Chereads / An Enigma (Ver. Indonesia) / Chapter 6 - Chap 6 : Ketakutan

Chapter 6 - Chap 6 : Ketakutan

Setelah Rega mendapatkan balasan yang positif dari temannya, dia langsung menyalakan mesin mobilnya dan segera menuju ke rumahnya. Rega harus cepat-cepat menyusun rencana akan hal yang akan terjadi.

Kurang dari 15 menit, Rega sudah sampai di rumah-nya. Disana sudah terparkir mobil hitam, tanpa perlu bertanya lagi dia sudah tahu pemilik mobil itu. Rega tersenyum hangat saat melihat orang yang sedang bersandar di pagar rumahnya.

"Bro! Gilaaa kangen gue sama lo, Rel," sapa Rega hangat sambil memeluk teman lamanya itu "Gue juga kangen gebukin lo," balas Farrel sambil terkekeh membalas pelukan hangat Rega. Farrel adalah teman Rega sewaktu mereka masih kecil, seperti Tasha dan Reyna, Rega juga mempunyai teman dekat yaitu Farrel. Tasha dan juga Reyna memang jarang bertemu dengan Farrel berbeda dengan Rega, dia selalu bertemu dengan teman lamanya itu. Rega menceritakan apapun yang ia rasakan kepada Farrel begitu juga Farrel. Mereka berdua sudah seperti saudara kandung. Orang Tua Rega dan Farrel pun terbilang cukup dekat. Tapi, karena perusahaan orangtua Farrel mempunyai masalah dengan perusahaan yang dimiliki oleh orangtua Rega, maka hubungan mereka menjadi terpecah.

Sejak saat itu, Rega tidak lagi melihat Farrel, Rega bertemu dengan Farrel 3 bulan yang lalu. Itupun secara tidak sengaja, Farrel mengetahui semua yang terjadi karena Rega menceritakan semuanya secara rinci.

"Yaudah, masuk dulu. Kita omongin di dalem aja," ucap Rega membuka pagar rumahnya. Farrel berjalan di belakang Rega dalam diam, dia sedang menebak-nebak tentang apa yang akan dikatakan oleh sahabatnya itu.

"Lo mau minta tolong apa, Ga?" tanya Farrel setelah mereka memasuki rumah Rega. Rega menghela napasnya panjang-panjang, ia memijat keningnya "Gue bingung, Rel. Gue butuh bantuan lo buat jagain Reyna sama Tasha. Mereka penting buat gue, Rel. Lo tau itu, kan?" balas Rega sambil menyandarkan kepalanya ke kepala sofa, Farrel hanya mengangguk lemah. Farrel sungguh kasihan dengan sahabatnya yang satu itu "Emangnya Tasha inget sama lo? Reyna?" tanya Farrel, Rega membalasnya dengan gelengan kepala. Sekarang giliran Farrel yang menghela nafasnya. Ia menyandarkan tubuhnya ke belakang sofa.

"Tasha. Dia trauma, Rel. Karena trauma itu, dia kehilangan ingatan jangka pendek. Tapi sifatnya nggak permanen cuman sementara aja. Cepat atau lambat ingatannya bakal balik, gue aja gak tau dia masih inget gue apa nggak," ucap Rega sambil tersenyum pedih.

"Lo udah ketemu dia?"

"Udah. Gue masuk di sekolah yang sama kayak Tasha. Reyna juga ada disana, mereka emang dari dulu nempel kayak lem," Farrel hanya mengangguk-anggukan kepalanya sambil terkekeh pelan.

"Jadi, gimana? Yang pasti lo harus kasih tau dulu siapa lo sebenernya ke mereka, baru kita susun rencana selanjutnya," usul Farrel.

"Nggak bisa, Rel. Gue pasti diawasin secara ketat sama orang-orangnya mr. Bram, dan lo tau sendiri apa yang bakal gue dapet kalo gue kasih tahu gue yang sebenernya ke mereka."

"Pelan-pelan, Bro. Pelan-pelan," ucap Farrel berusaha menenangkan pikiran Rega "Pelan-pelan kita pasti bisa."

"Masalahnya kita gak punya waktu lagi buat pelan-pelan."

Farrel menghela napasnya panjang begitu pula Rega, sesaat tercipta keheningan diantara mereka berdua. Mereka sedang berpikir keras.

"Oh! Gue tau, Ga. Lo tau kan siapa aja orang-orang yang dibayar sama mr. Bram buat ngawasin lo?"

"Tau. Kenapa?"

"Good. Lo kasih tau aja yang mana, nanti gue urus. Dan yang pasti kalo lo udah berhasil buat kasih tau Tasha sama Reyna, kita harus latih mereka," usul Farrel.

"Latih apa?"

"Lo tampang aja selangit tapi otak lo dangkal! Kita juga harus latih mereka bela diri and how to use a gun." jelas Farrel sukses membuat mata Rega terbelalak.

