Chereads / THE JERK & PERVERT GIRL / Chapter 10 - A.10 DIRTY PARTY (21+)

Chapter 10 - A.10 DIRTY PARTY (21+)

Vincent melemparkan tubuhnya ke ruang VVIP kelab malam favoritnya setelah menunjukkan member card kepada petugas. Waitress sudah hapal apa yang Vincent minum saat lelaki itu melambaikan tangannya.

Vincent langsung melarikan diri ke kelab malam setelah menerima makian Bella di tengah jalan. Gadis itu nekat turun setelah berteriak-teriak memaki Vincent di dalam mobil. Semua orang pasti akan marah jika seseorang mengaku bahwa dirinya telah tidur dengannya. Tidak ada angin tidak ada hujan, Bella sangat jengkel kepada Vincent yang telah memamerkan kebohongan besar kepada teman-teman brengseknya. Apa kata orang-orang jika mereka mendengar dan mempercayai kebohongan yang Vincent sebarkan?

Di sisi lain, Vincent juga tidak menyangka kejadian di restoran tadi bakal terjadi. Lexa, salah satu wanita penghibur sebagaimana Geisha, ternyata ada di tempat mahal itu dan melabrak Bella yang tidak mengerti apa-apa. 

"Vincent, sudahlah. Kau sudah menenggak terlalu banyak minuman, itu tidak baik bagi tubuhmu," Lexa mengambil alih botol vodka di tangan Vincent.

"Kau menyusulku? Untuk apa?" Racau Vincent.

"Tentu saja karena aku khawatir padamu, Sayang," jawab Lexa sembari menyeka cairan yang meluber dari sudut bibir Vincent dengan tissue. 

Vincent menggeleng seperti anak kecil sedang merajuk, Ia sudah mabuk berat. Lexa tidak tahu harus bagaimana lagi, harapannya untuk bermalam dengan lelaki rupawan dan kaya raya itu harus kandas sudah. Padahal beberapa menit yang lalu Ia baru saja menyeringai senang saat mendapati mobil Vincent memasuki area kelab. Gadis udik yang Vincent bawa sudah aman.

"Hallo, Rell," Lexa mencoba menghubungi teman dekat yang biasa bersama Vincent di kelab.

"Ini siapa? Ada apa?" Sahut lelaki di seberang sana setengah berteriak. 

"Farell, Kau memang kebiasaan tidak menyimpan nomor. Ini aku, Lexa," gerutu Lexa.

"Oh, Kau rupanya, ada apa?" 

Terdengar dentuman musik yang lebih keras di seberang sana, Farell tampak enggan berpindah dari studionya.

"Vincent mabuk berat," keluh Lexa.

"Terus?" Tanggap Farell. Nada malas terdengar jelas dari mulutnya.

"Aku tidak bisa menolongnya," ucap Lexa.

"Lalu? Kau pikir aku pengasuhnya?"

"Farell, tolonglah," ujar Lexa setengah memohon.

"Aku tidak bisa, Kau tahukan aku sedang ada proyek besar? Sebentar lagi produksi musikku meluncur ke seluruh penjuru Asia Tenggara. Kau hubungi yang lain saja," tanggap Farell. 

"Yang lain siapa maksudmu?" Teriak Lexa dengan kesal.

"Tommy atau Gerry," jawab Farell singkat.

"Bell, Bella …." racau Vincent.

Lexa mematikan telepon dengan geram. Lelaki di sampingnya pun meracau tidak jelas seperti memanggil-manggil nama gadis tadi. Ia merasa risih ketika Vincent menyebut-nyebut nama Bella meski dalam keadaan tidak sadar. Rupanya memberitahukan bahwa Vincent mabuk kepada teman-teman laknat lelaki itu adalah hal yang tidak mungkin berhasil. 

Lexa sadar bahwa Vincent menyukai gadis itu sejak pertama kali Ia mendengar namanya dari mulut Vincent. Ia pun menepiskan rasa kecewanya karena hampir semua wanita di kelab ini pernah tidur dengan Vincent. Tetapi gadis itu? Ia bukan  anak kelab ini sepertinya. 

"Ger, Gerry. Di mana, Kau?" Ucap Lexa dengan berlagak semangat.

"Lembur di kantor," sahut Gerry singkat.

"Hai, aku sama Vincent di tempat biasa, kemarilah," ucapnya. Kali ini Lexa tidak akan memberitahu bahwa Vincent dalam keadaan mabuk berat. 

"Tunggu sebentar," ujar Gerry lalu mematikan telepon secara sepihak. 

