Chereads / An Enigma (Ver. Indonesia) / Chapter 8 - Chap 8 : Kepingan Kenangan yang Kembali

Chapter 8 - Chap 8 : Kepingan Kenangan yang Kembali

Tasha sedang menatap kedua orang di depannya dengan tatapan bosan. Mereka berdua sedang asyik berdebat tentang dress yang lebih cocok dipakai oleh Tasha, sedangkan orang yang dibicarakan sama sekali tidak peduli. Bahkan kalau bisa pun, Tasha hanya akan memakai baju kaos dan celana jeans serta sepatu sneakers kesayangannya.

Kenapa Tasha harus berdandan menggunakan dress? Karena pesta ulang tahun yang diadakan sahabatnya, Reyna. Sahabatnya itu memohon sepanjang sekolah tadi bahkan saat perjalanan mereka ke mall pun Reyna tak henti-henti nya memasang wajah memelas di depan wajah datar Tasha agar berkenan menggunakan dress di pesta ulang tahunnya.

Karena tidak tahan dengan celotehan Reyna yang tidak ada habisnya, akhirnya Tasha mengiyakan. Mendengar persetujuan Tasha, baik Agatha maupun Reyna mereka mulai sibuk kesana kemari mencari gaun yang cocok untuk Tasha, sedangkan Tasha daritadi hanya duduk kalem sambil bermain dengan HP-nya. Sesekali dia melirik sahabat dan kakaknya yang tengah asyik beragumen. Yang satu membawa dress berwarna pink yang satu membawa dress berwarna kuning, sampai-sampai pengunjung yang berlalu lalang menolehkan kepala mereka kearah Agatha dan Reyna dengan tatapan bingung karena suara yang mereka hasilkan bisa terbilang cukup keras.

'Entah apa kata dunia kalau mereka berdua pacaran. Mungkin dunia gak kenapa-napa. Tapi, ntar akunya yang kenapa-napa.' batin Tasha. Karena bosan, Tasha memutuskan untuk beranjak dari tempat duduknya dan mengitari mall. Dia mengambil earphone di kantong jaketnya dan memilih lagu yang cocok untuk suasana hatinya saat ini. Dia memilih musik jazz untuk menemaninya saat ini. Dia pergi ke zona bermain yang ada di mall tersebut. Sebenarnya, Tasha tidak mempunyai niat untuk bermain, dia hanya tidak tahu lagi harus kemana.

Sesuatu menyita perhatian Tasha, dia melihat sebuah keluarga kecil ada ayah, ibu, dan anak kecil perempuan yang tengah tertawa dalam pangkuan sang Ayah dan ibunya yang tengah menyuapinya es krim. Tanpa sadar, bibir Tasha mengukir senyum. Dia ingin sekali bertemu dengan orang tuanya lagi walaupun hanya sebentar.

"Kak Aga… aku kenal Tasha, dan Tasha sukanya warna pink. Aku yakin banget," ujar Reyna menahan rasa kesalnya sekuat tenaga. Ya, mereka berdua masih sibuk berdebat hingga tidak sadar kalau Tasha sudah pergi daritadi.

"Nggak! Gue kakaknya, jadi gue yang lebih kenal dia. Dia itu suka warna kuning, Rey," bantah Agatha tak mau kalah, mereka menatap satu sama lain dengan tatapan sengit.

"Pink!"

"Kuning!"

"Pink!"

"Kuning!"

"Stop! Kalau begini terus gak akan kelar. Mending kita tanya orangnya langsung," usul Reyna dan dibalas anggukan setuju dari Agatha "Tasha, menurut lo gima.." ucapan Reyna terpotong saat melihat Tasha sudah hilang entah kemana "Kak Aga! Tasha mana?! Kakak sih! Jadinya Tasha ilang kan," ujar Reyna geram "Kok jadi nyalahin gue, sih?!" mereka berdua layaknya kucing dan tikus yang sedang berkelahi, tak ada satupun yang mau mengalah. Mereka kembali beradu tatap dan sedetik kemudian mereka saling membuang muka.

"Yaudah. Kita cari aja Tasha, nanti biar dia aja yang milih dress-nya," kata Agatha masih tidak menatap Reyna, dia hanya menggumam kata'iya' dan pergi meninggalkan Agatha yang masih terpaku di belakangnya. Agatha menatap Reyna geram, andai saja mereka berdua adalah perempuan maka daritadi mereka bukan lagi adu mulut melainkan adu jambak.

Tasha tengah berjalan sambil menjilati es krim vanilla kesukaannya, musik Jazz masih setia menemaninya, sekarang dia sedang berjalan di area food court banyak makanan-makanan yang menggugah selera Tasha dan perutnya yang daritadi sudah bergemuruh. Tapi rasanya Tasha tidak ada niat untuk mengisi perutnya. Handphone Tasha sudah penuh oleh notifikasi chat dari Agatha dan Reyna yang sedang panik, mereka berdua mempunyai ketakutan yang sama. Takut orang yang masih mengincar Tasha yang tidak lain adalah mr. Bram menangkapnya, mereka berdua sepakat untuk berpencar dan mencari Tasha. Sedangkan Tasha, dia santai-santai saja berjalan sambil melihat area mall. Bukannya apa-apa, Tasha hanya ingin merehatkan pikiran dan telinganya sejenak.

