Mentari bersinar dengan terang memberi kehangatan bagi penghuni bumi, Revan melangkakan kakinya penuh semangat.
Diarah berlawanan, Laura pun tampak sama seperti Revan.
Laura telah kembali seperti saat dulu, keceriaannya terlihat kembali.
Keduanya saling tatap dan saling lempar senyuman, Revan meraih kedua tangan Laura menggenggamnya erat dan mengecupnya penuh cinta.
"terimakasih untuk kesempatannya, aku akan lebih baik dari kemarin"
Laura mengangguk pancaran kebahagiaan terlihat jelas diwajah Laura, Revan menarik tubuh ramping dihadapannya kedalam dekapannya.
Hangat mentari menambah kehangatan dibalik kerinduan yang lama terpendam diantara keduanya.
"jangan pergi lagi, aku mau kita selalu bersama"
Laura melepaskan pelukan Revan, menatap lembut mata lelaki yang dicintainya.
"apa"
"pa-pa-h-mu"
Laura memainkan isyarat komunikasinya.
"itu urusan ku, tenanglah"
Laura mengangguk, berusaha percaya dengan ucapan Revan.
Revan membawa Laura berkeliling kota Palembang, Revan masih ada waktu 2 hari sebelum akhirnya harus kembali ke kantor.
Langkah kompak keduanya dan senyuman juga tawa menunjukan bahwa bahagia sedang tercipta untuk mereka.
"aku harus membawa mu ke suatu tempat, kamu mau"
"hemm...
"mau atau gak"
Laura mengangguk, Revan tersenyum setidaknya Laura mau menerima ajakannya meski Revan tak tahu akan seperti apa akhirnya nanti.
Tapi harapan selalulah indah, Revan berharap semua bisa berjalan seperti seharusnya.
"ayo naik"
Laura tersenyum, untuk pertama kalinya Laura akan melihat Revan menakiki angkutan umum.
Keduanya duduk bersisian, Revan sedikit menahan nafasnya karena aroma yang tak sedap tercium oleh hidungnya.
Laura terkikik melihatnya, Revan memang golongan atas tak seharusnya Revan berada di angkutan umum seperti sekarang.
"tenanglah, aku baik-baik saja dan berhenti mentertawakan ku"
Laura mengangguk dan seketika terdiam, angkutan pun melaju semakin jauh dan semakin jauh Revan merasa kepanasan berada di dalam sana, keringatnya bercucuran membuat Laura semakin merasa lucu.
"kamu kenapa"
Laura menggeleng dan mengeluarkan kain kecil dari tasnya, mengusap keringat yang membasahi kening Revan.
Revan tersenyum menatap Laura, sudah lama Revan merindukan hal-hal manis dalam hubungannya.
"huuuuuuuh"
Revan memejamkan matanya saat Laura meniup keningnya yang berkeringat.
"ekhem ekhem"
Keduanya terkejut saat salah satu penumpang bersuara, Laura menjauh dan melirik sumber suara.
Penumpang itu tampak tersenyum padanya, Laura mengernyit dan kembali diam setelah sesaat menatap Revan.
"dia sangat mencintai ku, dia memperhatikan setiap hal yang terjadi pada ku bahkan saat aku berkeringat pun dia seperti itu"
Ucap Revan membuat senyuman orang itu semakin melebar, Laura memukul Revan dengan kesal.
Saat ini Revan telah mempermalukannya.
"berhenti pak"
Suaranya menghentikan laju angkutan,sebelum turun orang tersebut kembali melirik Revan dan Laura.
"kalian pasti dijodohkan"
Ucapnya yang kemudian turun dari angkutan, Revan dan Laura saling menatap.
"kamu mau itu menjadi nyata"
"he'em....
Laura mengangguk dan tersenyum, tanpa peduli keadaan Revan kembali memeluk Laura.
Saat ini keduanya benar-benar sedang merasa bahagia karena kebersamaan yang kembali terjalin.
"baiklah kita udah sampai"
Revan melepaskan pelukannya saat melihat tempat yang ditujunya telah terlewat.
"pak berhenti pak"
Revan meminta Laura untuk keluar lebih dulu, setelah membayar ongkos, Revan membawa Laura menyebrangi jalan dan memasuki tempat makan sederhana.
