Richo berdecak sebal, kenangan masa lalu itu masih terputar jelas di otaknya. Wajahnya terlihat sedih, ada perasaan bersalah dan menyesal di hatinya. Kenangan yang tidak akan pernah terulang kembali. Bahkan, jika waktu bisa berputar kembali 'pun Richo tidak akan membiarkan semuanya menjadi sekarang. Richo tidak becus menjadi laki-laki yang bisa menjaga orang yang di sayangnya, dia terlalu lembek.
Richo mengambil bingkai foto yang terlihat ada tiga orang anak disana. Bibirnya tersenyum nanar, dia menahan isak yang terasa sesak. Richo lemah, dia mengingkari janjinya. Richo tidak mau munafik, dia juga sangat menyayangi teman perempuannya sama seperti teman cowoknya yang meninggalkannya.
"Gue ga bisa jagain dia dengan baik. Gue..minta maaf. Seharusnya lo masih disini, masih berada di samping gue dan dia. Dan seharusnya, kita jaga dia baik-baik seperti dulu." Richo tidak bisa menahan isaknya, dia menangis sesenggukkan. Tetesan air matanya mengenai foto tersebut, Richo tidak sanggup membendung kesedihannya.
Richo menjadi brutal itu bukan karena dia bandel atau nakal dari kecil. Ada alasan yang menjadikannya seperti sekarang ini, Richo sendiri tidak ingin dirinya yang sekarang. Karena semuanya menjadi beban, bukan untuk kebahagiaan tersendiri.
>>>>>
"Rino, kamu mau ini?" anak gadis itu tersenyum manis, menyodorkan donat selai bluberry pada anak cowok di sebelahnya.
Anak cowok tersebut menyambut, dia membalas tersenyum lembut sambil mengangguk dan membuka mulutnya.
Richo tersenyum tipis, melihat kedua temannya yang semakin dekat membuatnya sedikit iri.
"Gimana? Enak?"
Anak cowok itu mengangguk cepat dengan senyum yang masih mengembang, dia melirik Richo di belakang si anak cewek.
"Richo, sini. Freya bawa donat banyak."
Anak cewek itu menoleh, dia merasa tidak enak, "Oh, Richo..kamu udah lama di belakang aku?" tanyanya sedikit resah.
Richo tersenyum, "Engga juga, aku baru dateng terus liat kamu suapin.. Rino."
Freya menepuk pelan tangan Richo, cowok itu meringis, pura-pura sakit, "Tenang aja, aku masih banyak donat. Kamu mau di suapin juga emang?" tawarnya.
Richo terkekeh, "Becanda kali."
Freya mengabaikan, tangannya mengambil donat varian keju mengingat Richo penyuka keju Freya yakin pasti anak itu tidak akan menolak.
"Nih, buka mulutnya."
Richo ragu-ragu, melihat Rino yang tersenyum padanya dan kepalanya mengangguk akhirnya Richo membuka mulutnya, melahap donat itu penuh-penuh.
"Hahaha.."
Rino dan Freya tertawa, wajah Richo sangat menggemaskan, mirip dengan tupai yang sedang kelaparan.
Melihat mereka berdua tertawa karenanya sudah membuat hati Richo senang, dia merasakan kehangatan dari setiap pertemuan. Richo sangat berharap, pertemanannya akan terus seperti itu, tidak ada yang saling menjauh walau mungkin setelah dewasa akan menjalin kehidupan masing-masing. Tapi, Richo sangat berharap pertemanannya selalu membaik, tidak ada pertikaian yang akan membuatnya hancur. Membuatnya canggung, atau akan membuat semuanya berubah.
Tuhan tidak mengijinkan, takdir berkata sebaliknya. Justru pertemanan yang selama di jalaninnnya tidak sesuai harapannya selama itu. Richo sangat terpuruk jika Freya tidak memulai dengan peperangan sengit. Cowok itu tidak pernah sekalipun melihat Freya yang kian membencinya dengan tindakan kasar, se—cinta itu dia dengan temannya? Sampai Richo memberi penjelasan 'pun Freya tidak mendengarnya. Richo merasakan kecewa dari perempuan yang di sukainya, untuk pertama kalinya Richo merasakan sakit yang amat dalam dari teman kecilnya sendiri
***
"Hai, bro." Nayla merangkul bahu Milano sampai kakinya berjinjit.
Cowok itu mengernyit heran, "Lo waras, kan?"
Nayla tersenyum lebar, "Oh, tentu baik dong."
Tangan Milano terangkat mengecek dahi Nayla yang tidak terasa hangat atau panas, "Lo aneh banget, si."