Akhirnya Agatha menemukan adiknya, ia segera menelpon Reyna untuk memberi tahu keberadaan Tasha "TASHA!!" terdengar suara teriakan, biarpun Tasha menggunakan earphone dia masih bisa mendengar suara Agatha yang menggema. Saat Tasha menoleh ke belakang sudah ada dua orang yang sedang menatapnya kesal dengan napas tersengal-sengal. Tasha hanya menatap mereka dengan tatapan polos sambil menikmati es krim-nya yang sudah hampir habis.

Agatha menghampiri Tasha dan menjewer telinganya sampai-sampai Tasha meringis kesakitan.

"Kamu ya! Enak-enakan makan es krim, dengerin musik, jalan-jalan. Sedangkan kakak sama Reyna capek kesana kesini nyariin kamu," omel Agatha, Tasha melepaskan tangan Agatha yang ada di telinganya dan berdecak kesal "Aku lebih mending jalan-jalan sendiri, daripada dengerin kalian ribut," balas Tasha dengan wajah datar tanpa rasa bersalah sedikitpun.

"Tapi jahat banget sih, Sha. Kita kan nyariin dress buat lo pake di party gue. Masa lo tinggalin, sih!" ujar Reyna yang sudah berhasil mengembalikan nafasnya.

Tasha menatapnya malas "Yang mau make kan gue, kenapa jadi kalian yang ribut?"

"Ya… nanti lo milih bajunya yang warna gelap lagi, ntar dikira sama orang lain lo mau ngelayat bukan mau pesta," gumam Reyna. Sedangkan Tasha memutar bola matanya dan menghela napas panjang.

"Ntar gue cari dress nya sendiri aja. Kalian tenang aja, gini-gini juga gue punya selera fashion," balas Tasha dan kedua orang itu hanya mengangguk. Agatha merangkulkan tangannya ke bahu Tasha "Yaudah ayo lanjut jalan-jalannya. Abisin buruan gih es krimnya. Udah meleleh tuh," sedangkan Tasha hanya bergumam sekenanya dan lanjut memakan es krimnya. Reyna berjalan tepat di sebelah Tasha.

Biarpun Tasha dingin cuek dan tidak peduli dengan sekitar, namun dia dapat melihat bahwa Tasha sangat menyayangi Agatha. Dan, Reyna juga kagum dengan Agatha, dia sudah menganggap Agatha sebagai kakaknya sendiri, entah apa yang terjadi jika Agatha bukanlah kakak Tasha, mungkin dirinya dan Tasha sudah sangat berantakan saat ini.

"Rey. Lo ngundang siapa aja?" pertanyaan Tasha membuat Reyna tersadar dari lamunannya "Ya semuanyalah, Sha. Temen-temen kelas aja, sih. Soalnya rumah gue kan ga gede-gede amat," jawab Reyna membuat Tasha mengangguk paham "Berarti Aldi gak dateng dong, ya?" tanya Tasha lagi, membuat Agatha mengerutkan keningnya tanda bingung "Siapa Aldi?"

"Itu lho kak, cowok yang su mphhh," ucapan Reyna terhenti karena tangan Tasha yang tiba-tiba menutupi mulut Reyna. Dia menatap Reyna tajam dan melepaskan tangannya dari mulut sahabatnya itu "Bukan siapa-siapa," jawab Tasha datar "Masa sihhh??? Kalo bukan siapa-siapa, kenapa nanyain?" tanya Agatha lebih tepatnya menggoda adiknya sambil mencolek-colek lengan Tasha, Tasha hanya berdecak dan menjauhkan tangan Agatha agar dia berhenti menganggunya.

"Itu, kak. Cowok yang suka sama Tasha. Udah bertahun-tahun dia ngejar Tasha, tapi tetep aja ditolak. Padahal ya, kak. Orangnya tuh ganteng, tajir, terus baik lagi, dia juga bukan tipe-tipe fakboi gitu, kak. Dari dulu setia banget nungguin Tasha, terus…" Reyna langsung berhenti berceloteh tentang Aldi karena Tasha menatapnya tajam, lalu Reyna hanya cengengesan dan kembali menatap ke depan. Sedangkan Agatha menatap Tasha jahil "Ooooo… jadi adik kakak ini jadi primadona sekolahan nih ceritanya," goda Agatha.

"Bukan ceritanya lagi, kak. Emang kenyataannya gitu," sahut Reyna. Mereka berdua kompak menggoda Tasha yang berjalan dengan wajah datar andalannya. Biarpun begitu, beberapa kali Tasha lewat tidak sedikit kaum adam seumurannya yang mencuri-curi pandang, Tasha mempunyai aura misterius yang membuat para lelaki tertarik.

Sedangkan Reyna, dia cantik manis berbeda dengan Tasha yang cantik misterius. Tanpa melakukan apa-apa, Tasha sudah menarik perhatian para laki-laki, berbeda dengan Reyna yang terkesan seperti anak kecil atau perempuan yang sangat membutuhkan perlindungan, sehingga membuat para lelaki tertarik padanya.

Wajah Reyna yang babyface, dan sifatnya membuat siapapun jatuh hati. Namun, Reyna termasuk tipe yang pemilih. Jadi, dia tidak suka dengan sembarang orang. Berbeda dengan Tasha, dia bukan tipe pemilih tapi dia lebih ke tidak peduli. Menurutnya, mempunyai hubungan dengan lelaki bisa membuatnya sakit. Jadi, dia tidak pernah terpikir untuk berdekatan dengan para kaum adam.

