Kediaman Elyasa, kamar Kei...
Kei bingung setengah mati ketika melihat Rin tak sadarkan diri. Ia sudah membopong Rin ke kamarnya. Ia sudah menidurkan Rin ke tempat tidurnya, tempat tidur kasur lipat khas Jepang.
Lalu apa lagi?
Apa lagi yang harus ia lakukan? Rin mengeluarkan banyak keringat dingin di pelipisnya. Rin tak tenang. Jujur saja, ini bukan pengalaman pertama melihat Rin tak sadarkan diri. Sebelumnya ia pernah mendapati Rin ketika Rin pingsan karena hampir tenggelam akibat kram ketika pelajaran olahraga renang.
Kei sudah mengelap jidat Rin yang penuh peluh itu dengan handuk basah yang diberikan oleh pelayan kediaman keluarga Elyasa. Berapa lama lagi sampai Rin bangun dan tersadar? Bukankah ini sudah cukup lama?
Berapa menit?
Sepuluh menit lebih! Kenapa Rin tak kunjung sadar juga? Haruskah ia memanggil dokter? Bukankah di kediamannya juga ada dokter? Shoyo kan dokter juga, tapi Shoyo bilang jika Rin tidak kenapa-kenapa, hanya pingsan saja. Tidak ada yang serius. Lalu, kenapa sampai saat ini Rin masih saja pingsan kalau itu bukan penyakit?
Shoyo tidak bohong, kan? Shoyo dokter asli, kan? Sial, saat ini Kei malah meragukan lisensi kedokteran milik Shoyo.
"Shoyo adalah dokter jenius yang bahkan bisa lulus dengan sangat cepat. Tidak mungkin dia salah mendiagnosa... Oke, bersabar sedikit lagi!" Kei meyakinkan diri. Ia kembali berusaha. "Rin, sadarlah!" Lanjutnya.
Setelah beberapa saat berusaha lagi, nampaknya ada titik terang. Rin mulai bersuara. Kei merasa agak sedikit lega.
"Jangan... Jangan... Jangan..." Gumam Rin.
Ada yang aneh. Rin seolah bukan sadar dari pingsan pada umumnya. Rin seperti masih terjebak di alam bawah sadarnya. Ini bahaya! Rin nampak menderita. Harus membangunkan Rin!
Puk puk puk... Kei mencoba menyadarkan Rin lagi dan lagi. Ia ingin Rin membuka matanya dan bangun dari pingsannya.
"Rin, Rin! Bangun! Buka matamu!" Kata Kei
"Jangan.. Jangan... Kumohon Jangan..."
"Rin bangun!" Suara Kei saat ini cukup lantang, ia bahkan menepuk pipi Rin dengan cukup keras juga. Sampai memerah di permukaan kulit pipi Rin yang seputih porselin itu.
"..." Rin membuka matanya.
Pemandangan pertama yang ia lihat adalah Kei yang tepat berada di depan matanya. Mata yang sangat kelam itu menatapnya dengan sangat tajam. Tangan Kei memegang pipinya, sementara yang satunya Kei gunakan untuk menahan keseimbangan. Kei merangkak di atasnya seperti sedang menindihnya?
Pose apa-apan ini? Mengerikan!
"HUWWAA..."
Rin berteriak dan refleks mendorong tubuh Kei menjauh darinya. Kei terdorong ke samping. Untung saja mereka berada di atas kasur lipat buat tidur khas jepang,
Nama Jepangnya Futon, jadi ia tak perlu jatuh dari ranjang yang tinggi. Namun tetap saja, tetap saja ini sangat menyebalkan!
Rin sialan! Kira-kira itu yang ada di benak Kei saat ini setelah menerima perlakukan tidak menyenangkan dari Rin, kekasih bohongannya yang menjadi kekasih beneran akibat karma karena jebakan Batman!
Hari ini, Kei sudah dua kali mendapatkan dorongan dari Rin. Pertama di kolam renang, ke dua di kamarnya sendiri. Tenaga Rin tidak main-main rupanya.
"Kau apa-apaan sih, HAH? Kenapa mendorongku? Cih..." Bentak Kei.
Kei yang merasa cukup kesal karena mendapat perlakuan seperti itu dari Rin hanya bisa menatap kesal gadis musim semi di sampingnya itu. Rin terlihat sangat ketakutan. Keringat dingin mengalir di sekujur tubuhnya. Kei bisa melihatnya dengan jelas bagaimana keringat itu nampak di jidat lebar Rin dan mengalir ke bawah melewati sela pipi dekat telinga, turun sampai ke leher mulus Rin. Mimpi buruk? Keringat sebanyak itu nampak tak wajar di mata Kei.
