Sepanjang perjalanan Alana menuju ke dalam rumah. Pikirannya melayang ke mana-mana. Lebih tepatnya, ke hubungan dirinya, bersama dengan Dwika. Jika memang, keluarga Dwika seperti itu. Alana semakin yakin, jika dirinya, tak akan mungkin memiliki Dwika, seutuhnya.
Selama ini, Alana sudah berjuang mati-matian, untuk dapat memiliki Dwika. Bahkan, Alana sampai harus menjebak Dwika, agar dirinya, mau menikahi Alana.
"Mama pulang!" ucap seorang anak kecil, yang berlari menuju Alana.
Padahal, malam ini sudah lebih dari pukul sembilan. Tapi anaknya, Rayhan. Masih betah terjaga, dan ceria menyambut Alana. "Halo jagoan? kok belum tidur?" tanya Alana, sambil memeluk tubuh munggil anaknya.
"Rayhan, kangen Papa, Ma?" Rayhan mengadu ke Alana, dengan wajah sedihnya.
"Emang, sekangen apa, Rayhan sama Papa?"
"Sekangen Rayhan sama Mama."