"Terus kamu? Punya pacar gak?" tanya Agatha kepada Reyna, sebenarnya mereka berdua daritadi sedang membicarakan tentang bagaimana Tasha menghadapi para fans nya di sekolah. Pertanyaan Agatha tadi membuat Reyna salah tingkah. Dengan malu-malu ia menggeleng.

"Kamu jomblo pasti gara-gara gak ada yang mau ya? Ckckck kasiannnnnn," ucapan Agatha membuat Reyna kesal, tanpa sadar dia memukul lengan Agatha keras sehingga dia mengaduh kesakitan "Kakak juga masih jomblo, kan? Iya sih, kalo dipikir-pikir lagi mana ada mau sama orang kayak kakak. Kadang manja, nyebelin, ish banget deh pokoknya" balas Reyna telak, melihat raut kesal Agatha, Reyna tertawa puas.

Melihat pertengkaran mereka berdua menjadi hiburan tersendiri bagi Tasha, dia daritadi berjalan dalam diam sambil memperhatikan kedua orang yang paling ia sayang saling mengejek satu sama lain, dia tersenyum kecil dan terkekeh "Kalian tuh kayak anak kecil tau, gak? Berantem aja terus," kata Tasha yang daritadi hanya menyimak, keduanya menoleh kearahnya dan menunjukkan cengiran mereka ke Tasha.

***

Tasha menghempaskan dirinya ke kasur empuk di kamarnya, dia memejamkan matanya. Rasanya badannya sakit semua akibat jalan-jalan tadi. Setelah dari mall mereka memutuskan untuk berjalan-jalan, menikmati suasana Jakarta di siang hari, mereka bermain ke ancol. Sudah lama Tasha tidak ke taman bermain dengan kakaknya.

Dia mengambil handphone di kantong hoodie nya dan melihat banyaknya notifikasi WA (WhatsApp) dan telepon dari Agatha dan Reyna tadi membuat Tasha tertawa geli. Lalu matanya terpaku melihat nomor tidak dikenal mengiriminya pesan.

Unknown Number :

< I found you

Pesan itu membuat Tasha bingung sedikit rasa takut menyergap tubuh Tasha tapi dia pikir itu hanyalah orang iseng atau salah nomor, tanpa mengambil pusing dia langsung mematikan Handphone-nya dan bersiap-siap untuk tidur.

Tasha's Dream

"Rega! Sini deh," Tasha yang sedang duduk di taman depan rumahnya memanggil Rega yang tengah duduk di teras rumahnya. Rumah Tasha dan Rega bersebelahan, jadi mereka bisa bertemu kapanpun mereka mau.

Rega berlari kecil menghampiri Tasha dan duduk di sebelahnya, saat itu sudah malam dan cukup berangin. Disana mereka berdua duduk dalam diam sambil memperhatikan langit malam yang penuh dengan bintang. Tasha memejamkan matanya dan menikmati angin malam yang meniup rambut lembutnya yang tergerai.

Rega memperhatikan Tasha dengan tatapan terpesona, dari pertama kali mereka bertemu, Rega menyukai Tasha, caranya tersenyum, matanya yang selalu berbinar saat bercerita, saat matanya berbentuk menjadi bulan sabit saat dia sedang tertawa. Rega menyukai segalanya yang ada di diri Tasha.

"Kenapa? Kok kamu liatin aku gitu?" tanya Tasha sambil tersenyum, lalu Rega menggelengkan kepalanya "Gak apa-apa. Aku cuman suka liatin kamu aja," balas Rega dan tersenyum lebar sampai-sampai gigi Rega terlihat semua.

Tasha tertawa geli melihat ulah sahabatnya.

"Tasha?" panggil Rega tanpa mengalihkan pandangannya sedikit pun dari Tasha

"Iya?"

"Aku mau kita kayak gini sampai kita besar nanti," kata Rega "Aku juga mau kalo gitu, pokoknya kemanapun Rega pergi Tasha bakal ikut, deh! Jadi kita gak bakalan pisah!" balas Tasha kecil dengan nada antusias. Mendengar Tasha, Rega menganggukkan kepalanya. Mereka berdua tertawa.

Tiba-tiba Tasha menghentikan tawanya, raut wajahnya berbubah sendu, sesuatu menganggu pikirannya "Tapi… kalo tiba-tiba kamu lupa sama aku gimana? Atau kalo aku lupa sama kamu? Kita gak bisa bareng, dong," kata Tasha sambil cemberut sedih sampai-sampai pipi chubby nya menggembung. Siapapun yang melihat Tasha sekarang, pasti akan luluh hatinya. Rega memikirkan jawaban yang tepat agar Tasha tidak sedih lagi.

"Tasha tenang aja, nanti kalau misalkan kamu lupa sama aku, pasti aku bakalan nyari kamu sampe ketemu. Janji," Tasha kembali tersenyum lebar mendengar jawaban Rega dan mengajukan jari kelingkingnya "Janji?"

"Janji," jawab Rega mantap.

End of Tasha's dream.

Tasha terbangun dan menyadari bahwa pipinya basah karena air mata, ia mengusap wajahnya gusar, dadanya sesak karena mimpinya tadi. Betapa dirinya merindukan masa kecilnya bersama Rega. Walaupun otaknya mengatakan kalau Rega pergi bersama dengan ibu dan ayahnya. Tapi, intuisinya berkata bahwa Rega masih ada bersama dirinya. Tasha melirik ke jam weker di meja lampu tidurnya yang menunjukkan pukul 02.13 dini hari. Tasha memutuskan untuk kebawah dan mengambil segelas susu. Saat Tasha keluar dari kamarnya rumah sudah gelap gulita.