"Rel, mereka bukan polisi. Ngapain harus belajar pake pistol segala? I don't want my princess hurt."

"Ck. Lo tuh bucin banget sih, jijik gue. Justru kalo lo mau Tasha selamat, dia harus bisa ngelindungin diri dia sendiri. Anything bad might be happen, jadi kita harus siap," ucap Farrel, Rega mmenghela napas panjang. Jeda beberapa detik, akhirnya mau tidak mau Rega harus menyetujui usul Farrel.

"Btw, lo luka-luka gitu kenapa?"

"Gue di keroyok tadi di sekolah," balas Rega sambil nyengir.

"Keroyok?! Kok bisa? Bukannya hari ini hari pertama lo, kan?"

Rega mengangguk dan terkekeh pelan "Ceritanya panjang, Rel. Yang pasti yang gebukin gue itu cowok yang suka sama Tasha, dia gak suka liat gue ngomong sama Tasha. Jadi gini deh," Farrel membelalakkan matanya dan sedetik kemudian ia tertawa keras, bahkan suaranya sampai menggema di rumah Rega.

"Ketawa lagi lo."

"Kocak sih. Lagian masa ngomong doang di keroyok sih," ucap Farrel di sela-sela tawanya.

"Gak tau deh, bro. Tapi, yang penting Tasha juga keliatannya gak suka sama dia. Jadi gue tenang," ujar Rega tersenyum puas, Farrel yang duduk tepat disebelahnya menjitak kepala Rega dengan cukup keras.

"Apaan sih lo?! Main jitak kepala orang."

"Muka lo minta dijitak soalnya. Makanya gue jitak," balas Farrel "Oiya. Btw, Reyna gimana?"

"Reyna gak berubah sama sekali. Masih sama kayak dulu aja, simple. Kenapa lo? Demen sama Reyna? Tenang, Bro. Ntar gue bantu," ujar Rega ngasal.

"Ck. Gue nanya doang kali."

"Udah, Rel. Jangan boong sama gue. Gue masih inget banget waktu lo pertama kali ketemu sama Reyna," ucap Rega sambil mengulum senyum mengingat masa lalunya yang penuh dengan warna bersama para sahabatnya.

***

"Emmm… Dok, Tasha boleh tanya sesuatu gak?" ujar Tasha setelah dia mengabari Reyna tentang sesi terapinya dengan Natasya "Sure, Darling. Kamu mau tanya apa?" jawab Natasya tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan yang cukup padat.

Tasha sengaja mengulur beberapa detik sebelum berbicara lagi, ia sedang memikirkan kata-kata yang tepat "Dokter Nat pernah gak diceritain tentang mama sama papa? Atau… pas Tasha depresi waktu itu?" tanya Tasha, Natasya merasa seperti menelan batu di tenggorokannya, dia kelabakan sendiri. Natasya berdeham kecil untuk menutupi rasa paniknya "err… Seinget dokter sih nggak. Yang dokter tahu cuman kenapa kamu depresi. That's all, kalau masalah almarhum mama dan papa kamu dokter gak tahu," jawabnya sambil mengulum senyum kearah Tasha, dalam hati Natasya terus mengucapkan kata maaf karena sudah berbohong pada Tasha.

Tasha hanya menganggukan kepalanya, walaupun Tasha merasa Natasya berbohong. Terdengar suara dering telepon di HP Tasha, tanpa melihat siapa yang menelponnya dia langsung memencet tombol hijau untuk menjawab panggilan tersebut.

"Halo."

"Tasha! Kamu kemana aja sih?! Jam segini belum pulang. Kakak udah nungguin daritadi tau, gak?! Kamu tau kalo kakak…" omel Agatha di seberang sana, sampai-sampai Tasha menjauhkan HP nya dari telinganya sendiri. Natasya terkekeh pelan melihat kelakuan mereka berdua, apalagi saat Agatha bawel.

"Udah ngomelnya?" tanya Tasha saat mendengar keadaan sudah sedikit tenang disana "Dasar adik durhaka, untung kakak sayang. Dikasih tahu yang bener juga, biar kamu gak macem-macem," ujar Agatha masih terdengar sedikit kesal.

"Calm down… Calm down, my brother Tasha gak kemana-kemana, cuman abis dari dokter Nat aja. Ini sekarang mau kerumah kok sama Dokter Nat," jelas Tasha. Terdengar Agatha menghela napas lega "Tapi… kamu ngapain ke rumah dokter Nat? Kamu gak apa-apa, kan?" tanya Agatha cemas "Nggak, kak. Aku cuman kangen aja sama dokter Nat," balas Tasha sambil nyengir kearah Natasya. Natasya hanya menggelengkan kepalanya "Hmm, yaudah kalo gitu. Cepet yaa sampe rumahnya. Kakak kangen berat sama adik tersayang," ucap Agatha membuat Tasha bergidik ngeri "Udah ah, kak. Ntar lagi aku nyampe, wait for me, yaa.." setelah Tasha mendapatkan balasan 'iya' dan sedikit ucapan alay ala Agatha untuknya, Tasha pun mematikan teleponnya.

