Ia berada di ruang kamarnya, kamar tidur terbesar kedua di Istana. Ruang kamar terbesar ditempati oleh Nyonya Rea, Ibu tiri Radley. Sampai kini ia memiliki enam saudara dari tiga Nyonya besar di rumah ini.
"Acton?"
"Ya, tuan muda..." Sahut Acton sopan dari balik pintu.
"Sejak kapan kamu berdiri di sana?"
Tukk…
Hening memerangkap kedua sisi ruangan, sinar mentari hangat mengintip di sela tirai putih jendela kaca tinggi yang menghubungkan ruang kamar dengan dunia luar. Sementara angin pegunungan menyusup, mengakibatkan tirai yang tipis bergerak-gerak kecil ditiup angin.
Tuan muda Radley sedang mengenakan kemeja berwarna putih. Dua orang pelayan membantu mempersiapkan kebutuhan setiap pagi disampingnya.
"Saya sudah terbiasa menemani tuan muda sejak lama, anda tidak perlu khawatir." Jawab kepala pelayan tersebut. Radley hanya mendengarkan tanpa menampilkan ekspresi apapun.
Anak laki-laki itu telah beranjak dewasa. Ia memiliki tubuh tinggi besar dan kedua lengan yang kuat. Rambut hitam yang mempesona mulai panjang hampir menutupi tengkuknya. Alisnya yang tebal, bibir tipis yang tidak mudah menampilkan senyuman menampilkan kesan tidak mudah didekati.
Bola matanya yang biru bergetar perlahan, menatap bayangan dirinya pada cermin besar dihadapannya. Ia memiliki paras malaikat yang mampu menghipnotis setiap wanita. Mengalahkan citra buruk tentang dirinya.
Jika mendiang tuan besar adalah simbol ketentraman dan kedamaian, Radley adalah malaikat kegelapan. Dialah perangkap berduri dimana mangsa yang tertangkap akan terluka meski telah berhasil melarikan diri. Dialah tuan muda yang memegang tanggung-jawab Istana Emerald sejak lima belas tahun terakhir, tahun-tahun di mana duka yang menggoyahkan seluruh pertahanan dan kepercayaan. Tapi Radley tidak memiliki waktu untuk berduka. Ia harus berdebat melawan para tetua untuk memertahankan posisinya sebagai pewaris Istana. Dialah penguasa politik dan ekonomi, pemegang saham terbesar Mountain Fresh Company (Moish. C) dan Emerald Jewelry Fashion (E. J. Fashion).
20 tahun sudah sejak kasus penculikan pewaris Istana. Hampir semua rakyat melupakan peristiwa internasional itu. Ya...pada usia sepuluh tahun Radley dibawa oleh ibu kandungnya melarikan diri ke negara lain. Sejak awal tidak ada yang menyukai ibu Radley. Cinta yang diagungkan tuan besar istana tersebut hanya bertahan di tahun-tahun pertama, selebihnya beliau memfokuskan diri pada urusan bisnis dan politik. Tidak cukup disitu, tanpa dukungan dari tuan besar banyak anggota keluarga yang mencoba menyakiti nyonya besar.
Wanita itu mengalami gangguan mental dan tidak ada satu orang pun yang peduli.
Petaka yang baru pun terjadi, Tuan besar memberikan kunci dari harta Karun terpendam Istana Emerald kepada Radley. Anggota keluarga bertambah benci terhadap anak dan ibu itu.
Sampailah mereka pada suatu pelarian. Malam yang panjang dan sulit, pertemuan dengan para berandal jalanan, kelaparan, suara tembakan, dan ancaman sangat membekas dibenak Radley. Anak kecil yang tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dia hanya tidak ingin berpisah dengan ibundanya, hanya darinya Radley dapat merasakan kehangatan. Hanya dongeng tidur dari ibunda yang dapat membuatnya terlelap di malam hari.
Hingga kini,
Radley menghentikan semua flashback di dalam kepalanya. Memasukkan kancing pada lubang manset lalu dibantu pelayan memakai jas sehitam eboni seirama dengan celana yang menutupi kaki jenjangnya. Para pelayan masih setia dibelakangnya untuk menunggu instruksi selanjutnya.
"Stevan belum datang?" Radley kembali bersuara.
Dengan ragu kepala pelayan itu menjawab, "Stevan...sedang berada di maze...."
Klsset...kelingking Radley tergelincir mendengar kata-kata Acton. Ia menghela napas lelah (note : menghela napas ala tuan muda tampan...).
"Panggil dia!"
***
Gemericik air mancur terdengar di halaman bagian timur istana, kupu-kupu cantik beterbangan mengelilingi sepetak rimbunan mawar merah, dan suara renyah anak-anak kecil yang berlarian.
"Tuan Stevan, aku sudah mulai bosan dengan permainan ini. Kita sudahi saja..." suara tuan muda kelima nyaring dari sudut maze.
"Tapi kita belum menemukan harta Karunnya, Topaz." Kini suara merdu dari arah tenggara maze.
"Kenapa kalian begitu bodoh. Tidak ada harta karun di sini. Stevan hanya tidak memiliki teman untuk bermain." Topaz cemberut.
"Perhatikan cara bicaramu, tuan muda." Seorang pria berambut pirang dan bertubuh tinggi tegap angkat suara. Nadanya terdengar kesal, "Saya tidak pernah memaksa anda untuk ikut mencari..."