Tasha menoleh ke kamar kakaknya yang berada tepat disampingnya, dia yakin, kakaknya masih betah berdiam diri di alam mimpinya, saat Tasha sudah sampai di lantai bawah ia menyalakan seluruh lampu dan menuju ke dapur. Tasha membuka pintu kulkasnya yang kembali penuh dengan beraneka ragam makanan ringan dan minuman. Tasha mengambil susu dan meminumnya, saat dia sedang meminum susunya, dia melihat kotak-kotak dus yang bertumpuk di dekat ruangan gudang.

Karena penasaran, Tasha menghampiri tumpukan kardus tersebut. Dia menghela napas. Seharusnya Agatha memasukkan dus-dus ini kedalam gudang. Tasha merapihkan tumpukan kardus yang berserakan itu sampai sesuatu menarik perhatiannya. Satu dus yang bertuliskan 'Mom'. Tasha membuka kardus itu dengan tangan gemetar, di dalamnya dia melihat buku catatan, dan beberapa foto figura, dan ia juga melihat sebuah album foto yang sudah berdebu dan membukanya secara perlahan.

Di halaman pertama dia melihat foto ayah dan ibunya yang tengah berpose mesra. Ibunya tersenyum manis sedangkan ayahnya mencium pipinya, Tasha tersenyum. Lalu, dia melihat foto Agatha saat masih kecil. Disana dia sedang memeluk pesawat mainan sambil tersenyum lebar, melihat itu Tasha tertawa. Harus Tasha akui, kakaknya itu mempunyai wajah yang tampan semenjak dia masih kecil. Dia terus membolak-balik halaman dari album foto itu kebanyakan wajah Agatha dan ibunya.

Mata Tasha terpaku pada satu foto di album tersebut. Dia melihat foto dirinya bersama kedua orangtuanya dan kakaknya di sebuah taman yang suka dia datangi bersama Rega dan Reyna. Disana Tasha terlihat senang sekali, ia tertawa sampai-sampai matanya terpejam membentuk bulan sabit. Tanpa sadar, air mata menetes di pipi Tasha, di halaman selanjutnya dia melihat dirinya sedang memperhatikan kupu-kupu sambil tersenyum lucu di taman yang sama dengan Agatha disampingnya, Tasha memperhatikan dirinya semasa kecil. Sangat bahagia dan mudah tersenyum, berbeda dengan dirinya yang sekarang ini. Dia menelusuri foto itu dengan jari telunjuknya, jarinya terhenti pada tulisan tangan yang ada di tepi foto.

Walaupun sudah hampir pudar Tasha mencoba untuk membaca tulisan itu.

My love, My life, My princess… Tetaplah tersenyum anakku…

Air mata-nya turun semakin deras setelah membaca tulisan itu. Tasha memeluk album foto itu dan menangis sejadi-jadinya. Dia sangat merindukan orang tuanya.

Tumbuh besar tanpa ada bimbingan orang tua sangatlah sulit. Apa yang terjadi pada orang tuanya? Dia sama sekali tidak tahu. Hatinya mengatakan bahwa sesuatu yang besar telah terjadi. Harapannya saat ini hanyalah ingatannya kembali agar dia tahu apa yang terjadi pada tiga orang yang sangat dia sayangi.

Agatha terbangun karena dia ingin ke kamar mandi. Tapi, niatnya itu sirna karena mendengar suara tangisan. Dan, dia hafal betul bahwa itu adalah suara Tasha.

Karena panik, dia langsung menuju lantai bawah tapi terhenti karena melihat Tasha menangis sambil memeluk sebuah album foto. Agatha merutuki dirinya sendiri, seharusnya dia menaruhnya di dalam gudang tadi pagi, tapi karena ada sesuatu yang harus dia kerjakan, ia lupa dengan kardus-kardus itu.

Hatinya terkikis melihat adiknya menangis seperti itu, sudah lama sekali semenjak Agatha melihat Tasha menangis, walaupun adiknya kadang seperti robot tanpa ekspresi tapi, dia lebih memilih melihat Tasha seperti itu, daripada melihatnya menangis seperti saat ini.

Agatha menghampiri Tasha perlahan-lahan, dia menyentuh pundak Tasha lembut, tanpa menoleh Tasha langsung memeluk erat Agatha dan menangis di pundak kakaknya. Agatha mengeratkan pelukannya dan mencium puncak kepala Tasha, membiarkan adiknya menumpahkan segala emosinya, tidak peduli dengan kaosnya yang sudah basah dengan air mata Tasha.

"Hush… udah… jangan nangis kayak gitu, ah. Ntar kakak ikutan nangis, lho," kata Agatha berusaha untuk menenangkan adiknya, Tasha malah memukul bahu Agatha pelan sambil tetap menangis "Cowok masa nangis, sih. Badan aja berotot gitu, tapi cengeng," sahut Tasha masih dengan suara terisak dan melepaskan pelukannya, dia mengusap air matanya pelan, Agatha terkekeh pelan dan menatap adiknya dengan penuh sayang "Kamu juga jangan nangis, dong. Nanti cantiknya ilang tau," ujar Agatha kepada Tasha yang masih berusaha menghentikan tangisnya.