***

"Welcome… Welcome… Welcome…" sapa Agatha saat membukakan pintu untuk Tasha dan juga Natasya. Mereka bertiga pun masuk ke dalam rumah Agatha dan Tasha. Rumah mereka terlalu besar jika hanya untuk berdua saja, apalai kalau Agatha sedang sibuk dengan pekerjaannya, Tasha akan selalu kesepian dirumahnya. Sebenarnya pada saat itu, Tasha ingin agar Reyna serumah dengan mereka berdua, tapi Reyna tidak setuju. Dengan alasan Reyna ingin rumah sendiri, maka dari itu, mau tidak mau Tasha harus menuruti keinginan sahabatnya itu.

"My lil sis! I miss you," Agatha memeluk Tasha erat sampai-sampai dia sulit bernafas "Kak… Aku gak bi-bisa nafas," ucapnya walaupun tetap membalas pelukan dari kakaknya itu. "Aga! Adik kamu gak bisa nafas itu, kasian dia," ujar Natasya sambil tersenyum geli melihat kelakuan adik kakak itu. Mendengar Natasya, Agatha segera melepaskan pelukannya dan mengusap kepala Tasha lebih tepatnya mengacak-acak rambut Tasha "Ih, kakak! Rambut Tasha jadi kusut, kan. Nyebelin!" Agatha hanya nyengir kearah Tasha "Duh, kalian itu. Padahal jarang ketemu, tapi sekalinya ketemu berantem. Udah, mending Tasha mandi dulu. Dokter Nat pulang ya,�� ucap dokter Nat yang sedari tadi diam "Eh! Tante jangan pulang dulu. Makan sama kita berdua sini, Aga masaknya juga lumayan banyak," berbeda dengan Tasha, Agatha memanggil Natasya 'tante', Agatha sudah mengenal Natasya semenjak dia masih kecil. Dan Agatha pula yang memanggil Natasya saat Tasha depresi berat. Semenjak itu, bagi mereka berdua Natasya adalah sosok ibu yang sangat baik.

"Iya deh. Tapi gak lama-lama, ya. Suami tante pulang sebentar lagi," balas Natasya sambil melihat jam tangannya. Tasha dengan kecepatan maksimal berlari ke kamarnya yang ada di lantai dua. "Adik kamu tuh, kayak anak kecil aja," ujar Natasya disambut gelak tawa dari Agatha.

Natasya menghela nafasnya panjang sebelum duduk di sofa diikuti oleh Agatha yang juga duduk di sofa tepat di sebelah Natasya "Jadi… how' s work?" tanya Natasya.

"Emmm… Lancar, walaupun sempet ada masalah kecil tapi udah selesai, fortunately," balas Agatha, Natasya tersenyum hangat kearah Agatha terlihat sekali Agatha lelah dari beban yang dialaminya, bahkan dia harus menjadi sosok ayah sekaligus ibu untuk Tasha. Itu yang membuat Natasya sangat bangga kepada Agatha. Natasya mengelus puncak kepala Agatha lembut "Pasti capek, ya? Tante bangga sekali sama kamu," mendengar itu Agatha tersenyum pedih. Jujur, dia sangat berharap ibu nya yang akan mengatakan itu kepadanya "Enggak kok. Aga kan kuat… Hehe."

"Tante, jadi Tasha gimana?" tanya Agatha, Natasya menghela nafasnya panjang "Dia cerita soal mimpi-nya. Dia mimpiin Rega katanya. Tante punya perasaan yang gak enak soal ini, tante takut bakalan terjadi sesuatu. Jadi, tolong jaga adik kamu baik-baik ya," mendengar itu tiba-tiba saja rasa takut, panik, cemas menyergap tubuh Agatha. Dia tidak ingin kehilangan Tasha, Agatha hanya membalas Natasya dengan anggukan lemah.

Natasya menatapnya iba, dia mengelus-elus punggung Agatha, berusaha untuk menenangkan pikiran Agatha. Terlihat sekali Agatha sangat cemas tentang Tasha. Terlebih lagi saat Agatha mencoba untuk mencari orang yang membunuh orang tuanya, Agatha tahu orang itu masih hidup. Dan dia mencoba untuk menangkap Tasha.

Kenapa, Tasha? Karena Tasha adalah anak kesayangan ayahnya, dan semua perusahaan yang ayahnya punya hampir semuanya diwariskan kepada Tasha. Maka dari itu, mr. Bram mengincar Tasha, agar dia bisa mendapat semua kekayaan dari perusahaan ayah Tasha dan Agatha. Saat kedua orang tua mereka pergi, Tasha belum siap untuk memegang kendali dan mereka berdua sepakat bahwa Agatha lah yang bertanggung jawab atas perusahaan ayahnya. Namun, tetap saja perusahaan itu atas nama Tasha.