Gemerlap lampu dan dentuman musik sudah menjadi makanan sehari-hari Lexa sebagai pemandu tamu di kelab malam. Seperti halnya wanita-wanita lain, Ia sangat senang jika mendapat klien seperti Vincent dan kawan-kawan. Pengusaha-pengusaha muda itu sedang dimabuk kebutuhan akan asupan kepuasan surga dunia. Uang yang mereka hamburkan juga tidak sedikit.

"Lexa?" Gerry muncul kurang sari sepuluh menit sejak Lexa menelponnya.

"Apa yang terjadi?" Gerry melihat Vincent terkapar bagai ikan asin di sofa.

"Vincent mabuk berat," jawab Lexa kesal.

Melihat berbotol-botol vodka berjajaran di meja, membuat perhatian Gerry teralihkan dengan cepat. Ia tidak lagi menatap Vincent si ikan asin, pikirannya melesat bersama ide gilanya. Ia menenggak sebotol sekaligus vodka pesanan Vincent. 

"Gerry?!" Pekik Lexa. Gerry mengabaikan teriakan wanita di depannya yang kesal.

"Sekarang Kau mau ikut mampus bersama Vincent? Dasar lelaki!" umpat Lexa.

Setelah menghabiskan satu botol vodka, tangan Gerry bergerak menelusuri wajah mulus wanita di depannya. Lexa beruntung Gerry masih dalam keadaan sadar meski tidak seratus persen. Ia hanya melayang.

Mendapati sapaan tangan Gerry, Lexa merespon dengan bijak, "Sebenarnya aku menginginkan Vincent, tapi berandal itu sedang tidak berpotensi. Jadi, mari kita bersenang-senang."

Wanita dengan gaun hitam dihiasi tebaran payet itu merangkak naik ke atas tubuh Gerry dengan lihai. Wajahnya Ia condongkan ke depan tepat di atas wajah sang lelaki. Aroma vodka menyeruak dari mulut Gerry, Leza mengabaikan itu karena tujuannya malam ini adalah memuaskan Gerry.

Lumatan lembut Lexa lakukan di bibir Gerry dengan penuh perhatian, tangannya meraba kemeja lelaki itu di bagian dada, memberikan  sensasi yang membangkitkan gairah dengan kelembutan gerakannya.

"Gerry, what do you want?" bisiknya sensual.

"Suck my dick, Bitch," Gerry merebut kontrol. Ia meraih tubuh Lexa dengan cepat dan menindihnya di lantai berkarpet. 

"As you wish, Sir," jawab Lexa sembari mengerlingkan matanya. 

Gerry kembali duduk di sofa dan melemparkan punggungnya di sandaran yang terasa empuk. Satu-satunya wanita sedang bersamanya meraba paha Gerry yang masih berbalut celana kain. Pusat perhatian Gerry seakan terpanggil mengikuti arah jari-jari wanita itu bergerak. Perlahan tapi pasti, Lexa berhasil membuka resleting celana Gerry.

Mau tak mau Lexa melakukan hal itu untuk Gerry meski sebenarnya Ia lebih menginginkan Vincent, karena Ia adalah pekerja di kelab.

Hampir setengah jam Lexa melakukan fellatio untuk Gerry tetapi lelaki itu tidak kunjung puas bahkan malah memintanya lebih.

"Vin cent," racaunya.

Gerry mengabaikan racauan Lexa yang terus memanggil-manggil Vincent. Gerry yakin lelaki itu tidak akan bangun dalam mabuknya kecuali disiram air es satu ember.

"Ger, please let me go home," ucap Lexa. Gerry tetap saja bersikeras meraih zipper dress hitam berkilap itu dan membukanya.

"Aku sedang tidak menginginkanmu sekarang," ucapnya.

"Oh, ayolah," ucap Gerry lagi.

"Aku menginginkan Vincent," tanggap Lexa. Ia kalap oleh pikirannya sendiri yang sudah melayang entah ke mana. Keduanya berhenti sejenak, tetapi kemudian Gerry menginginkan lagi.

"Gerry?" Tommy masuk dan mendapati ketiga anak manusia di ruang VVIP tempat mereka biasa berkumpul. Vincent tampak tidur nyenyak di sofa dengan rambut dan kemeja acak-acakan. Satu-satunya wanita itu sedang melakukan oral job kepada Gerry dengan gaun setengah terbuka. Sungguh beruntung lelaki paling brengsek di antara Ia dan teman-temannya -berempat, Gerry terlihat sangat menikmati malam ini. 

"Oh my God," desis Tommy.

***