang lainnya heran. Tidak biasanya seorang Bryan Kyle mau disela dalam permainan bilyard seperti ini.
"Kalian sedang membicarakan apa, huh?" tanya Jhonny yang datang
"ah tidak. Bukan masalah besar" jawab Mark sekenanya.
"Laura hampir mati dan kau bilang bukan masalah besar? Kau gila, huh?" sahut Bryan.
"Apa? Laura kenapa? hampir mati katamu? Jelaskan padaku sekarang!!" kata Sam terlihat marah.
Mau tidak mau Mark menjelaskannya dari awal sampai akhir.
"aku harus mengatakan apa pada Zero saat dia bertanya tentang adiknya nanti?" ucap Sam mengelus dadanya.
Samual dan Zero mempunyai hubungan yang sangat dekat. Mereka pernah sekolah di sekolahan yang sama. Sebelum Zero pergi, ia menitipkan adiknya pada Sam. Sepertinya Zero sudah tahu bahwa kisah Laura dan Jason akan berakhir tidak baik seperti ini.
"t-tapi aku mohon pada kalian.... Jangan sampai ada orang yang tahu tentang ini. Aku tidak mau melihatnya bersedih lagi" ujar Diana.
********
-Rumah Bibi May-
Aku melangkahkan kakiku perlahan untuk memasuki rumah ini.
Seorang wanita paruh baya sedang duduk di kursi goyang sembari menatap kosong pekarangannya.
"bibi" panggilku yang kesekian kalinya.
Dia menoleh dan sedikit terkejut melihatku.
"Astagaa! Kemana saja kau selama ini? Bibi khawatir kalau terjadi apa apa padamu" kata bibi May kemudian memelukku erat. Aku membalas pelukannya, Bibi May sudah aku anggap sebagai ibuku sendiri.
"bi.. dia membuangku bi..... Dia lebih memilih wanita lain daripada aku. Apa yang harus aku lakukan?" tanyaku sedikit terisak.
"kau harus kuat... Ini adalah sebuah cobaan untuk rumah tanggamu. Kalau kau memang berjodoh dengannya, kau akan bertemu lagi suatu saat" ucap bibi May membelai lembut rambut panjangku.
aku hanya memeluk wanita ini. Dia sudah kuanggap sebagai ibuku sendiri. Disaat aku tak punya tempat untuk bercerita, mungkin ketempat Bibi May lah yang kutuju.
*****
Sejak hari itu, Laura tinggal di rumah milik Bibi May. Keluarga bibi May pun juga terlihat tidak keberatan. Toh, Laura juga sering membantu mereka.
Setiap hari yang dilakukan Laura adalah menyiram bunga di pagi hari, memasak, mengajari anak bibi May yang masih berumur 8 tahun tentang pelajaran yang tidak di mengerti, atau hal hal lainnya.
Senyuman itu perlahan lahan terukir kembali di wajah Laura bersama keluarga barunya.
"bibi, aku mau pergi sebentar" kata Laura pamit kepada bibi May.
"Ya. Jangan pulang terlalu larut" kata bibi May. Laura hanya tersenyum dan mengacungkan jempolnya kemudian ia pergi.
Hari ini Laura berniat untuk pergi ke cafe milik Calum, Ia ada janji dengan Mark.
Sesampainya disana, Laura duduk di dekat jendela, tempat favoritnya. Gadis itu terus melihat keluar jendela. Memandang orang yang berlalu lalang.
Tanpa sengaja, ia melihat seorang pria dengan jas berwarna cokelat sedang menggendeng seorang wanita.
Mereka adalah Jason dan Bella.
Tidak heran jika kedua orang tersebut selalu melewati sepanjang jalan ini karena dipersimpangan depan adalah kantor milik Jason.
Dengan sekuat tenaga Laura menahan air matanya. Ia harus tersadar bahwa kini statusnya dengan Jason hanyalah seorang mantan istri.
"Babe?"
