Pulang dari MOS
Rin menyalahkan lampu kamarnya. Ya, meski masih siang, lampu kamar Rin pasti harus menyala. Lampu yang sangat terang haruslah ada di kamar Rin.
Rin membenci kegelapan!
Sangat membencinya melebihi apapun di dunia ini!
Setelah melepas sepatu dan kaos kakinya, ia lalu membanting tasnya sembarangan. Ia melepas baju seragamnya dan melemparnya sembarangan juga. Hanya memakai rok sekolah dan tanktop hitam ketatnya, ia lalu merebahkan dirinya di kasur super empuknya.
Kesal. Kesal. Kesal. Dan super kesal.
Ia berulang kali memukul-mukul kasurnya untuk menumpahkan segala rasa kesalnya. Oh astaga, hanya dengan membayangkan dirinya menerima status sebagai pelayan Kei saja sudah melukai harga dirinya.
Rencana membalas dendam pada Kei harus tertunda. Justru kini dia malah terjebak menjadi pelayan Kei. Kei berhasil mendominasinya dan itu mengesalkan. Tidak termaafkan.
Sialll, ia harus mengakuinya.
Kei sedang di atas angin karena video nista itu!
Hah, besok apa yang menunggunya? Apa yang direncanakan oleh Kei? Jam tujuh malam?
Kencan?
Cuih. Najis. Rin tidak akan pernah ikhlas melakukan kencan dengan Kei!
Rin menguap ngantuk.
Lelah membawa dirinya ke alam mimpi.
Rin tertidur lelap.
Hari ini ia berjalan lebih jauh dari biasanya, lebih lelah dari biasanya. Ia lebih banyak berinteraksi sosial dari biasanya. Ia merasa takut lebih dari biasanya. Meski akhirnya lancar dan baik-baik saja, tapi masalahnya dengan Kei menodai hari baiknya. Besok ia harus berjuang keras di MOS terakhir.
Ia juga akan berjuang keras untuk menghadapi dominasi si tengil, Kei!
***
Sean memasuki kamar Rin. Ia ingin mengajak Rin makan karena sepulang sekolah, mereka belum sempat makan.
Tidak ditutup pintu kamarnya.
Sean memanggil nama Rin, tapi tidak dijawab. Iapun mendekati adiknya itu dan mendapati jika Rin sudah tertidur. Ia melihat ke sekeliling kamar Rin. Berantakkan. Sepatu, kaos kaki, tas, dan baju sekolah berada di lantai.
Sean lalu menoleh ke adiknya yang tertidur pulas dengan hanya memakai pakaian minim itu. Ia lalu menghela nafas. Adiknya sungguh menggoda, jika laki-laki normal pasti akan tergada. Ia memang tak menampik rasa itu, tapi perasaannya pada sang adik adalah kasih sayang seorang kakak yang selalu ingin melindungi adiknya.
"Kau ini, bagaimana jika ada laki-laki asing melihatmu seperti ini? Ini sangat bahaya, adikku yang menggemaskan!" Gumam Sean.
Sean lalu menarik selimut untuk menutupi tubuh Rin. Ia mengelus pelan jidat Rin dan menyingkirkan poni-poni Rin. Ia lalu tersenyum.
Hari ini ia cukup bangga pada adiknya yang berusaha keras berinteraksi dengan banyak orang. Meski ia memiliki urusan lain, tapi matanya selalu mengawasi Rin dari jarak jauh. Ia akan selalu mengawasi Rin.
Sean juga tahu jika Rin berteman dengan Hilda, Indri, Karin, dan Tessa. Sungguh, itu kemajuan yang luar biasa. Belum lagi, ada Zayn dan Kei. Meski dengan Kei banyak bertengkarnya, tapi Rin bisa sedekat itu dengan laki-laki adalah keajaiban luar biasa. Sean ingat betul bagaimana Rin sebelum ini.
"Apa Kei dan Zayn membawa pengaruh positif dalam hidupmu, Rin? Kau bisa bersenang-senang dalam beberapa ini. Kakak sangat senang karena senyuman itu lebih cocok dengan dirimu. Kakak tak bisa terus menjagamu. Tidak bisa mata ini selalu mengawasimu, jika ada orang yang bisa kau percayai selain keluarga kita, kau bisa berlindung dari mereka. Jangan terlalu keras menghukum dirimu sendiri, Rin.. Manusia biasa tak pernah luput dari kesalahan." Lanjut Sean.
Semoga selama di sini, Rin akan memaafkan dirinya. Itu harapan Sean dan keluarganya.
***
Malam harinya...
Suasana ruang keluarga cukup tenang meski beberapa kali terjadi perdebatan. Banyak sanggahan tertentunya.
