Chereads / Cinta ini tumbuh demi kalian. / Chapter 14 - 14. Resepsi

Chapter 14 - 14. Resepsi

Balutan gaun pengantin yang anggun dan menawan membuat Lita sungguh tampil bak ratu yang cantik rupawan. Namun, hal itu tak lantas membuat suatu perubahan besar pada pemikiran Robby. Tetap saja Robby membenci Lita yang tak ikut andil dalam penghianatan yang dilakukan oleh Sabrina.

Robby dan Lita berjalan dan mulai menempati pelaminan. Sesekali mereka saling melempar senyum palsu yang epic. Beberapa kali mereka juga saling berpose romantis layaknya pengantin baru.

Kakek mengundang banyak kolega pentingnya dari kalangan dokter hingga pengusaha. Dengan rapi kakek membalut asal usul Lita agar terlihat baik. Namun kakek berkata jujur kepada mereka dan tanpa menutup nutupi sama sekali jika Lita adalah seorang yang berasal dari kalangan biasa.

Apa yang di ungkapkan kakek malah menambah nilai posolitif untuk keluarga mereka. Sejumlah media yang hadir meliput dan ada beberapa produser yang menawarkan kerja sama untuk wawancara eksklusif di kediaman Robby dan Lita. Kakek menyetujuinya begitu saja sebelum Lita dan Robby mengiyakan. Bagi kakek, itu adalah kesempatan agar mereka semakin akrab satu sama lain.

Resepsi pernikahan berjalan dengan lancar tanpa kendala. Hingga malam pun tiba, tamu undangan satu persatu mulai pergi meninggalkan acara. Lita duduk di kursi pelaminan sambil memijat betisnya yang lelah karena seharian berdiri. Leo yang melihat Lita langsung menghampirinya.

Lita tersenyum manis saat melihat kedatangan Leo. Namun semua itu buyar seketika kala Robby dengan tiba tiba datang dan berjalan tepat di depan Leo, dan Lita pun langsung kehilangan senyumnya.

"Sakit sekali, kakiku lecet rupanya." Ucap Lita yang berjalan sambil menjinjing heelsnya.

"Kampungan!" Seru Robby saat mereka berpapasan.

"makasih!" Jawab Lita sambil terus berjalan dan tanpa menghiraukan Robby.

"Apa, makasih?" gumam Robby yang kemudian berbalik dan berjalan lebih cepat.

Robby lalu menarik tangan Lita kuat dan membawanya masuk kedalam ruang make up. Lita hanya ikut tanpa perlawanan.

"Robby, kemarilah sebentar." Kata Elfa yang berdiri di depan pintu ruang make up.

"Ada apa ma?" Tanya Robby.

"Ini untuk kalian, ini malam pertama kalian kan? Enjoy ya!" Kata mama Elfa sambil tersenyum simpul.

"Apasih mama ini." Keluh Robby antara malu dan kesal.

"Yang semangat ya, mama sudah tidak sabar ingin menggendong cucu."

"Mama percaya kok sama menantu pilihan kakek ini." Goda Mama Elfa sambil mengedipkan matanya kepada Lita.

Lita hanya tersenyum simpul, sementara Robby terlihat kikuk lalu mendengus kesal.

*Ibunya pun bersikap baik. Tapi kenapa dia jauh berbeda.*Batin Lita saat menatap Mama Elfa.

Mama Elfa memberikan kepada mereka di gelas jus jeruk dan menyodorkannya kepada Lita. Tanpa ragu Lita menerimanya dengan senang hati. Robby berjalan meninggalkan mereka dengan angkuhnya.

Lita masuk kedalam ruang make up, sedang Robby sudah berada di sana dan sudah bertelanjang dada. Lita gugup bercampur kaget lalu masuk sambil menunduk dan meletakkan nampan jus jeruk di atas meja.

Perasaan mau itu menyusup membaur bersama kebingungan dan Lita menjadi kikuk bahkan hanya sekedar untuk menyapa. Lita kemudian mulai menghapus make up tebalnya dan mengurai rambutnya sebelum akhirnya dia berganti baju. Robby menenggak satu gelas jus buatan Mamanya tanpa ragu lalu kemudian pergi menuju ke kamar yang sudah di pesan untuk mereka di hotel yang berada di sebelah gedung pernikahan.

