"Jadi, haruskah aku memanggilmu pak produser sekarang?" Cantika menurunkan kacamata hitamnya. Matanya yang besar bersinar seperti permata hitam, tatapannya penuh dengan godaan.
Dirga mengundangnya ke cafe untuk minum teh, tetapi dia memilih tempat duduk di luar ruangan. Ada banyak orang yang datang dan pergi di tempat yang langsung mengarah pada jalan umum tersebut. Jadi, Cantika harus memakai kacamata hitam agar tidak dikenali.
Cafe ini terlihat sangat unik. Ada kombinasi dari dua budaya, yaitu Indonesia dan Barat. Pelayanannya ramah dan cepat. Menunya beragam. Selain itu, harganya yang terjangkau. Cafe semacam ini sangat disukai oleh warga biasa. Dengan banyaknya jumlah pengunjung cafe ini, bintang besar seperti Cantika tidak bisa terlalu sering pergi ke tempat ini.
"Aku adalah rakyat jelata sekarang." Dirga bersandar dengan nyaman di kursi dengan cangkir teh yang berada di meja di depannya.
Cantika sedikit terkejut, "Jembatan Imaji tidak memberi upah padamu?"