Aura bahkan cukup panas meski kondusif.
"Tapi Kek, besok aku ada janji dengan teman. Aku benar-benar minta maaf, Kek. Aku tidak bisa datang karena janjiku dengan temanku itu." Rin duduk di samping sang kakak.
Rin punya teman?
Semua mata langsung menuju ke arah Rin. Janji? Maksudnya Rin akan membawa temannya ke rumah? Rin akan keluar dengan temannya? Setelah sekian lama akhirnya Rin mulai berteman lagi? Benarkah?
"Baiklah, jam berapa kau akan bertemu dengan temanmu itu?" Tanya Kakek Jean.
Sang kakek yang mencoba bersikap bijak demi keputusan cucunya.
"Jam tujuh malam, kek." Jawab Rin.
Kakek Jean sejenak berfikir. "Tidak masalah, acara dimulai jam delapan malam. Kau memiliki waktu sejam untuk menepati janjimu. Pokoknya, usahain kau harus datang ya? Setuju?"
Rin merasa senang. Ini adalah pertolongan dewa lewat kakeknya. Satu jam bersama Kei itu lebih dari cukup sebelum darahnya mendidih.
"Baiklah. Memangnya kita mau kemana, kek?"
Tanya Rin.
"Bertemu calon suamimu." Jawab Kakek Jean singkat padat dan sangat jelas.
?
HEEE?
Sean melebarkan matanya. Sungguh ia tak menyangka jika akan ada pembicaraan seperti ini di keluarga Tann yang tenang damai dan menjunjung tinggi asas kebebasan. Keluarga yang akhir-akhir ini adem ayem loh jinawi dan gemah ripah penuh bahagia.
Ya, walau sebelumnya ia sudah pernah mendengar pembicaraan seperti ini, tapi ia tak menyangka jika akan terjadi secepat ini. Sudah begitu, adiknya yang akan menanggung tanggung jawab sebesar itu lagi.
"Ca-calon, su-suami? Kakek yang be-benar saja!" Rin kaget tak terkira.
Ayolah. Suami?
Mencoba dekat dengan laki-laki saja sangat berat. Bagaimana ia bisa bertemu dengan calon yang direkomendasikan kakeknya? Lagian, jaman sekarang? Perjodohan? Hoe, Rin msih 16 tahun!
"Kakek benar, Rin... Papa sudah memikirkannya matang-matang. Calon suamimu dari keluarga mafia terbesar di negara ini!" Sang papa menyetujui. Kareem terlihat tersenyum di balik maskernya.
Kenapa ia pake masker? Astaga, CEO Tann Group cabang Amerika ini rupanya sedang kena flu.
Dan tunggu, dijodohkan dengan anak dari keluarga mafia?
Mafia? Yakuza?
Putri keluarga Tann yang kaya tujuh turunan akan menikah dengan putra keluarga mafia?
Keluarganya pasti sudah gila!
"A-aku memang sangat menghormati kakek, papa, dan juga mama. Aku selalu meyakini jika apapun yang kalian putuskan untuk hidupku itu adalah hal yang baik untukku... Ta-tapi, apa tidak apa-apa dengan diriku yang sekarang? " Rin menundukkan kepalanya.
Menyadari hal itu, Sean memegang tangan Rin seolah mengisyaratkan jika semuanya akan baik-baik saja dan ia akan selalu ada di samping Rin apapun yang terjadi.
"Meski mereka keluarga mafia, tapi mereka adalah teman baik keluarga kita, Rin. Kakek berteman baik dengan kakeknya calon suamimu dan mama dan papa juga berteman baik dengan orang tuanya dia. Mereka sangat baik, Rin. Mereka bisa menjadi tempat dimana kau bisa menyembuhkan dirimu." Sang Mama ikut menyambung pembicaraan
Sebenarnya apa yang keluarganya rencanakan?
Apa sih yang keluarganya rencanakan untuk masa depannya? Bukankah mereka sudah tahu hal itu TIDAK MUNGKIN untuk dirinya saat ini.
"Maafkan papa, Rin... Papa rasa ini adalah salah satu cara agar kau bisa menyembuhkan lukamu. Papa rasa jika kau memiliki laki-laki yang berada di sampingmu, lukamu akan segera sembuh." Pak Kareem terlihat serius. Ia memang tidak pernah main-main dengan kehidupan anaknya.
"Aku memiliki kak Sean yang selalu ada di sampingku, Pa."
"Memang, tapi mau sampai kapan kau bergantung pada kakakmu? Kakakmu itu keluargamu, Rin. Beda dengan dia, dia akan menjadi teman hidupmu. Kau bisa merubah cara pandangmu dengan dia." Kakek Jean menambahi.