Tanpa membalas, Tasha hanya kembali memeluk kakaknya itu. Dia sangat membutuhkan kakaknya sekarang, sudah lama Tasha tidak memeluk Agatha seperti ini. Tanpa menunggu sedetik pun, dia membalas pelukan Tasha dan mengusap rambut Tasha lembut, Agatha paham betul bahwa Tasha sangat membutuhkan ini sekarang. Begitu pula dirinya.

Akhirnya Tasha merasa tenang, pelukan Agatha memang membantu membuatnya merasa lebih baik, dia memejamkan matanya dan menghela nafas panjang. Sedangkan Agatha masih membelai rambutnya lembut.

"Udah nangisnya?" tanya Agatha sambil mengintip wajah Tasha yang ada di dadanya, Tasha hanya mengangguk dan tersenyum menatap Agatha "Kalo gitu bantuin kakak beresin kardusnya, yuk."

"Ini kenapa mau dimasukkin ke gudang?" ucapan Tasha dengan suara bengek karena habis menangis membuat Agatha bingung. Agatha sengaja memasukkan ini ke gudang agar Tasha tidak mengetahuinya. Dia tidak ingin hal-hal seperti ini terjadi. Agatha takut Tasha sakit jika melihat sesuatu yang menyangkut masa lalunya itu, dia tidak berani untuk mengambil resiko tersebut "Emmm… anu apa.. itu.. kan gak cukup space jadi kakak masukkin ke gudang," jawab Agatha terbata-bata. Sedangkan Tasha hanya mengangguk, walaupun dia sendiri menganggap jawaban kakaknya itu tidak masuk akal. Karena, rumah yang ditinggalinya terbilang sangat besar jika hanya untuk mereka berdua, seharusnya foto-foto di dalam kardus tersebut bisa cukup.

Tasha termenung sampai-sampai dia tidak sadar bahwa Agatha sudah memanggilnya berkali-kali. Tiba-tiba saja rasa sakit kepala yang sangat besar melanda Tasha, dia memejamkan matanya, menahan rasa pusing yang sangat hebat, Tasha mengerang kesakitan sambil memegangi kepalanya.Agatha yang tengah memasukkan kardus-kardus itu ke gudang langsung panik dan segera keluar gudang untuk menghampiri Tasha yang hampir kehilangan keseimbangan.

"TASHA! SHA! KAMU KENAPA?! TASHA!" teriak Agatha saat Tasha mulai jatuh dalam pelukannya, Tasha merasakan sakit yang begitu hebat di kepalanya, semua kepingan mimpi dan ingatannya bermain seperti film di kepalanya. Membuat Tasha semakin pusing dan mual, kesadarannya kian menipis, sangat susah baginya untuk terus membuka mata. Dan akhirnya Tasha jatuh pingsan, membuat Agatha semakin ketakutan. Hal pertama yang dia lakukan adalah membawa Tasha ke ruang tengah, dan menidurkannya di sofa.

Dia bergegas mengambil handphone di kamarnya dan segera menelepon Natasya, tidak peduli dia menelponnya saat dini hari. Agatha sudah tidak bisa berpikir jernih lagi. Tak lama akhirnya Natasya mengangkat telepon Agatha sehingga membuatnya menarik nafas lega.

"Halo?" ujar Natasya saat menerima telepon dari Agatha, untung saja saat ini Natasya sedang kerja lembur di klinik-nya. Jika tidak maka dia akan tertidur pulas dan tidak akan menjawab telepon Agatha kali ini "Tante! Tolong Tasha! Tasha pingsan!" ujar Agatha gusar. Panik, cemas, takut, dan sedih bercampur menjadi satu di dadanya "Oke! Tante kesana sekarang," sahut Natasya di seberang sana. Agatha mematikan sambungan telepon dan kembali ke Tasha yang masih tidak sadarkan diri.

Agatha mengusap lembut kepala Tasha, wajahnya terlihat kesakitan membuat Agatha merasakan sakit yang membuncah dalam dirinya. Dia sangat ingin agar Tasha tidak tersiksa seperti ini, harusnya dia saja yang merasakan sakitnya bukan Tasha. Agatha menangis dia berharap semoga Tasha baik-baik saja. Sudah cukup dia kehilangan kedua orang tuanya, tapi jangan Tasha. Dia tidak ingin merasakan kehilangan lagi.

Tak lama Natasya sampai dan segera masuk kedalam rumah Agatha, dia langsung menuju ke ruang tengah dimana Tasha dan Agatha berada. Dia melihat Tasha yang tidak sadarkan diri dan Agatha yang menangis. Melihat pemandangan itu membuat Natasya sedih.

"Tante! Akhirnya tante dateng juga. Tolong bangunin Tasha, tante. Tolong…" pinta Agatha lega saat melihat Natasya memasuki ruang tengah, dengan sigap Natasya langsung menghampiri Tasha yang terbaring dan mengecek keadaannya. Dia mengeluarkan stetoskop yang ada di dalam tas-nya dan mulai mengecek keadaan Tasha.

Agatha hanya bisa menggigiti kukunya dan berharap agar Tasha baik-baik saja. Natasya melepas stetoskop nya dan menghela napas "Tasha terkena panic attack atau serangan panik mendadak. Membuat kondisi vitalnya melemah. Walaupun, Tasha sudah lama tidak terkena traumanya, kondisinya bisa terbilang masih lemah," jelas Natasya tanpa mengalihkan pandangannya dari Tasha.

