Rumah Riska terasa begitu hangat karena suara tawa dari Sisil dan Fahri, ditambah oleh jerit tangis bayi Maura.
Riska sudah sangat merindukan ini, keramaian seperti ini dulu ada sewaktu Revan dan Ervan masih kecil, dan setelah puluhan tahun lamanya, kini masa ini terasa lagi.
Riska merasa sangat bahagia dengan keadaan ini, tiada lagi sepi dikesehariannya ssjak ada Sisil dan Fahri di rumahnya, dan sekarang Maura telah memberikan kehangatan baru karena bayinya itu.
Maura begitu berusaha untuk mendiamkan bayinya, Riska juga tak henti tersenyum melihatnya.
Maura tampak panik, mungkin karena belum mengerti bagaimana cara menenangkan bayi, tapi Riska enggan membantunya saat ini, Riska ingin Maura berusaha terlebih dahulu.
"bagaimana ini sayang, harus bagaimana supaya kamu bisa diam"
Maura menggaruk kepalanya yang tak gatal, entah kenapa ASInya tidak mau keluar sehingga Maura jadi tambah repot karena harus membuatkan susu untuk bayinya.
"sabar ya, sabar sebentar lagi"