Ruangan Vincent yang dingin membuat Bella semakin merinding, hati kecilnya merasa takut tetapi otaknya dengan keras menolak dan melawan apapun yang Vincent lakukan kepadanya. Ia tidak boleh gentar, Ia harus melawan. Sudah cukup Vincent memperlakukannya dengan sangat hina selama ini, Ia tidak mau semakin hancur dan terluka.
Meremas dada perempuan tanpa adanya persetujuan adalah wujud pelecehan seksual, Bella naik pitam hingga tangannya refleks bertindak. Dan Ia sungguh tidak menyesal, Vincent harus diberi pelajaran.
"Sebelumnya aku akan mengucapkan terima kasih karena berkat usahamu aku bisa mengencani juga meniduri banyak perempuan cantik," ujar Vincent membuka suara setelah beberapa detik hening.
Rupanya tamparan tangan Bella terlalu kecil untuk Vincent rasakan, lelaki itu masih bisa bersuara dengan nyaman. Bahkan Ia mengapresiasi gadis itu dalam membantu kegiatan bejatnya.
"Anda akan menanggung dosa atas semua yang Anda lakukan, Pak. Ingat, hukum karma pasti berlaku," desis Bella dengan suara lirih menahan amarah. Vincent tertawa mendengarnya, membuat gadis itu semakin jengkel.
"Saya tahu Anda sudah merasa berdosa, tetapi sayangnya Anda terlalu bebal dan nekat. Anda memecat karyawan yang membicarakan Anda di belakang karena mereka sudah tahu tabiat Anda yang sebenarnya, kan?" ucap Bella.
"Sayangnya dugaanmu salah, Bella," tanggap Vincent.
"Aku justru memanggilmu ke sini untuk membicarakan semua ini, termasuk alasanku menyingkirkan mulut-mulut busuk itu," ujar Vincent.
Bella tertawa miring tidak percaya, Vincent hanya berdalih dengan semua ini. Lelaki pemabuk itu pasti sudah gila jika Ia membiarkan namanya tercemar begitu saja, karena itu sama saja Ia mempertaruhkan jiwa dan raganya.
"Kau tidak tahu mengapa mereka berbisik-bisik menyebut namamu hari ini?" ujar Vincent.
"Saya tidak peduli," sahut Bella. "Kalaupun mereka iri dengan karir saya yang melejit pesat, seharusnya itu menjadi motivasi mereka untuk belajar dengan cepat," ketus Bella.
Vincent tertawa terbahak-bahak, "Dasar anak sombong. Tidak punya pikiran terbuka kamu ini, ya?"
"Bella, mereka bukan membicarakan prestasimu, mereka sedang menggosipimu kalau kamu kupu-kupu hidung belang. Eh, apa itu namanya, wanita malam?" Vincent berlagak mengerutkan dahinya, menyipitkan pandangannya.
Bella terbelalak tidak percaya, "Bagaimana bisa, Pak?"
"Mana saya tahu," Vincent mengedikkan bahu sembari menampilkan ekspresi yang paling menyebalkan lagi.
Bella terpaku di tempat, bagaimana bisa perempuan-perempuan di kantor ini membicarakan dirinya dengan tuduhan hina itu? Bagaimana bisa, sedangkan mereka tidak saling kenal. Bella hanya kenal beberapa orang di divisi pengadaan barang dan aset karena dua bulan ditempatkan di divisi itu dan ketiga sekretaris Vincent.
Bibirnya bergetar, matanya nanar mendengar fakta bahwa ternyata hal yang sangat menjijikkanlah yang terlintas di kepala mereka akan dirinya. Bella tidak terima itu. Itu tidak benar!
"Tenang saja, aku akan mencari tahu siapa yang memulai gosip ini, lalu menyingkirkan dan membereskannya, jika kau memang perempuan baik-baik," ucap Vincent.
Tentu saja Bella sedikit lega mendengarnya, pada nyatanya Ia bukanlah wanita malam seperti yang orang-orang bicarakan.
"Terima kasih, Pak," ucapnya singkat. Ia tidak tahu harus berkata apa lagi. Aliran oksigennya menuju otak seperti berhenti sekarang.
"Tapi jika ternyata Kau sebaliknya, maka Kau akan tahu risikonya," lanjut Vincent.
"Kau mengakui bahwa dirimu perempuan suci, bukan?" seringai Vincent.
"Maksud saya bukan begitu, Pak. Saya hanya menolak tuduhan yang semestinya tidak ditujukan kepada saya," ucap Bella. Vincent memutar bola mata mendengar ucapan Bella.
Hari ini bagai hari kiamat bagi Bella, harga dirinya telah diacak-acak secara brutal di tempat Ia mengais rejeki. Rasanya sakit sekali, apakah seperti ini kejamnya drama di dunia kerja? Sikut menyikut tak peduli dilakukan kepada orang lain meskipun dengan cara yang sangat keji. Bella sangat terjatuh, ulu hatinya terasa nyeri. Teman-teman satu kantornya memfitnahnya habis-habisan.