"Tapi…. Tasha bakal bangun kan, dok?" tanya Agatha sambil melihat kearah Tasha yang masih memejamkan matanya. Natasya mengangguk perlahan "Ya… untungnya kamu bergerak cepat dan beritahu tante. Kalau tidak, maka keadaan Tasha bisa lebih buruk," jawab Natasya membuat Agatha merasa lega "Sekarang kita biarkan dia istirahat, dan untuk menghindari resiko yang lebih parah lagi, lebih baik segala sesuatu yang bersangkutan dengan masa lalu kalian disembunyikan untuk sementara. Agar keadaan Tasha bisa membaik," Agatha hanya mengangguk lemah dan menatap Tasha cemas.

Tak lama Natasya pamit dan meninggalkan Agatha sendiri bersama Tasha. Dia memutuskan untuk membawa Tasha ke kamarnya. Dia sama sekali tidak bisa tertidur, matanya terpaku pada adik kesayangannya dan pikiran sudah merajalela kemana-mana. Memikirkan sesuatu yang lebih buruk akan terjadi kepada Tasha. Dia menggelengkan kepalanya, menghalau pikiran-pikiran buruk yang bertengger di kepalanya. Dia tahu dia harus tetap bahagia dan kuat untuk adiknya.

Agatha membaringkan tubuhnya disamping Tasha dan berusaha untuk memejamkan matanya, bagaimanapun dia harus beristirahat agar dia tidak jatuh sakit dan bisa menjaga Tasha.

"Harusnya kakak yang sakit… bukan kamu," gumam Agatha sendu sambil menatap sedih wajah Tasha yang tertidur pulas, setelah terjaga selama beberapa menit akhirnya Agatha terlelap dalam tidur dengan Tasha di pelukannya.

***

Agatha terbangun karena suara alarm di kamarnya, matanya sembap dan bengkak karena menangis tadi malam. Walaupun Agatha terlihat sangat maskulin dengan badan berotot dan wajah dingin yang memberikan kesan cowok cool. Namun, jika sudah menyangkut tentang adiknya, semua pertahanan Agatha akan luntur.

Dia tersadar Tasha tidak lagi terbaring disampingnya, membuat Agatha langsung bangun dan mencari Tasha. Dia pikir Tasha pindah ke kamarnya, maka dia segera menuju ke kamar Tasha. Saat hendak memasuki kamar Tasha, Agatha mendengar suara di dapur.

Dia turun ke lantai bawah dan melihat Tasha tengah memasak pancake sambil bersenandung kecil, dia sudah mengenakan seragam sekolahnya. Karena menyadari keberadaan Agatha, Tasha membalikkan badannya dan tersenyum.

Agatha segera menghampiri adiknya "Kepala kamu masih pusing?" tanyanya kepada Tasha dan memegang kening adiknya, Tasha menggeleng "Udah baikan kok, Kak," balasTasha lembut membuat Agatha tersenyum lega, dia memeluk erat adiknya "Kamu jangan sakit kayak kemarin lagi ya? Kakak gak mau liat kamu kayak kemarin lagi," Tasha hanya tersenyum, mendengar celotehan Agatha, menikmati pelukan hangat yang diberikan oleh kakaknya di pagi hari. Entah kenapa, tapi pelukan Agatha selalu berhasil membuat Tasha tenang.

"Yaudah, kak. Ayo sarapan dulu. Nanti aku telat lagi," ujar Tasha sambil melepaskan dirinya dari pelukan Agatha. Tasha menyiapkan pancake yang dia masak tadi dan dua gelas susu. Mereka menikmati sarapannya dalam diam, Agatha bersyukur melihat Tasha sudah kembali seperti semula. Dia berjanji akan melindungi Tasha dengan segenap raganya. Dia berjanji akan menyakiti dirinya sendiri jika sesuatu yang buruk terjadi pada adiknya.

Tasha menatap kakaknya cemas, daritadi dia melihat Agatha melamun tanpa sekalipun menyentuh sarapannya "Kak? Kakak kenapa?" tanya Tasha sambil mengibaskan tangannya tepat di depan muka Agatha. Dia tersadar dan mengulum senyum sambil menggelengkan kepalanya "Hah? Oh… nggak. Kakak gak kenapa-napa, kok. Ayo dimakan pancake-nya," sahut Agatha salah tingkah , membuat Tasha menatapnya aneh, Tasha ingin bertanya lagi tapi, rasanya Agatha sedang memiliki banyak masalah di kepalanya. Jadi, dia mengurungkan niatnya.

"Kalo kamu masih ngerasa sakit, langsung pulang ya? Jangan maksain diri sendiri. Okay?" Tasha hanya mengangguk untuk menanggapi ucapan kakaknya. Akhirnya mereka melanjutkan sarapannya dalam diam, sesekali Tasha melirik Agatha yang sedang memakan sarapannya dengan tatapan kosong seakan-akan sesuatu sedang menganggu pikirannya. 'Apa terjadi sesuatu saat dia pingsan kemarin?' tanyanya pada diri sendiri. Tiba-tiba saja dia teringat janjinya bersama Raga kemarin, dan entah kenapa refleks sebuah senyuman terukir di bibirnya. Dia segera menghapus senyumannya dan memegang dadanya bingung kenapa hanya dengan memikirkan nama Raga membuat jantungnya berdetak sangat cepat?

Tasha berdeham, memecah keheningan diantara mereka berdua "Kak?" panggil Tasha, Agatha mendongakkan kepalanya menatap kearah Tasha dan menunggunya untuk melanjutkan bicara.

