Chereads / THE JERK & PERVERT GIRL / Chapter 2 - A.2 ARABELLA

Chapter 2 - A.2 ARABELLA

Arabella memeriksa potongan rambut yang sudah dipoles oleh Alanis. Besok pagi Ia harus tampil prima karena Ia akan melakukan wawancara kerja. Semenjak lima belas kali gagal di babak seleksi administrasi, akhirnya kali ini Ia mendapat panggilan tes wawancara di sebuah perusahaan multinasional.

Satu kontrakan dibuat sibuk olehnya hanya demi melewati hari paling mendebarkan ini. Arabella telah menjadi pengangguran terkenal tingkat satu komplek kontrakan yang Ia tempati sejak kuliah. Semenjak mendapat telepon konfirmasi dari Divisi HRD Sidomuktiningjaya Group, Ia rajin merecoki teman-teman kontrakan untuk membantunya latihan wawancara.

"Nis, kok ini kurang ya?" Ucapnya saat menemukan sehelai rambut yang tertinggal. Alanis segera meneliti bagian yang ditunjuk Bella. 

Rambut Bella dipotong menjadi sepuluh cm di bawah leher, sebelumnya Bella membiarkan rambutnya panjang menjuntai sampai ke bokong. Tapi Alanis bersikukuh dengan keyakinannya bahwa itu kurang rapi dan kemungkinan akan mengurangi nilai. Kalaupun mau Bella harus menyanggul rambutnya sekalian, tapi Bella justru tidak percaya diri dengan tampilannya jika rambutnya disanggul.

"Aku kok nggak berminat buat ambil posisi itu, ya," tiba-tiba Bella ragu-ragu dengan minatnya. Sebelumnya Ia sangat menginginkan posisi itu, sekretaris. Bahkan jika tidak bisa, Ia mau ditempatkan di posisi apa saja asalkan dapat pekerjaan.

"Bella, kamu itu udah lima belas kali ngajuin lamaran. Ini saatnya kamu maju, jangan nyerah, donk," tanggap Alanis.

Alanis yang dimintai tolong oleh teman satu kontrakannya yang super ribet dan moody, harus mengerahkan hati, tenaga, dan pikiran agar Bella tidak mundur. 

"Sudah rapi, Bell," ucap Alanis.

"Makasih," jawab Bella.

Pagi-pagi sekali, Bella sudah bangun. Tepat jam lima pagi Ia bergegas mandi, sedangkan jadwal wawancaranya masih empat jam lagi. Alanis membantunya merapikan eyeliner saat Ia merasa kurang puas melihat riasan Bella.

"Rilekslah, Bell. Kau sudah belajar berminggu-minggu," ujar Alanis.

"Tetap saja aku grogi, Nis," tanggap Bella. Bahkan untuk mengambil makanan saja tangannya bergetar hebat.

"Kau punya kekuatan yang belum Kau sadari. Percayalah, Kau pasti bisa. Semangat," Alanis mengulangi mantranya.

Degup jantung Bella bertambah kencang saat Ia menenteng tas laptop ke luar kontrakan. Kantor kerja yang Ia lamar tak jauh dari kontrakannya, maka dari itu Ia mengikuti saran Alanis untuk jalan kaki saja. 

Gila! Dua puluh menit jalan kaki, Alanis bilang dekat? Sesekali Bella membuka tampilan Google Map untuk memastikan dirinya tidak nyasar.

Saat Ia menyeberang di sebuah jalan besar melewati zebra cross, tiba-tiba seseorang menyergapnya dan ….

"Aaa tolooong …." Bella berteriak ketika tiba-tiba ada pangeran yang menciumnya pipinya di bawah tiang lampu lalu lintas.

Suara tawa meledak dari dalam sebuah mobil yang kaca jendelanya diturunkan. Lelaki dengan rambutnya awut-awutan yang tadi mencium pipinya, memasuki mobil itu. Mereka adalah komplotan lelaki sontoloyo yang pekerjaannya hanya membuat onar di masyarakat. 

"Lihat saja, nanti kalian bakal viral," desis Bella.

Pagi ini sangat membuat suasana hati Bella hancur tidak karuan, bagaimana bisa rombongan yang mengendarai mobil mewah itu tiba-tiba melecehkannya di tempat umum. Tambah lagi, tidak ada yang menolongnya sama sekali pagi itu. Ia menangis lahir batin karena harga dirinya dihancurkan oleh orang tak dikenal.

Diacak-acaknya rambutnya yang sudah rapi, maskaranya luntur dan membuat pipinya hitam oleh cairan. Bella benar-benar bingung, Ia tidak tahu lagu bagaimana caranya mengembalikan mood dan harga dirinya yang sudah hancur berkeping-keping. Satu-satunya tindakan yang Ia tahu adalah menelpon Alanis.

Bella mendudukkan diri di depan pertokoan yang masih tutup, lalu lalang kendaraan di depannya sangat padat. Jam sudah menunjukkan angka 07.31 saat Ia mulai menelpon Alanis. 

"Hallo, Bell?"