Alis Nayla terangkat, dia berdiri di depan Milano, "Mungkin.. lagi happy aja."
Cowok itu di buat bingung, sikap Nayla jauh berbeda dari biasanya.
"Ngomong-ngomong, gue mau ketemu Freya. Dia dimana, ya?"
Milano berpikir, "Eum..mungkin sama, Arkan." jawabnya asal.
Nayla mengangguk, "Bye, mau cari Freya dulu."
Milano menggeleng, sikap Nayla begitu aneh di pandangannya. Bahunya menggedik tidak peduli, biarlah. Mungkin Nayla memang sedang mood, biasanya biasa saja walau hatinya senang.
Freya mendongak menatap Arkan yang baru saja menjelaskan maksud dari pesan 'nya tempo lalu.
"Hanya karena Richo yang susah di ajak ketemu, gue yang menjadi sasaran lo."
Arkan menghela napas, cowok itu langsung sekolah dengan keadaan yang belum pulih sepenuhnya.
"Cuma nama lo yang bisa buat dia mau ketemu gue."
Memang.
Richo tidak akan pernah mau bertemu dengan Arkan jika tidak ada yang begitu penting baginya. Arkan terpaksa juga, bukan keinginan dari dirinya.
Freya menghela napas, "Oke. Gue maafin lo, tapi kalo lo ulang lagi. Sorry. Gue ga akan maafin."
Arkan bernapas lega, setidaknya masalah dia dan Freya sudah selesai. Bukan berarti dia dan Richo juga selesai. Arkan masih ingin membalas cowok yang sekarang berstatus pacar Freya. Dia tidak rela jika Richo bebas begitu saja, apalagi waktu Freya sekarang sudah tidak bisa berlama-lama dengannya, karena Richo. Arkan menunjukkan semua masalah itu pasti dari Richo, memangnya siapa lagi?
Seseorang sedang menatap ke arah dua murid kelas XII disana. Bibirnya mengukir senyuman tenang, dia bersyukur, setidaknya dua sejoli itu tidak lagi salah paham. Melihat keduanya membuat dia mengingat teman lamanya yang juga sering berselisih karena hal sepele. Sungguh, dia sangat merindukannya.
"Udah bel, Ar. Gue balik duluan, ya."
"Balik pulang ke rumah, atau lo mau nyamperin, Richo?" Arkan bertanya ketus, wajahnya berubah kesal.
"Biarin gue selesain masalah gue sendiri, Ar. Gue sadar. Selama ini gue salah, ga seharusnya gue libatin lo sama temen-temen yang lain." tandas Freya.
Arkan mendengus, dia melarat, "Engga! ini semua udah bener, kita teman, kita sahabat yang harus saling membantu walau taruhannya nyawa, kan?"
"Ini keputusan gue sekarang! makasih buat semuanya, lo emang temen gue yang baik." Freya menepuk bahu Arkan dua kali, lalu melangkah pergi dengan Arkan yang bisa diam, cowok itu harus mengerti. Freya tidak ingin Arkan dan yang lainnya celaka karena Richo, kan?
Tapi, apa artinya sebuah sahabat atau teman jika salah satu temannya ada masalah kalau tidak saling membantu?
"Gue makin penasaran deh. Apasi masalah dia yang jelasnya? Arkan maksudnya ikut campur? atau dia yang mau turun tangan doang?"
Wajahnya terlihat resah, Freya sebenarnya siapa?
Tapi dia mengerti, si. Arkan teman Freya sekaligus menyukai cewek itu, Pantas bukan? jika Arkan peduli dan mau membantu cewek yang di sukainya?.
Freya memaksakan senyum, dia baru saja di rangkul oleh pacarnya.
"Gimana sekolah kamu, sayang?" Richo melirik Marvin yang berdiri di belakang Jav, cowok itu tahu maksud tatapan Richo padanya.
"Baik."
Richo tersenyum manis, tangannya mengelus rambut Freya lembut, "Kalo, Arkan?"
Freya menatap tajam, "Membaik."
Kepala Richo mengangguk, dia kembali tersenyum manis, "Itu artinya..kamu bisa lama sama aku, kan?"
Freya mendengus, walau Arkan membaik tapi Freya sendiri tidak tega membiarkan Arkan sendiri di rumahnya. Arkan masih membutuhkan Freya untuk tetap di sampingnya, Richo jahat. Freya tidak mengenal Richo yang sekarang. Matanya buta, dia tidak bisa memilih teman yang akhirnya mengkhianati.