"Nih, kamu tidur di bawah. Jangan dekat dekat aku." Kata Robby sambil melempar bantal ke lantai.
"Tapi mas, di bawah dingin. Apa bisa kita kecilkan saja Ac-nya?" Usul Lita kepada Robby sambil memegang handuk kimono.
"Tidak, aku tidak bisa tidur jika tidak dingin. Bukannya orang miskin seperti kamu terbiasa ya tidur di lantai dan kedinginan. Sudah ya aku malas berdebat. Aku ngantuk!" Ketus Robby sambil menarik selimut dan tak menghiraukan Lita yang masih berdiri menatapnya.
*Inilah malam pertamaku, beralaskan ubin berbalut karpet bulu. Terimalah ini Lita, semua demi kesehatan ibumu.* Batin Lita mengingat keadaan sang ibu dan menatap pilu satu sudut ruangan.
"Baiklah, aku kan tidur. mataku sudah lengket sekali ini." gumam Lita sambil membaringkan badannya kedalam karpet bulu lalu mulai berguling untuk menggulung badannya sendiri.
*Aku selalu dan selalu akan menerima hinaanmu asalkan ibuku baik baik saja.* batin Lita sambil mulai memejamkan mata dengan air mata yang merembes dari sudut matanya.
Robby tertidur pulas tanpa ingat keadaan wanita yang sudah dinikahinya. Keduanya tertidur tanpa terjaga barang hanya sedetik pun.
Sementara itu mendapati keadaan di hotel baik baik saja. Leo memutuskan untuk pergi menjenguk kakek sekaligus melaporkan situasi yang terjadi. Sesampainya di rumah sakit, Leo sempat merekam video dan mengirimkannya kepada Lita. Leo merekam keadaan ibu Ayu yang belum menunjukkan perubahan sama sekali.
"Assalamualaikum kek." ucap Leo kepada kakek yang masih membaca buku di pembaringan.
"Walaikumsallam, Leo. Bagaimana mereka? Apakah mereka sudah menginap di hotel atau terjadi perdebatan?" Tanya kakek Agus yang khawatir.
Mama Elfa dan Monic Masih tertidur di sofa menunggu kakek. Leo menarik kursi dan duduk di samping kanan Kakek. Leo memijit kaki kakek dengan lembut, sesaat kakek menikmatinya.
"Leo, kamu itu sudah cukup umur untuk menikah. Tetapi kenapa kamu belum menikah juga?" Ucap kakek Agus sambil mengusap pundak Leo.
"Nanti kek, jodohku sedang di persiapkan oleh yang maha kuasa. Saat ini aku masih ingin fokus bekerja." Jawab Leo santai.
"Bagaimana mereka?" Tanya kakek Agus pada pertanyaan yang sama.
"Mereka aman, tapi entah apa yang mereka lakukan. Saya juga tidak tau." Jawab Leo.
"Aku sudah sedikit tenang saat ini. Aku ingin jika ada apa apa denganku, kamu harus menjaga Lita seperti kamu menjaga Monic."
"Aku sangat yakin jika Lita itu adalah sebaik baiknya wanita." Kata kakek Agus sambil meletakkan bukunya di meja.
"Iya kek, aku akan menjaganya. Kami sudah berteman kek, dia sangat kesepian dan tidak punya teman. Jadi dia menganggap ku temannya dan memanggilku Abang." jawab Leo sambil tersenyum.
"Baguslah, jaga terus dia. Kakek percayakan padamu." Kata kakek Agus sambil tersenyum dan menepuk-nepuk bahu Leo.
Di hotel.
"Hacuh!" Lita bersin dengan kuatnya.
Berkali kali Lita bersin hingga membangunkan Robby. Lita sangat kedinginan hingga menjadi flu. Robby yang terbangun karena suara bersin Lita benar benar membencinya karena mengganggu tidurnya.
"Sana, keluar kamu! berisik.," Kata Robby mengusir Lita.
"Maaf mas, sepertinya aku terkena flu." Kata Lita sambil menahan bersinnya.
"Keluar keluar ah. Cari kamar lain sana. Berisik saja kamu ini." usir Robby pada Lita sambil mengibas ibaskan tangannya.
Lita menitikan air mata dan mulai berjalan keluar kamar. Dengan setelan baju tidur, lita menemui resepsionis. Resepsionis memandang heran wajah Lita. Mereka ingat betul, Lita adalah satu satunya tamu yang memiliki pesanan kamar pengantin termewah.
"Mbak, bisa reservasi satu kamar lagi? Yang biasa saja ya." kata Lita sambil tersenyum.
"Oh, iya mbak bisa. kebetulan ini ada tapi yang sangat murah dan biasa saja." jawab resepsionis.
"Tidak apa apa mbak." Jawab Lita dengan senyum ramahnya walau dengan mata yang mengantuk.
Lita berpindah kamar tanpa sepengetahuan Leo. Yang Lita mau hanya beristirahat dengan nyaman. Lita berjalan menyusuri lorong kamar tanpa membawa ponsel atau kopernya. Lita hanya berjalan begitu saja sat robby mengusir dan membentaknya.
Sakit hati dan kecewa serta meratapi nasib rumah tangga yang sedang di jalaninya. Air mata itu jatuh begitu saja membasahi kedua pipinya. Lita tidak sanggup membendungnya lagi. Sampailah di kamar yang di pesannya. Lita masuk lalu mulai menangis sejadi jadinya. Kekesalan yang selama ini di tahannya malam ini meledak juga. Lita benar benar meluapkannya berharap setelah ini ada kelegaan di dalam hatinya.
