"Kau mau ikut, Tom? Agh," racau Gerry.
"Tidak. Kalian menjijikkan," sahut Tommy.
"Ah, munafik Kau, Tom," tanggap Gerry.
Tommy menyandarkan punggungnya ke sofa dan meraih handphone di sakunya. Sembari tersenyum miring, Ia mengambil gambar Vincent yang sedang tidur nyenyak kemudian mengirimkannya ke Geisha. Tanpa menunggu balasan dari Geisha Ia memasukkan kembali handphone-nya ke saku laku mengambil sebotol vodka.
Setengah jam kemudian Geisha datang dan menggelengkan kepala kepada mereka berempat. Tommy dengan wajah seperti tidak berselera, mengabaikan Geisha begitu saja, sedangkan Gerry dan Lexa sibuk bergumul di depan mereka.
"Vincent, suamiku yang keempat, Kau kenapa, Sayang?" ucapnya sembari menyeka dahi Vincent yang berkeringat dengan tissue.
Tommy memutar bola mata dengan malas melihat tingkah laku wanita yang gosipnya sedang disewa Vincent dalam beberapa waktu. Geisha memang cantik dan memiliki daya pikat yang tinggi di mata setiap lelaki yang melihatnya. Tommy menepiskan pikiran tidak bergunanya, di mana-mana wanita hiburan malam memang memiliki daya pikat yang baik, bukan hanya Geisha ataupun Lexa.
Tubuh Vincent mulai menggeliat, Ia siuman dari mabuknya. "Ah, di mana ini?" racaunya.
"Di alam kubur," celetuk Tommy jijik.
"Sssh, Kau bersamaku, Sayang," ucap Geisha.
Geisha mengambil air putih dan menyodorkannya ke Vincent. Lelaki itu meneguknya rakus bagai satu hari tidak menyentuh air. Pandangan Vincent masih buram dan berputar-putar, tubuhnya terasa sangat ringan seperti sedang melayang, Ia bersendawa keras sekali dan membuat Gerry jengkel.
"Berisik sekali Kau, Vin," ucap Lexa.
"Hei, Lexa. Konsentrasi saja pada lelakimu," tanggap Geisha.
Tommy tertawa, "Jangan-jangan yang Kau pikirkan Vincent bukannya Gerry, Lex. Kasihan sekali Gerry."
Geisha ikut tertawa mendengar ucapan Tommy. Tangannya mulai nakal dengan menggerayangi kemeja Vincent, sepuluh menit kemudian lelaki di tangannya sudah bertelanjang dada. Ia menggigit-gigit kecil dada bidang yang berambut itu bersama godaan gilanya. Vincent semakin tidak berdaya oleh sentuhan-sentuhan yang Geisha berikan melalui ujung jemarinya.
"Bella, agh," racau Vincent.
"Bella? Anak ingusan itu? Bukan, ini aku Geisha, Vin," ujar Geisha menahan emosinya. Ia mengingatkan diri bahwa dirinya sedang melayani klien.
Dalam kondisi setengah sadar itu, Vincent menyebut nama Bella beberapa kali. Lexa yang melihat Geisha juga mengalami hal yang sama seperti dirinya, menyeringai puas. Dirinya tak mendapatkan Vincent malam ini begitu pula Geisha.
Diakui atau tidak Vincent menyukai Bella, tetapi untuk apa? Hidup Vincent sudah ditentukan oleh kedua orangtuanya termasuk perjodohan. Suka atau tidak, Vincent harus mengikuti perjodohan kedua orangtuanya jika tidak mau didepak dari silsilah keluarga. Masalah perempuan untuk ditiduri sepuasnya seperti malam ini, Ia bebas memilih dan mendapatkannya tanpa ada ikatan apapun.
Kesadaran Vincent mulai kembali sepenuhnya seiring dengan usaha keras yang dilakukan Geisha, perempuan itu terus memberikan rangsangan menyenangkan kepada Vincent. Ia mengerang saat rambut panjangnya ditarik oleh Vincent, lalu sekarang posisinya berbalik menjadi di bawah Vincent.
Kecupan-kecupan intens mendarat di dada Geisha tanpa bisa ditolak, kedua tangannya terpatri oleh tekanan telapak tangan Vincent yang besar. Ia mengerang dan mendesah-desah saat Vincent berganti mendominasi permainan. Lelakinya telah kembali padanya.
Malam bertambah panas ketika Tommy juga bermain dengan sejumlah wanita lain di ruangan yang sama. Aroma peluh dan alkohol bercampur menjadi satu, desahan dan erangan tak bisa diredam oleh suara musik kelab yang terhalang oleh pintu ruangan VVIP mereka.