Laura segera menoleh ketika ada yang memanggilnya. Ternyata Mark.
"kau sedang melihat apa?" tanyanya sambil melihat ke arah yang Laura lihat tadi.
Gadis itu terlihat gelagapan. Ia pun kembali melihat keluar jendela. Untung saja kedua orang tadi sudah pergi jadi Mark tidak akan tahu apa yang ia lihat tadi.
"kenapa kau mengajaku bertemu? Kau ada masalah?" tanya Laura memulai pembicaraan
Masalahmu saja kau sulit untuk menyelesaikannya, sekarang kau ingin menyelesaikan masalah orang lain? Kau itu memang dasarnya baik atau terlalu bodoh, ? Batin Mark.
"ah tidak. Aku hanya ingin mengajakmu jalan jalan. Apa kau mau?" tanya Mark.
Laura terlihat sedikit menimang nimang ajakan Mark itu. Tidak biasanya pria ini mengajaknya keluar, apalagi cuma berdua saja. Tak mau berlama lama ia pun hanya mengangguk dan tersenyum. Yah, setidaknya untuk rehat sebentar dari semua beban yang ia lewati selama ini kan?
"Kau sudah ada rencana? mau kemana kita hari ini?" tanya Laura penasaran.
"nanti juga kau tahu" jawab Mark pelan.
Selama 1 jam perjalanan, akhirnya mereka sampai di sebuah tempat yang sangat menakjubkan. Taman bermain.
Laura tak henti hentinya menganga atau mengucapkan kata-kata pujian. Sejak kecil ia ingin datang kesini namun tidak pernah kesampaian.
Ia berlarian kesana dan kemari layaknya anak kecil. Sedangkan Mark hanya tersenyum dan mengikuti kemana pun gadis itu pergi. Bahkan sesekali Mark merasa bahwa dia adalah seorang ibu yang membawa anaknya jalan jalan.
Satu persatu wahana mereka coba. Yah tidak semuanya karena ada beberapa wahana yang Mark takuti, misalnya saja skyscreamer yang tinggi dan membuat perut mual.
Sekarang kedua orang itu sedang duduk berdua di kursi yang sudah tersedia disana sambil memakan ice cream.
"kau senang?" tanya Mark
"Sure.. thank's mom" jawab Laura terlihat seperti anak yang tidak berdosa.
"anakku, besok kita akan kemana lagi, huh? Mama senang bisa menghabiskan waktu bersamamu" sahut Mark melanjutkan candannya
Kemudian mereka berdua tertawa bersama. Entah apa yang membuat mereka tertawa, namun yang pasti mereka bahagia.
Hari mulai larut. Laura pun mengajak Mark untuk pulang kerumah, takut jika nanti paman dan bibi May khawatir. Namun anehnya, Mark malah berhenti di depan sebuah bar.
Laura hanya menyeritkan dahinya. Bingung. Beberapa saat yang lalu Mark mendapati sebuah telepon, tapi Laura tidak tau siapa orang yang meneleponnya.
"tunggu sebentar babe, aku ada urusan. Tidak akan lama. Kau tunggu disini saja" katanya menggenggam tangan Laura sebentar kemudian keluar dari mobil.
Wanita itu hanya menggigit kecil kukunya. Ia bingung harus melakukan apa.
Setelah sekian lama menunggu, akhirnya Mark pun terlihat keluar dari bar itu. Parahnya lagi, ia memapah seorang pria yang sepertinya adalah temannya Mark.
"Astaga! Siapa itu?" Pekiknya
Dengan tanggap Laurap langsung membuka pintu belakang lewat dalam.
"akh! Dia berat sekali" umpat Mark saat meletakkan pria tersebut di jok belakang.
"dia siapa, Mark?" tanya Laura bingung. Wajah orang itu tertutupi oleh poninya yang panjang. Pakaian yang ia pakai juga terlihat kacau.
"Jason" jawab Mark singkat.