Tasha menatap kakaknya dengan tatapan gugup "Boleh gak pulang sekolah nanti, Tasha keluar sama temen?" tanya Tasha, dia merasa seperti menelan sebuah batu di tenggorokannya, Agatha menautkan kedua alisnya "Reyna?" tanya Agatha bingung dengan siapa yang dimaksud Tasha, sedangkan dia hanya menggelengkan kepalanya pelan, membuat Agatha semakin penasaran. Tasha memainkan jarinya dibawah meja dan menggigit bibirnya. Agatha paham betul bahwa adiknya tengah gugup.

"Cowok?" terka Agatha lagi membuat Tasha terkesiap "Emmm… i-iya," jawab Tasha terbata-bata membuat Agatha tertawa keras tapi Tasha hanya terdiam di tempatnya, rasa gugupnya semakin menjadi-jadi. Tidak pernah sekalipun Tasha merasa gugup di depan Agatha, dan seingatnya, Tasha tidak pernah menghabiskan waktunya bersama laki-laki, hanya Rega satu-satunya cowok yang dekat dengan Tasha, dan setelah kejadian itu Tasha tidak lagi dekat dengan laki-laki manapun.

"Siapa namanya?" tanya Agatha setelah berhasil menghentikan tawanya "Raga. Dia anak baru di sekolah, kita cuman mau beli buku aja, soalnya kemarin dia ngajakin tapi aku nya gak bisa," jelas Tasha membuat Agatha mengangguk tanda paham, dia tertawa geli sambil beranjak dari tempat duduknya untuk menghampiri adiknya dan mengusap kepala Tasha dengan penuh sayang "Wah… Wah… kayaknya kasih sayang adik kakak bakal terbagi, nih. Hiks… miris," kata Agatha sambil berpura-pura menangis membuat Tasha langsung mendongakkan kepalanya "Bukan pacar kok, kak. Cuman temen doang," kata Tasha lelah sambil menghela napas.

"Tapi kan semuanya berawal dari temenan, terus pacaran, akhirnya nikahan, deh," gurau Agatha membuat Tasha menatap kakaknya itu geram. Harusnya dia tahu kalau Agatha akan mengejeknya seperti ini.

"Terserah," gumam Tasha dingin sambil menenteng tas sekolahnya keluar rumah dan menunggu di depan mobil Agatha. Sambil menghampiri Tasha, Agatha berdecak kagum, hanya sepersekian detik dan sikap Tasha sudah menjadi robot tanpa ekspresi lagi.

***

Saat Tasha masuk ke sekolah, tak henti-hentinya Reyna menghujani Tasha dengan 1001 pertanyaan tentang apa yang terjadi kemarin.

Saat Reyna mendengar apa yang terjadi pada Tasha lewat Agatha, dia panik bukan kepalang, masalahnya saat Reyna sedang lelap dalam tidurnya, dia bermimpi tentang Tasha, dirinya, dan Rega. Dan mimpi itu sangat jauh dari kata indah. Dan Reyna terbangun karena suara telpon dari Agatha yang memberi tahu bahwa Tasha tidak sadarkan diri. Dan melihat Tasha turun dari mobil Agatha pagi ini membuat Reyna senang sekaligus lega.

Dia sudah mengira yang tidak-tidak tentang keadaan sahabatnya itu. Saat Tasha sudah memasuki kelas, bukannya mengucapkan selamat pagi, Reyna malah menghujaninya dengan omelan betapa cerobohnya Tasha dan bahwa Reyna sangat mencemaskannya.

Reyna sedang duduk di bangku tepat didepan tempat duduk Tasha dan Rega masih dengan pertanyaan-pertanyaan yang tak kunjung dijawab oleh Tasha, membuat Rega juga menatap Tasha dengan tatapan cemas dan penasaran.

"Berisik lo, Rey," sahut Tasha datar yang daritadi diam sambil mendengar celotehan Reyna. Jujur saja, kupingnya sudah panas setengah mati karena omelan Reyna.

"Ih lo tuh ya! Gue nge-bacot daritadi nanyain lo kenapa. Terus jawaban lo cuman berisik, doang?!" geram Reyna setengah mati menahan tangannya agar tidak menjambak rambut sahabatnya itu. Tasha mendongakkan kepalanya dari buku tulisnya dan menatap kearah Reyna datar "Gak disini," jawab Tasha sambil melirik kearah Rega sekilas dan kembali menatap Reyna yang duduk tepat di depannya "Yaudah. Pokoknya nanti istirahat, gue minta penjelasan lo."

"Hm." Jawab Tasha dingin, dan kembali fokus ke buku tulisnya. Reyna menatap Tasha dengan tatapan jengah, sahabatnya ini hanyalah robot yang menjelma menjadi manusia. Karena bel masuk belum berbunyi, Reyna mengambil kesempatan ini untuk mengobrol lebih dekat bersama Rega.

"Raga," panggil Reyna pelan, Rega yang daritadi hanya menyimak percakapan Tasha dan Reyna atau lebih tepatnya omelan Reyna pun mendongakkan kepala dari HP-nya "Apa?" jawab Rega sambil tersenyum.

Melihat senyum Rega membuat Reyna teriak histeris ala fangirl, sedangkan Tasha hanya memutar bola matanya "Duh! Ragaaaaaaa! Senyumnya aja manis bangettttt," kata Reyna membuat Rega tertawa 'Reyna… lo emang ga pernah berubah.' Batin Rega.