Tertidur sambil menangis memeluk bantal, Lita mulai terlelap dalam tidurnya.
Subuh, dini hari.
Leo baru saja pulang dari rumah sakit masih mengantuk dan berjalan menyusuri lorong kamar hotel. Matanya seketika tertuju pada sesosok wanita yang berdiri dengan baju tidur mengetuk ngetuk pintu kamar Robby. Seperti tidak asing, Leo berjalan kian mendekat dan menepuk pundak wanita itu.
"Lita? Kamu ngapain berdiri di luar seperti ini?" Tanya Leo bingung.
"Mau masuk bang. Sekalian mengambil koper dan ponselku yang masih tertinggal di dalam." Jawab Lita jujur.
"Apa maksudmu? Kalian tidur di kamar terpisah, Atau dia mengusirmu?" Tanya Leo gusar.
"Iya, bang. Tapi Abang jangan bilang sama kakek ya." Ucap Lita memohon.
"Enggak, aku harus ambil tindakan. Aku tidak bisa membiarkan kamu di tindas seperti ini. Kamu ini sudah sahenjadi istrinya." Seru Leo sambil menunjukkan kemarahan di matanya.
"Bang," Mohon Lita dengan wajah sayunya.
"Robby, Robby!!" seru Leo menggedor gedor pintu kamar Robby.
"Huh, tidak di angkat juga. Kurang ajar memang anak itu." Kata Leo dengan emosi.
"Apasih, berisik saja! Ada apa huh?" Tanya Robby masih dengan wajah bantalnya.
"Kamu ini, kenapa kamu mengusir istrimu?" Tanya Leo kesal.
"Terserah aku lah, istri istri aku. Mau aku apain juga asal tidak ada kekerasan." Jawab Robby dengan acuh.
"Robby! berhentilah bersikap menyebalkan. Dia ini istrimu, seharusnya kamu menjaga dan melindungi dia. Bukan malah mengasingkan dia seperti ini." Bentak Leo.
"Hey, santai bro. Kalau kamu tidak terima, kenapa tidak kamu saja yang menikahinya?" Tanya Robby penuh dengan kata ejekan.
"Dengar ya kamu. Kakek menugaskan aku untuk menjaga Lita. Ya, aku akan menikahinya tentu saja akan menikahinya jika aku tidak memandang keluargamu." Bentak Leo sangat marah.
"Kamu mau, ambil saja. Tapi nanti, setelah aku memakainya!" Kata Robby sambil menarik tangan Lita dan mengunci pintu kamarnya.
Di dalam kamar.
"Wah, wah wah." kata Robby sambil bertepuk tangan.
"Hebat sekali ya kamu, baru sebentar sudah bisa meracuni orang kepercayaan kakek untuk menjadi pelindungmu!" Kata Robby sambil tersenyum sinis.
"Hey, jalang! Katakan padaku, sudah berapa kali kamu bermain dengannya sampai dia rela melindungimu seperti itu?" Tanya Robby sambil mencengkeram kuat bahu lita.
Lita hanya menangis menahan sakit dan luka harga diri yang terinjak injak dengan semua perkataan suaminya.
"Tega kamu mas, menuduh aku berbuat seperti itu dengan lelaki lain. Aku sama sekali belum pernah melakukannya dengan siapapun." ujar Lita sambil menangis tersedu.
"Apa? bisa bisanya kamu membantahku huh!" Kata Robby yang kini mulai menarik Lita dan melemparkannya ke ranjang.
"Dengar, aku tidak akan pernah percaya dengan ucapan dari mulut sampahku itu." Kata Robby sambil menaiki setengah badan Lita dan mencengkeram kerah baju Lita.
Lita masih bersedih dan menangis pilu.
"Aku bersumpah mas, kamu salah menilai ku." Kata Lita dengan terisak.
"Buktikan, buktikan padaku sekarang jika memang kau belum pernah terjamah siapapun." Bentak Robby sambil mencekik leher Lita dan mengulum paksa bibir mungil istrinya.
Robby menjadi sangat emosi ketika mendengar jika Leo akan menikahi Lita jika tidak memandang keluarga Robby. Itu artinya Leo memiliki perasaan terhadap istrinya. Hal itulah yang membuat Robby sangat marah jika barang yang di milikinya di rebut atau dirusak orang lain. Tapi apa maksudnya semua ini jika dia saja selalu bersikap dingin dan selalu menyakiti hati Lita dengan segala ucapannya.
Bibir mereka saling beradu dan Robby menjadi semakin brutal. Di tariklah secara paksa piyama yang di pakai Lita hingga berhamburan semua kancing bajunya. Menyembul kedua buah dada yang selama ini tertutup rapi. Mata Robby sesaat terpaku melihat kedua tonjolan yang padat berisi namun alami itu. Seperti sebuah karya sempurna yang memanjakan mata.
"Buktikan sekarang padaku!" Teriak Robby sembari mencengkeram leher Lita dan kembali melumat bibir yang merona itu. Lita masih dengan tangis yang sama. Tanpa lama lama kemaluan Robby menghunus menembus selaput keperawanan milik Lita.
Cruss....!
Darah segar mengalir dari liang yang hangat itu. Beberapa saat mata Robby seperti melamun Robby terdiam mematung dengan kemaluan yang masih menancap di kemaluan istrinya. Seperti mendapat tamparan keras bahwa apa yang di raguukannya adalah kejujuran yang murni.
Seketika ruangan yang dingin dan penuh dengan pertikaian itu menjadi hening dan kini menjadi lebih hangat, meski masih berirama dengan Isak tangis dari Lita.