Apa memang bisa seperti itu? Tak semudah itu kan luka psikologi bisa sembuh hanya karena dijodohkan dengan orang baru?
***
Rin harus memutar otaknya. Sungguh, ia ingin menolak acara perjodohan ini. Yaelah jaman sekarang itu sudah bukan jamannya jodoh menjodohkan. Bukan lagi jaman kerajaan. Bukan lagi jaman Siti Nurbaya.
Rin bahkan tak tertarik dengan hal seperti itu. Cinta? Ia ingin melupakan perasaan seperti itu! Ia ingin membunuh perasaan seperti itu! Saat ini ia sudah berhasil menguburnya dalam-dalam hingga yang tersisa hanyalah rasa benci yang mampu membuatnya berdiri tegar sampai saat ini.
Bukan cinta yang mampu membuatnya bediri tegar. Rasa benci yang besar adalah cara bertahan yang baik untuk saat ini. Tak pahamkah keluarganya ini?
Bukankah keluarganya sangat memahaminya? Bukankah mereka semua tahu apa yang terjadi pada dirinya? Segala lubang di hatinya. Segala luka psikologisnya. Bukankah keluarganya tahu betul akan hal itu?
TIDAK BOLEH!
Rin akan menolak apapun rencana jodoh menjodohkan itu! Ia memiliki cara sendiri untuk menghadapi segala luka psikologinya. Ia bisa bangkit meski tanpa calon suami ala keluarganya!
"Ba-bagaimana ka-kalau aku bilang a-aku sudah memiliki pacar?" Kata Rin sedikit ragu.
Pacar?
?
?
Gantian, semua penuh tanya.
"Pacar?"
"Pacar? Sayang, kau sudah memiliki pacar?"
Semua mata tertuju pada Rin.
Teman saja Rin sulit mendapatkannya, lalu apa ini? Pacar? Rin memiliki kekasih? Sejak kapan?
Sean menoleh ke arah Rin. Ia perlu penjelasan yang sangat jelas dari adik tersayangnya itu. "Hoe Rin, kenapa aku tidak tahu?"
"Apa aku harus menceritakannya pada kakak? Huh, aku sudah cukup dewasa untuk memiliki privasi, Kak! Dan untuk hal ini seperti ini juga." Jawab Rin.
"Kau sedang tidak bercanda, kan Rin?" Tanya Sean yang masih meragukan jawaban sang adik.
"Tidaklah, Kak.. Aku memang sudah memiliki pacar! Besok adalah acara kencanku dengannya!" Suara Rin terdengar mantap.
Ia harus meyakinkan keluarganya!
Kakek Jean, Kareem, dan Rina langsung tersenyum. Apa kekhawatiran mereka selama ini terlalu berlebihan? Nyatanya Rin bahkan sudah memiliki pacar. Ah, rupanya perjodohan harus dibatalkan ya?
"Benarkah, sayang? Astaga, mama sangat senang mendengarnya. Selama kita kembali ke sini, kau memberi banyak kami kejutan, sayang."
"Papa senang, kau melampaui harapan kami. Kau berubah banyak, sayang."
"Aku sudah berjanji akan berubah, Pa, Ma."
"Baiklah, tapi besok kau harus datang, setidaknya kau harus menyapa keluarga mereka. Mereka teman baik keluarga kita. Mereka juga sudah banyak membantu bisnis keluarga kita. Kau tahu kan, bisnis pengembang membutuhkan orang-orang seperti mereka untuk melancarkan pembebasan tanah?" Kata Kakek Jean.
Rin hanya nyengir.
Sean sejenak berfikir. Ah, mereka ya? Ia lalu menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. Ia berharap jika besok tidak akan menjadi berita heboh.
Hanya geleng-geleng kepala saat melihat adiknya yang mulai memucat.
Sean tahu pasti, adiknya itu tidak memiliki pacar! Tapi, ia ingin mengikuti permainan adiknya. Adiknya itu tidak menyukai hal perjodohan, Rin pasti akan melakukan banyak cara untuk menolaknya.
Tapi tak disangka jika Rin berani berbohong untuk menolaknya. Tunggu, Sean jadi tertarik dan bersemangat mengikuti permainan adiknya itu. Ia ingin bersantai, kenapa? Ia sudah mengerti kira-kira besok akan terjadi seperti apa.
Sean menyunggingkan senyumannya.
"Rin, besok adalah hari yang menyenangkan." Batin Sean.
Sean menunggu kejutan heboh apa besok yang akan terjadi. Ia menjadi tidak sabar menyambut hari esok. Ahh, pasti penuh kejutan.