"Loh? Apa yang terjadi?" Batin Kei. Ini aneh.
Kei bahkan sampai tak mengira jika Rin akan menunjukkan ekspresi yang menurutnya sangat berlebihan itu. Saking takutnya sampai gemetaran? Rin bahkan duduk sambil menekuk kakinya. Menyembunyikan tubuhnya dengan selimut. Ada genangan air mata di kedua iris mata indah itu. Perlahan, semakin sering Rin mengedipkan matanya, air mata itu terjatuh.. membelah ke dua pipi putihnya yang semakin memucat... Pucat pasi karena ketakutan yang tak bisa dijelaskan..
Apa yang terjadi dengan Rin?
Merasa kasihan dengan Rin, Kei lantas menggerakkan tangannya untuk mencoba menenangkan Rin. Sebelum tangannya memegang pundak milik Rin, Rin langsung menangkis tangan Kei dengan cukup keras...
"Jangan menyentuhku!" Kata Rin parau.
"Rin.."
"JANGAN MENYENTUHKU!" Teriaknya.
Sungguh, Kei tidak paham. Ia tak mengerti dengan situasi yang sedang ia alami saat ini. Rin berubah menjadi sosok yang asing-sangat asing sampai-sampai seperti orang yang tak pernah ia kenal sebelumnya.
Hilang ingatan?
Tidak mungkin! Tidak mungkin dalam waktu kurang dari satu jam seperti ini. Kei ingat betul, ia masih bercanda dan menggoda Rin sejam yang lalu sebelum akhirnya Rin pingsan setelahnya. Rin masih mengingat siapa dirinya. Seperti gadis, teman sekelas, calon istri, si culun yang ia kenal.
"PERGI! PERGI JAUH-JAUH DARIKU!"
Rin kini menyuruhnya pergi. Ayolah, ia paham tadi ia cukup keterlaluan bercandanya. Tapi bukankah Rin terlihat tidak begitu mempermasalahkannya? Mereka saja sudah mengakhirinya dengan pembahasan yang lain.
Tunggu...
Pembahasan yang lain sebelum Rin pingsan adalah soal... Riki Yan?
Riki Yan?
Cukup aneh untuk dijadikan alasan, tapi Kei mencoba rasional. Mungkin saja Rin kelelahan? Apa iya? Kenapa Rin memiliki banyak ekspresi yang sama sekali tidak bisa ia tebak? Kenapa ekspresi itu terlihat sangat kontras antara satu ekspresi dengan ekspresi yang lainnya? Semakin ia mengenal Rin, semakin misterius pula gadis yang menjadi calon istrinya itu.
Ada apa sebenarnya?
Apa yang terjadi?
Rin tiba-tiba datang ke dalam hidupnya.
Kedatangan yang tak terduga.
Penampilan culun... dan enggak banget.
Berubah menjadi sosok yang melebihi kata-kata 'layak'.
Melebih ekpektasinya.
Gadis culun yang berani memberinya surat cinta itu berubah total.
Dari lugu, kaku, dan pemalu menjadi berharga diri tinggi, tengil, suka beradu argumen dengannya.. Ia bahkan tak menyangka jika Rin adalah satu-satunya wanita yang bisa mengimbangi kata-katanya. Rin cukup berani membatahnya. Cukup berani menentangnya.. Cukup berani bermain-main dengannya.
Namun sekarang?
Siapa penghuni raga milik Rin itu? Dalam hitungan hari, semua berubah-ubah begitu cepatnya. Apa Rin memiliki kepribadian ganda?
Ketakutan itu...
Tempat ramai...
Tempat asing...
Rin yang tak memiliki banyak teman.
Rin yang suka menyendiri.
Rin yang merangkul tangannya mencari perlindungan terlihat sangat lemah... rapuh... tidak bisa berdiri sendiri... Berbeda jauh dengan apa yang Rin tunjukkan saat berdua bersamanya. Rin terlihat begitu kuatnya.
Kemana keberanian itu pergi?
Tidak tahan dengan keanehan yang ia pikirkan tentang Rin, akhirnya Kei menarik selimut Rin dan meraih tangan Rin. "Tenanglah, Rin!"
"Kyaa... jangan... jangan... kumohon! Jangan sentuh aku!" Rin berontak dan menangis.