"Heran, kan banyak hotel yang lain. Tapi kenapa aku malah mendapat hadiah untuk menginap di hotel ini. Mama, mama." Gumam Robby sambil berjalan dan mengamati voucher menginap yang di berikan kepadanya.

Lita berjalan dengan tergesa gesa menyusul langkah kaki Robby yang teramat cepat menurutnya. Nafas Lita terengah engah karena setengah berlari untuk menghampiri Robby. Tubuh Robby yang lebih tinggi membuat langkahnya juga menjadi lebar. Sedang lita, dengan tubuh mungilnya harus berusaha keras mengimbangi langkah cepat suaminya.

"Tunggu!" Seru Lita di belakang Robby.

"Cepat kura kura. Aku sudah lelah!" Sahut Robby cuek.

"Kura kura, ah. Terserahlah, yang terpenting aku tidak ketinggalan." Gumam Lita sambil berlari kecil menyusul Robby.

Mata Robby melirik kaki Lita yang saat ini hanya mengenakan sandal jepit. Robby tersenyum sinis sebelum mulai mengejek lagi istrinya.

"Gimana, sudah enakan kakinya?" Tanya Robby perlahan.

"Iya." Jawab Lita singkat.

"Enak dong!, orang kampung sih. Kalau pakai sepatu ya gitu, banyak keluhan. Sukanya pakai sandal. Hahahaha!" ledek Robby sambil menatap sinis Lita.

*Kenapa mulutnya sangat mudah menghina aku sih? Iya aku sadar kasta kita tidak sama dan aku melakukan semua ini hanya semata mata karena ibuku.* Batin Lita sambil mengusap air matanya.

Sampailah mereka di kamar hotel yang di tuju. Saat membuka pintu, sudah ada dua koper pakaian berjajar rapi di samping lemari pakaian. Tertempel sebuah note kuning di atasnya.

[ jangan pulang sebelum berhasil ya. Berikan mama cucu!]

isi note yang ternyata di tulis oleh Mama Elfa. Ya untuk hadiah bulan madu, semua merupakan pilihan dari Mama Elfa. Mama Elfa juga menugaskan Leo untuk siap siaga mengawasi mereka jika saja Robby menindas Lita. Pengawasan telah Mama Elfa pasrahkan kepada Leo.

Bersamaan dengan itu. Kondisi kakek malam itu semakin memburuk. Kakek dilarikan kerumah sakit tanpa sepengetahuan Robby dan Lita. Monic dan Mama Elfa menunggui kakek di rumah sakit.

Dalam keadaan berbaring dan lemah. Kakek Agus menceritakan semuanya kepada Elfa dan Monic perihal keadaan ibu Lita yang masing terbaring koma. Mengucurkan air mata dari pelupuk mata Mama Elfa. Tak bisa membayangkan jika menantunya mengalami keadaan sulit dan penuh tekanan seperti itu. Apalagi di tambah dengan menghadapi sikap Robby yang penuh arogansi.

Dalam keluarga mereka memang Robby lah yang paling berwatak keras yang menurun dari ayahnya. Ayah Robby telah lama meninggal dunia. Kematiannya masih menyisakan banyak rahasia. Kecelakaan yang terkesan seperti di sabotase. Namun semua bukti hangus terbakar bersama mobil yang meledak dan hancur tak bersisa hanya menyisakan abu dan jenazah Ayah Robby yang bernama Julian. Semua masih utuh, lengkap dengan tanda pengenal hanya saja mayatnya tak bisa di kenali karena sudah hangus terbakar.

Kecelakaan itu terjadi ketika Robby masih duduk di bangku SMP semester akhir. Setelah kepergian Ayahnya, Robby sangat terpukul dan cendrung pemarah. Emosinya mudah meledak ledak dan tak bisa di tebak. Kakek yang mendidik Robby mewajibkan Robby harus bekerja keras dan belajar untuk mempersiapkan diri memimpin perusahaan Ayahnya.

Memiliki dua perusahaan yang sama besarnya membuat Robby harus benar benar berkecimpung secara mendalam. Kurang memiliki jam bermain dan menghabiskan masa remaja di depan meja kerja membuatnya tumbuh menjadi pribadi yang keras pendirian.