"Huh..." dengus Topaz kesal. "siapa yang menangis sangat keras memintaku datang kemari tadi?"
"Kau…" Stevan berpikir keras untuk menjawab anak itu.
"Kau masih berusaha mencari harta karun itu, Stevan?" Seorang pria tampan berjalan dari halaman tempatnya berlatih menembak. Stevan menoleh,
"tentu saja.aku harus menemukan harta karun itu. Selama dua puluh tahun aku mencarinya, aku tidak percaya aku tidak bisa menemukannya."
Pria itu memegang bahu Stevan, "kawan, tidak pernahkah kamu berpikir? Mungkin saja Tuan Muda tidak meletakkannya di dalam maze."
Stevan menangkis tangan pria itu.
"Tuan Muda tidak mungkin membohongiku. Aku sahabatnya..."
"Lupakan, Isfan...bocah itu sangat desperate membuat Radley tersenyum." Seorang wanita yang mengenakan ~Maxi dress sutra warna turquoise~ ikut bergabung dalam pembicaraan.
"Dan hanya harta Karun itu yang bisa membuat Radley tersenyum." Si pemilik suara merdu keluar dari maze bersama anak laki-laki berusia dua tahun.
"pelayan, bawa Alika dan Cleo masuk. Mereka perlu bersiap untuk sarapan." Ujar wanita tersebut sembari mendekati Stevan.
Sang pelayan pergi dengan kedua anak kecil itu.
Topaz duduk sambil mengangkat satu kakinya di atas dinding maze, memperhatikan dengan santai kakak keempatnya yang terus mendekat sambil mengunci tatapan pada bola mata Stevan.
Klecak, cak...
"Ketrampilan Azura meningkat pesat," Isfan bergumam.
"diam saja kau..." kata Stevan tanpa menoleh, tidak sempat memikirkan kembali bagaimana pistol Isfan sampai pada tangan wanita itu, dan sekarang mengarah lurus pada keningnya.
"Dan apabila sekali lagi, tuan Stevan melibatkan adik-adikku dalam permainan konyol seperti ini, maka aku pastikan anda tidak akan bisa berjalan-jalan di dalam maze ini lagi."
Stevan tidak berani bernapas apalagi bergerak. Ia tidak tau kapan wanita dihadapan nya memiliki keinginan untuk menghabisinya.
"membosankan," Topaz turun dari dinding maze. Ia melangkah meninggalkan ketiga orang dewasa itu.
Azura menurunkan pistol yang ia pegang dan mengeluarkan pelurunya.
"Itu..." Isfan tidak dapat melanjutkan kata-katanya. Wanita itu membuang seluruh peluru di rimbunan mawar.
"Topaz kembali, waktu sarapan sebentar lagi..."
Anak 11 tahun itu hanya mengangkat sebelah tangannya tanpa menoleh apalagi menghentikan langkahnya.
"Tuan Stevan, masuklah! Tuan muda mencarimu..."
Isfan, Stevan dan Azura menengok ke arah pintu masuk istana. Stevan segera berlari ke dalam istana...
"Apa Radley sudah tahu kalau aku datang, paman?" Katanya setelah berhasil menyusul kepala pelayan.
"jangan sembarangan menyebut namanya. Dan jangan panggil aku paman saat di dalam istana."
"Ah, paman..." keluhnya.
"Anak ini..."
Keduanya berjalan melewati lorong panjang istana.
.
.
"Apa pria itu bisa menjadi dewasa?" gumam Isfan, Azura menoleh.
"kau bercanda?"
Giliran Isfan yang melihat ke arah Azura, "baju apa yang kamu kenakan di cuaca dingin seperti ini? kamu bisa masuk angin."
"pemuda kutu buku sepertimu tidak akan pernah mengerti fashion wanita."
"itu bukan fashion, itu siksaan. Fashion tidak berguna ketika kamu sakit. Dan berhentilah menakuti Stevan seperti tadi. Kembalikan pistolku," Isfan merebut senjata itu dari tangan Azura. Wanita itu tersenyum mendengar celotehan adiknya. Ia memandang ke dalam istana.
"Dia tidak akan mengingatku kalau aku tidak mengancamnya seperti itu."
***
"Berhenti melakukan hal bodoh di dalam maze itu. Aku tidak menyembunyikan apapun disana."
"tapi anda tersenyum saat keluar dari maze itu."
"tampaknya kamu masih memiliki banyak waktu luang, kamu bisa membantu Isfan di perkebunan.."
"tidak bisa. Saya harus menemani anda menemui berandal dari organisasi kemasyarakatan nanti..."
Radley tersenyum mendengar cara Stevan menyebut orang-orang yang sering mencari masalah dengan mereka. Hanya sebentar sebelum ia fokus kembali pada berkas kontraknya.
"E...ee..e, anda tersenyum?"
"tidak," kata Radley...
"tidak benar, saya jelas-jelas melihatnya..."
.
.
.
Roti kecil, mengertilah...jangan terlalu sulit untuk kutemukan. Hatiku mulai membeku oleh dinginnya angin di istana ini. Senyumku mulai terasa asing, aku tidak tahu apakah aku bisa tersenyum kembali. Aku merindukanmu...aku merindukanmu...nyawa dalam hidupku.