Sekembalinya Chelsea, Keilla, dan Virra dari kafetaria kantor, suasana semakin menggerahkan. Ketiga perempuan itu diam membisu seperti menyimpan sesuatu. Mungkinkah ketiga perempuan itu sudah mendengarnya? Mungkin saja, mereka telah pergi ke kafetaria, tempat para karyawan-karyawan bertemu satu sama lain dan mengobrol sembari mengisi perut.
Bella melanjutkan pekerjaannya meski dengan perasaan hancur, Ia menunggu sampai jam pulang tiba. Jika hari sebelumnya Ia menunggu jam pulang dengan gusar karena akan bertemu lelaki pujaannya. Maka sekarang justru kebalikannya. Bella panik, Ia tidak berani menoleh kepada siapapun yang bersamanya. Ketiga teman kerjanya sekarang bagai hantu yang mengerikan di mata Bella.
Seusai jam pulang tiba, keempat sekretaris Vincent berpisah tanpa ucapan apapun. Sungguh ganjil karena biasanya mereka suka berlama-lama mengobrol setelah jam kerja habis. Bella pun langsung menuruni tangga manual bukan lift seperti biasanya. Ia menuju toilet yang kebetulan masih sepi.
Saat Ia buang air di dalam bilik, tanpa sengaja Ia mendengar namanya disebut-sebut lagi. Tetapi sekarang jauh lebih jelas. Perempuan-perempuan di kantor ini memang gila gosip, tak peduli di manapun mereka berada.
"Iya, jadi katanya, Beliau menyebut-nyebut nama Bella pas, ekhm sama si itu."
Bella hampir tersedak saliva sendiri, untungnya Ia bisa menahannya. Jadi, saat Vincent melakukannya semalam, Ia menyebut namanya? Apakah lelaki itu mabuk? Sialan!
Bella mengutuk dalam hati, pantas saja mereka mengira dirinya adalah kupu-kupu langganan Vincent. Kurang ajar sekali memang lelaki itu. Kakinya terasa lemas seperti jelly, Ia bahkan merasa lebih baik untuk tidak keluar dari toilet saja. Tapi apa gunanya? Mulut-mulut dan telinga itu tetap akan bekerja semestinya, menggaungkan namanya dengan sangat hina.
Bella menahan emosi keluar dari gedung neraka yang menjulang tinggi, mengabaikan tatapan sinis dari orang-orang yang melihatnya. Lalu Ia memesan taxi agar cepat sampai kost dan tidak perlu berjalan menahan gondokan di dadanya. Bella tak kuasa menahan air mata yang bermuara di pelupuk matanya. Hari ini Ia sudah menangis, apakah Ia harus menangis lagi? Mengapa hidup ini sangat tidak adil?
Dirinya adalah perempuan yang dirampas haknya untuk berkarya dengan aman dan nyaman. Lelaki itu telah merampasnya, juga telah menghancurkan harga dirinya. Ia mengutuk Vincent yang telah dengan sembarangan menyebut namanya.
Mengapa harus namanya yang Ia sebut saat bercinta dengan orang lain? Itu karena Vincent mabuk. Tapi mengapa harus mabuk? Bella menggelengkan kepala. Sedang mabuk ataupun tidak, Vincent tidak seharusnya menyebut namanya. Tidak ada hak untuk membawa-bawa namanya di hadapan orang lain, apalagi jika sedang melakukan hal yang sangat pribadi.
Bella benar-benar bingung kepada Vincent. Sebenarnya ada apa dengan lelaki itu? Lelaki itu sebenarnya bodoh, tapi sulit ditebak dan sering di luar dugaan.
Bella tertidur bersama air mata yang mengalir, lalu terjaga oleh suara berisik anak-anak kost yang pulang tengah malam. Kelopak matanya sembab, tetapi bukan Bella jika bangun tidur tidak membuka handphone.
"PHK Massal di Menara Gading Sidomuktiningjaya"
Bunyi judul itu membuatnya terperanjat, sekitar satu jam lalu berita yang sangat mencengangkan rilis. Beratus-ratus karyawan Vincent di-PHK tiga jam setelah jam kantor hari ini berakhir. Keputusan yang cukup kejam. Tanpa ada aba-aba apapun, ratusan karyawan itu ditendang paksa dari tempatnya bekerja. Vincent benar-benar kejam. Tetapi anehnya semua itu sudah mendapat persetujuan seluruh dewan direksi.
Bella termenung. Mengapa Vincent melakukan ini? Apakah ucapannya tadi siang serius? Jadi mereka dipecat karena membicarakan dirinya? Membicarakan dirinya pasti juga membicarakan Vincent, mungkin itulah penyebabnya.
Beberapa menit kemudian Ia terpikir, semoga dirinya tidak termasuk yang dipecat. Bisa saja kena pecat karena Ia biang dari semua ini.
***