"Bagaimana Vin, lebih enak bersama Geisha atau Lexa?" ledek Tommy membuat Vincent mendesis sebal.
"Semua wanita punya rasa yang berbeda, tergantung bagaimana cara menikmatinya," jawab Vincent. "Apa Kau tidak bisa merasakan sesuatu hingga harus pesan lebih dari satu, Tom?"
"Ahahaha, aku punya selera harem, Vin," kelakar Tommy.
"Ah, omong kosong," gumam Vincent menanggapi ucapan Tommy.
Vincent mengerti jika Tommy tidak bisa merasakan puncak kesenangannya dan hanya berusaha sekeras mungkin dengan berbagai percobaan. Kini Tommy sedang mencoba threesome ataupun foursome sekaligus obgyn bersama kedua temannya.
Geisha yang merasa dibandingkan dengan Lexa sedikit tersinggung, dengan cara yang anggun Ia ingin menunjukkan bahwa Ia adalah yang terbaik untuk Vincent. "Kau mau mencicipi Lexa, Vin?" ucapnya dengan menutupi keraguannya, pasalnya Lexa juga menyukai Vincent.
"Uhmm, aku sudah lelah," jawab Lexa. Gerry tertawa mendengarnya.
"Meskipun Kau terus-terusan berfantas bersama Vincent tetapi faktanya hanya aku yang bisa membuatmu kewalahan dalam puncakmu, Lex," ujar Gerry.
"Vincent juga bisa. Iya, kan Vin?" sanggah Lexa.
"Aku punya ide baru," celetuk Vincent.
"Bagaimana kalau kita swing pasangan malam ini, tiga estafet."
"Oke," Tommy mematikan cerutunya.
"Kau berani bertaruh, Tom?" tanya Gerry.
"Hei, harusnya aku yang bertanya padamu. Apa Kau masih punya cukup tenaga untuk melakukannya lagi, Kau nonstop dengan Lexa," tanggap Tommy.
Semalaman penuh mereka bersenang-senang di kelab hingga diusir karena membuat keributan. Tommy yang memiliki kesadaran paling penuh, menyewa hotel dan membawa teman-temannya ke situ. Bukan salah Lexa ataupun Geisha jika mereka sampai diusir karena yang memulai pesta kotor itu sebenarnya Vincent sendiri.
Semua ini adalah buntut dari acara makan malam dengan Bella yang berakhir berantakan beberapa jam lalu. Andaikan Lexa tidak memergoki mereka dan tidak menunjukkan mulut tajamnya, Vincent pasti baik-baik saja. Citra Vincent di depan Bella pun semakin buruk hingga Vincent merasa terhina oleh situasi ini.
President suite hotel yang dipesan Tommy cukup membuat mereka nyaman untuk beristirahat setelah menikmati pergumulan liar di kelab. Lebih beruntungnya, hari ini masih masuk akhir pekan hingga mereka tidak perlu repot-repot bangun pagi dan ke kantor dengan tergesa-gesa.
Geisha menggeliat sembari menguap saat ruangan mulai diterpa sinar kekuningan dari luar jendela. Lexa memutuskan untuk merapatkan selimutnya kembali dan mengabaikan gerakan Geisha di sebelahnya. Sedangkan semua lelaki yang bersama mereka sudah bangun dan sibuk dengan seduhan kopinya.
Aroma kopi yang diseruput pelan-pelan menyeruak dan membangunkan Geisha. Perempuan itu meraih handphone-nya dan memeriksa agenda hari ini. Jemarinya bergerak ke sana kemari dan tidak tahan untuk membuka fitur media sosial.
"Lihatlah, Vin. Kau viral," pekik Geisha.
"Viral kenapa?" tanya Lexa penasaran. Dengan masih mengucek matanya, Ia meraih handphone Geisha.
Gerry dan Tommy yang malas membahas dunia pergosipan tetapi ingin tahu apa yang viral dari Vincent ikut menengok ke layar handphone Geisha. Gerry semangat ketika Ia tahu telah memiliki bahan bully-an lagi untuk Vincent. Tommy tertawa terbahak-bahak pada apa yang sedang terjadi di media sosial.
"Mampus Kau, Vin. Mampus," ucap Tommy sambil tertawa.
"Sialan. Diam Kau, Tom!" Vincent marah besar dan melemparkan sepatunya ke sembarang arah.
"Oh, di mana-mana sedang membicarakanmu, Vin," ujar Gerry.
Geisha dan Lexa terkikik membaca komentar-komentar orang.
"Geisha, tutup handphone-mu!" ucap Vincent.
"Orangtuamu pasti illfeel," celetuk Lexa menambah bara emosi Vincent.
***