Meski aku tahu bahwa ia masih tak mencintaiku, aku ingin di beri kesempatan lagi untuk mendekatinya.
Apa aku salah?
******
"Apa?" tanya orang itu.
Seperti itukah dia setelah menyakiti hati seseorang? Bersantai, minum kopi panas sambil melihat pemandangan di luar jendela? Apa ia tidak memikirkan perasaan Laura sama sekali?
"kau, benarkah kau menceraikan Laura, huh?? kenapa? kenapa kau lakukan itu padanya?" tanyaku dengan nada tinggi.
Ia hanya menyeringai kemudian kembali meneguk kopi miliknya, sungguh tanpa merasa bersalah sekali orang ini.
"kau jauh jauh kesini hanya ingin menanyakan itu, kau bercanda? Apa tidak ada pertanyaan lain?" tanya Jason
Tanganku mengepal erat. Aku masih bisa menahan amarahku saat temanku di injak injak seperti ini. Setidaknya ia masih di ambang batas wajar, menurutku.
"hey, Mark. Kau tenanglah sedikit. Jason pasti punya alasan tersendiri" kata Brian memegang bahuku namun Aku langsung menepisnya.
"Alasan? Sebenarnya aku tidak punya alasan sama sekali. Aku benci melihatnya berkeliaran disampingku, itu sangat mengganggu. Toh, dia juga tidak menyukai pernikahan ini, jadi kenapa harus di ributkan?" Sahut Jason yang justru tambah menyulut emosiku
"kau! Kalau sampai terjadi apa apa dengan Laura, orang yang akan aku cari pertama kali adalah kau! Tak kan ku biarkan kau hidup tenang!" kataku
"kau tau rumahku kan" ucapnya disertai kedipan mata.
Untung saja dari tadi Brian menahanku dan juga amarahku masih bisa terkendali. Kalau tidak, dia benar-benar akan musnah dari dunia ini.
Tak lama setelah itu, aku langsung keluar sekedar mencari udara segar bersama Kyle. Berdebat bersama Jason hanya menguras tenaga kami secara percuma. Oh iya, rencananya hari ini kami akan membuatkan kue untuk Laura karena anak itu suka dengan yang manis manis.
Drrttt ddrtttt
Ponselku berbunyi. Segera aku mengangkat telepon itu setelah aku membaca ada nama Diana di layar. Aku langsung mengambil earbuds yang berada tak jauh dari tempatku. Saat ini aku menggantikan Kyle untuk mengemudi karena ia bilang ia sedang kelelahan dan sekarang ia sedang tertidur disampingku
"Ya, ada apa?" tanyaku.
".... "
"Laura kenapa?" tanyaku
"WHAT!!!!!! Bisa kau ulangi sekali lagi?" tanpa sengaja aku menghentikan mobilku. Untung saja jalanan masih sepi jadi aku dan Kyle tidak mengalami insiden yang tidak kami inginkan.
"Apa?" tanya Kyle yang bangun dari tidurnya karena terkejut.
"Oh.... My... Gosh!" pandanganku kosong untuk sesaat.
"-Bry kita harus cepat kembali" lanjutku
Yang aku rasakan saat ini adalah rasa takut dan khawatir. Bagaimana tidak? Diana bilang Laura sempat mengiris pergelangan tangannya. Untungnya saat itu Diana langsung datang sehingga bisa mencegah perbuatan Laura.
"Kenapa? kau belum menjawab pertanyaanku!" teriak Kyle membuyarkan lamunanku.
"Laura...mencoba membunuh dirinya sendiri" kataku yang membuat Kyle langsung diam.
Aku langsung melajukan mobilku diatas rata-rata. Tak peduli Kyle yang memintaku untuk berkendara secara aman. Yang aku pikirkan saat ini hanyalah keadaan Laura. Aku tak mau dia pergi meninggalkanku begitu saja. Ia sudah aku anggap sebagai adikku sendiri.
Tak perlu waktu yang lama, kami pun sampai.
Mobil milik Kyle aku parkirkan sembarangan di halaman rumah. Aku bergegas lari masuk ke dalam rumah yang selama 1 bulan ini di tinggalkan oleh Jason ini.
"Laura!!!!" teriakku
***********
Kini ketiga orang itu tengah duduk di ruang makan. Mereka sengaja duduk di tempat yang agak jauh dari ruangan milik Laura, takutnya mereka akan membuat wanita itu terbangun.
"bagaimana kejadiannya, Di? Kenapa bisa seperti ini?" tanya Kyle membuka pembicaraan di antara mereka.
Diana hanya tertunduk lesu. Keadaan Laura benar benar membuatnya semakin iba. Akhirnya air mata itu turun begitu saja.