"Nis," suara Bella terdengar terisak.

"Kamu kenapa, kamu nangis?" Di seberang sana, Alanis mendekatkan handphone-nya ke telinga.

"Aku dicium sama orang, di tengah jalan," akhirnya Bella menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

"Hah?! Kok bisa?" 

"Nggak tahu," jawab Bella sekenanya.

"Tapi kamu nggak apa-apa?" tanya Alanis khawatir. 

"Nggak apa-apa," jawabnya. 

"Oke, syukurlah. Aku baru saja sampai kantor, nanti kalau Kau perlu kujemput, langsung telepon lagi," ucap Alanis.

Bella memang merasa dirinya tidak mendapat luka sedikitpun. Tapi perasaannya sangat hancur, Ia sangat malu. Andaikan mobil itu bisa Ia buru tadi, Ia akan mendorongnya hingga jatuh ke dalam jurang. Tapi sia-sia karena itu hanya khayalannya saja.

Ia menarik nafas, menghembuskannya perlahan, dan berusaha membuat senggukannya reda. Setelah dirasa cukup, Ia mengambil cermin kecil di tasnya dan menghapus maskara yang meluber sampai ke pipi. Bella menekadkan diri untuk melanjutkan perjalanan sampai kantor tujuan.

Sesampainya di kantor yang berdiri megah menjulang tinggi hingga membuat Bella harus mendongakkan kepala untuk melihat ujungnya, Ia bertanya kepada resepsionis yang kemudian mengarahkannya ke ruang tunggu seleksi calon karyawan. Para peserta lain yang juga lolos seleksi berkas sudah datang beberapa.

Bella menunggu gilirannya dipanggil memasuki ruangan wawancara. Suasana hatinya sudah tidak karuan, tapi Ia harus melewati hari ini setidaknya agar memiliki pengalaman tes wawancara secara langsung. Sesuai pengarahan petugas, seleksi wawancara akan melalui dua tahap, peserta yang lolos di tahap pertama akan maju ke tahap kedua. 

Ada beberapa orang yang melamar sebagai sekretaris, padahal lowongan untuk pekerjaan ini hanya dua orang saja. Satu untuk posisi sekretaris di bidang personalia, dan satu lagi sekretaris di bidang pengadaan barang dan aset perusahaan.

Sebenarnya Bella bukan lulusan Jurusan Kesekretariatan, tetapi Manajemen. Hanya saja, Ia belum memiliki pengalaman bekerja sama sekali sedangkan lowongan yang pas dengan jurusannya harus memiliki pengalaman bekerja minimal satu tahun. 

"Zhavia Arabella."

Akhirnya Ia dipanggil, Ia berdoa singkat sebelum beranjak dari tempat duduk. 

"Kau melamar posisi sekretaris, padahal ada posisi yang lebih bonafit dan linier dengan jurusanmu," ucap ibu-ibu pewawancara.

"Iya, Bu. Karena kualifikasi saya lebih sesuai dengan posisi tersebut dari pada posisi staf manajemen," jawab Arabella sekenanya. Padahal Ia sudah bermnggu-minggu belajar menjawab dengan benar dan santun.

"Lho, kenapa?" Staf HRD tersebut melontarkan pertanyaan atas jawaban Bella.

"Karena saya belum memiliki pengalaman bekerja," jawab Bella mulai gugup.

"Oh, fresh graduate. Saya periksa lagi ya, motivation letter-nya," ucap pewawancara sembari mengeluarkan isi map coklat milik Bella.

"Baik, Bu," jawab Bella.

Lihat? Bella berhasil melewati wawancara hari ini meski dengan jawaban yang pas-pasan dan sangat spontan. Ia menghela nafas lega saat keluar ruangan, diterima ataupun tidak itu urusan nanti. Yang terpenting bagi Balla sekarang adalah menenangkan diri setelah melewati hari yang sulit. Andai saja kejadian tadi pagi tidak terjadi, mungkin suasana hatinya lebih baik. Tapi Ia tidak bisa menolak takdir. Ia hanya berjanji akan membalas perbuatan orang tersebut jika bertemu.

Para peserta yang lolos dipanggil lagi oleh petugas dan disilakan masuk ke ruangan lain, yang belum beruntung dibolehkan pulang. Bella tidak menyangka bahwa dirinya masuk ke dalam kelompok yang lolos ke tahap berikutnya. 

Sekarang Ia membuka pintu calon atasannya yang akan memberikan tes secara langsung. Tak lupa Ia mengetuk pintunya terlebih dahulu, itu ajaran Alanis. Saat Ia membuka pintu sosok itu kembali menghantuinya. 

'Sepertinya aku pernah lihat orang itu, tapi di mana?' Bella bicara di dalam hati ketika berdiri di ambang pintu. Lelaki itu sedang mengamati layar monitor di depannya.

Oh, astaga! Lelaki itu yang tadi pagi menciumnya di tengah jalan. Apakah Ia tidak keliru? Mungkinkah orang itu hanya mirip saja? Bella membelalakkan matanya dan saat itu juga pandangan mereka bertemu.

***