"aku tahu kamu pasti lebih suka dengan tempat-tempat sederhana seperti ini"
Laura melihat sekitar dan tentu saja Laura menyukainya, bagi Laura tempat makan sederhana bisa lebih sempurna antara harga dan rasa berbeda dengan beberapa tempat makan mewah yang mendahulukan harga dari pada rasa.
"ayo duduk disana, aku mau pesan dulu ya"
Laura mengangguk dan melangkah duduk sesuai tempat yang dipilih Revan.
Revan mengeluarkan ponselnya dan mengirimkan pesan pada seseorang yang jauh disana, kemudian berlalu untuk memesan makanan.
---
"apa ini benar, waktu itu dia mau bicara mungkin karena dia sedang tertekan saja buktinya dia memilih pergi"
"sudahlah, dicoba dulu siapa tahu aja bisa"
Maura begitu gelisah saat akan menemui Laura, Laura pergi dari rumahnya saat Maura menemui Revan hari itu.
Laura tidak bilang pergi kemana tapi Maura yakin Laura pasti pergi ke rumah orang tuanya dan ternyata benar Laura memang ada disana.
"Gilang, kenapa gak ketemu di rumah aja nanti kalau ribut gimana kan malu"
"ya jangan sampai ribut dong"
"ya tetap aja"
"ya udahlah gimana nanti aja lagian kan ada Revan juga disana, Revan pasti bisa ngendaliin Laura kalau emang dia marah sama kamu nanti"
Maura mengangguk dan terdiam saat Gilang memarkir mobilnya mereka telah sampai ditempat yang dimaksud oleh Revan.
"ayo turun, jangan mundur sebelum mencoba bukannya kamu gak salah"
Gilang keluar dari mobilnya disusul oleh Maura, Gilang melangkah dan menggandeng Maura memasuki tempat makan yang dimaksud.
Keduanya mencari keberadaan Revan dan Laura, setelah melihatnya Gilang langsung menghampiri mereka.
"ehh sudah datang"
Suapan Laura terhenti saat melihat Maura, Gilang tersenyum menyapa keduanya.
"ayo duduk, kita baru makan"
Gilang mengangguk dan meminta Maura untuk duduk.
Laura tampak menatap Revan penuh tanya, Revan tersenyum kemudiang mengangguk.
"kalian mau makan juga"
"gak usah tadi udah sempat makan di rumah"
"Laura, kamu baik-baik saja"
Laura hanya menoleh sekilas tanpa merespon apa pun lagi, Maura sedikit tersenyum dengan bingung.
"Laura aku belum sempat minta maaf buat semuanya"
"emmm....
Laura mengangguk dan mengangkat tangannya agar Maura segera diam.
"yang salah itu aku Laura, aku gak mau dengerin kamu waktu itu"
Laura berbalik menatap Revan, Laura benar-benar akan dibuat kesal saat ini.
"Laura, aku gak tau harus gimana lagi untuk cari kamu, aku gak bermaksud buat ganggu hubungan kalian, aku cuma.....
"suuuttt....
Laura kembali meminta Maura untuk diam, Maura pun diam setelah melirik Revan dan Gilang bergantian.
"Laura, kita kesini.....
Laura menghembuskan nafasnya kesal dan menatap mereka bergantian, Laura membuka buku catatannya dan mulai menulis disana.
"diamlah aku lapar, aku tak peduli lagi dengan itu, lupakan semuanya dan cepatlah makan jangan buat aku mati kelaparan"
Ketiganya membaca bersamaan setelah sesaat saling lempar pandangan, dengan kompak mereka tersenyum menatap Laura.
"aaahh...
Laura membulatkan kedua matanya, Maura menggeleng dan langsung memeluk erat saudara kembarnya.
Revan dan Gilang pun bersalaman, kini semua telah membaik.
Revan tersenyum menatap cintanya, Revan tahu Laura adalah gadis baik dan penyayang Laura pasti bisa melupakan semuanya.
Laura terdiam sambil meneguk minumannya, Laura sadar semua terjadi juga karena kebohongannya tentang saudara kembarnya.
Andai Revan tahu tentang Maura sejak awal,mungkin pertengkaran itu tak akan pernah terjadi diantar mereka.
Laura memutuskan untuk melupakan semuanya termasuk tentang masalah orang tuanya karena Revan telah menceritakan semuanya dan Maura juga telah membantu memperbaiki hubungannya dengan Revan.