"aku tidak tahu. Saat aku datang, Laura sudah tidak sadarkan diri. Aku panik. Saat itu juga aku langsung berteriak dan memanggil dokter Hobbs. Untung saja katanya, Laura tidak mengiris tangannya terlalu dalam. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi kalau laura...." kata kata Diana berhenti sampai disitu. Tangisannya lebih jelas daripada kalimatnya tadi.
"dia selamat saja kami sudah bersyukur" kata Kyle seraya menenangkan tangisan saudaranya yang tidak berhenti.
"apa yang harus kita lakukan? Aku tak mau melihatnya terus terusan seperti ini" ucap Diana frustasi
Semua orang terdiam. Yang terdengar hanyalah suara isakan Diana. Mereka mencoba memikirkan suatu hal agar Laura bisa kembali ceria seperti semula.
".....m-maaf" ucap seseorang yang membuat semuanya terkejut.
Laura tiba-tiba saja berada di depan mereka. Ia menumpukan sedikit bebannya pada tembok agar ia bisa berjalan.
"Laura, kenapa kau keluar? Masuk dan beristirahatlah" kata Kyle yang berlari kearahnya dan membantu memapah gadis itu.
"ma-maaf, aku tak bermaksud membuat kalian khawatir. A-aku hanya.. hanya.. ingin semuanya cepat sele- " kalimat Laura terhenti ketika Kyle yang berada di dekatnya langsung memeluk erat tubuh gadis itu.
Sedangkan Laura, ia menenggelamkan kepalanya di leher Kyle. Ia juga menangis tersedu sedu seperti Diana.
Sejak tadi, sebenarnya Laura tidak tidur. Tanpa sengaja ia mendengar suara tangisan seseorang kemudian ia berdiri di balik pintu kamarnya. Ia mendengar semua yang mereka bicarakan tentang dirinya.
"sudahlah, kami memaafkanmu asalkan kau tidak melakukan hal yang membuat kami khawatir. Janji ya tidak berbuat seperti itu lagi?" ucap Kyle mengelus rambutnya pelan.
Keempat orang itu langsung berpelukan. Dalam hati ketiga orang tersebut berjanji bahwa mereka akan mengembalikan senyuman di wajah Laura, apapun caranya akan mereka lakukan.
*********
Aku menerjapkan mataku berkali kali. Ternyata sekarang sudah malam, itu artinya aku ketiduran di sini.
Ah sial!
Saat aku bangun, aku melihat seorang gadis sedang berjalan ke arahku. Aku tersenyum kepadanya.
"kau sudah bangun, sayang? Kalau begitu ayo makan" katanya
"Sure," kataku.
Kini aku sedang berada di meja makan. Menyantap makanan yang sudah Bella siapkan.
Sudah sebulan lamanya aku tinggal bersama Bella. Meskipun begitu, aku meminta agar kamar kami terpisah. Aku memegang prinsip jika aku akan tidur bersama gadis yang sudah sah menikah denganku. Bella pun juga sepertinya tidak mempermasalahkannya.
Terkadang aku pulang kerumah kedua orang tuaku. Jika mereka bertanya tentang Laura, biasanya aku menjawab kalau gadis itu sedang menginap beberapa hari di luar kota bersama temannya.
Aku tidak akan pulang sebelum Laura pergi dari rumah itu. Aku lebih memilih tidur di pinggir jalan daripada bersamanya.
"kau sedang memikirkan apa?" tanya Bella membuyarkan lamunanku.
"ah, tidak. Hanya masalah kantor" jawabku bohong.
Dia memegang tanganku kemudian tersenyum.
"kalau kau ada masalah, katakan saja. Aku akan mendengarkan ceritamu, okay?" ucapnya yang hanya aku balas dengan senyuman.
Keesokan harinya, aku berangkat ke kantor seperti biasa. Disana sudah ada sekretarisku yang sudah menunggu.
"ada apa?" tanyaku.
"anda sudah ditunggu oleh tuan Sam dan juga tuan Jhonny di ruangan anda" katanya
Mereka berdua ada disini? Tidak biasanya.
Aku bergegas menuju ruanganku dan benar saja, aku melihat Sam dan Jhonny sedang duduk dan nampak membicarakan sesuatu.
"kalian mencariku?" tanyaku ikut duduk di sofa.
"tidak ada apa-apa, semuanya sudah jelas. Ayo Sam, kita pergi" kata Jhonny.
"Kau nampak baik-baik saja" ucap Samuel sembari menepuk bahuku.
Aku hanya menatap kedua orang itu dengan tatapan bingung. Tanpa ada percakapan lagi, mereka pergi dan meninggalkanku dengan rasa penasaran yang sangat tinggi.
~~~~~~~~~~~