"Rey, tolong deh. Jangan malu-maluin gue, please," sahut Tasha yang daritadi menutup mulutnya "Eh… Ohohoh, lo cemburu ya, Sha?…. Cieee… cieee… cemburu nih," goda Reyna sambil mencolek-colek pipi Tasha, sedangkan Tasha hanya berdecak kesal sambil menjauhkan tangan Reyna dari wajahnya. Berbeda dengan Tasha yang kesal, Rega tersenyum senang mendengar perkataan Reyna.

"Yaudah deh. Gue balik ya? Inget, lho Sha, jawaban pertanyaan gue tadi," kata Reyna dan meninggalkan Tasha dan Rega berdua, mereka diam dalam keadaan canggung.

Rega sangat ingin bertanya tentang apa yang dimaksud Reyna tadi. Yang dia tangkap dalam omongan Reyna tadi hanyalah kalau Tasha sempat pingsan. Tapi, Rega takut membuat Tasha tidak nyaman hanya karena pertanyannya.

"Sha…. gue boleh nanya, gak?" tanya Rega pada akhirnya saat sedari tadi asyik beragumen dengan pikirannya sendiri, rasanya menggunakan gue-lo dengan Tasha sangatlah tabu baginya. Karena biasanya mereka menggunakan aku-kamu.

"Apa?" tanya Tasha dingin tanpa menolehkan pandangannya, perlakuan dingin Tasha terhadapnya membuat Rega sakit. Padahal dulu setiap kali dia memanggil nama Tasha, maka Tasha akan menjawabnya dengan senyuman yang sangat lebar. Rega merindukan Tasha-nya yang dulu. Sangat rindu.

"Emmm… itu… lo tadi… gue penasaran sama Reyna tadi bilang l-lo kemarin pingsan? Lo kenapa?" tanya Rega terbata-bata, sedangkan Tasha hanya mengangguk dan menatap Rega dengan tatapan datar "Bukan apa-apa. Gue udah biasa kayak gitu," jawabnya.

Gue udah biasa kayak gitu. Entah kenapa kalimat itu membuat hati Rega semakin terkikis, secara tidak sadar kepergiannya sudah membuat Tasha tersiksa. Saat ini, Rega hanya ingin memeluk Tasha erat dan memberi tahunya bahwa dia adalah Rega, Rega-nya.

"Oh iya. Yang waktu itu, lo ngajakin gue ke toko buku, jadi, kan?" tanya Tasha membuat Rega terkejut "Nggak usah, deh. Mending lo istirahat aja," balas Rega pengertian.

"Gue gak kenapa-napa. Lagian gue udah janji, kalo janji gak boleh di ingkarin," sahut Tasha, Rega mengulum senyum walaupun dia merasa cemas dengan keadaan Tasha tapi di waktu yang bersamaan dia merasa senang. Setidaknya dia bisa menghabiskan waktunya bersama Tasha.

"Oke, gue tunggu di depan sekolah, ya? Nanti berangkat pake motor gue," kata Rega. Tasha hanya menganggukan kepalanya tanda setuju, walaupun daritadi Tasha memasang ekspresi dingin.

Tapi, jantungnya berdebar sangat cepat hanya karena mendengar suara Rega. Entah apa yang dilakukan Rega dengan dirinya, sehingga dia menjadi seperti ini. Tapi, Tasha menyukainya.

Akhirnya setelah sekian lama menunggu, bel istirahat berbunyi, Reyna langsung menuju ke bangku Tasha dan Rega dengan tergesa-gesa. Dirinya sudah tidak sabar untuk mengetahui apa yang terjadi pada Tasha.

"Duh! Rey. Santai aja kali. Kayak setan kepanasan aja," tukas Tasha saat mereka berdua sudah meninggalkan kelas dan Rega yang masih cengo ditempatnya.

"Gue udah gak sabar soalnya, yaudah buru jelasin," kata Reyna. Tasha pun mulai menjelaskan kejadian mulai dari mimpinya sampaidetik-detik terakhir sebelum dia pingsan. Sepanjang penjelasan Tasha, Reyna mendengarkan dalam diam, di dalam hatinya dia semakin yakin dengan firasatnya bahwa sesuatu akan terjadi. Semoga saja bukan sesuatu yang buruk. Kehilangan kedua orang tuanya sudah sangat berat, dia tidak mau merasa kehilangan lagi.

"Gue harus cepet-cepet ke dokter Nat lagi. Gue yakin ingatan gue bakal balik sebentar lagi, dan gue bisa cari alasan sebenarnya kenapa orangtua gue sama Rega pergi," kata Tasha mantap sambil mengaduk es teh-nya. Bukannya senang, Reyna yang duduk di depan Tasha malah menegang, rasanya nafsu makannya sudah menguap entah kemana.

Reyna hanya bisa mengangguk pasrah dan langsung meminum minuman yang tadi dia pesan sekali teguk sampai kandas.

"Nanti pulang sekolah lo pulang sendiri, ya?" ujar Tasha karena mengingat janjinya bersama Raga siang nanti, entah kenapa hanya memikirkan itu membuat jantungnya kembali berdebar cepat "Emang kenapa?" tanya Reyna penasaran, mangkok soto yang tadi Reyna pesan sudah tidak lagi disentuh olehnya, walaupun masih sisa setengah

"Gua mau keluar sama Raga," kata Tasha kalem, mendengar itu Reyna membelalakkan matanya "APA?!" balas Reyna histeris dengan suara nyaring, sehingga suaranya cukup terdengar sampai bangku depan, beberapa orang melirik kearah Tasha dan Reyna "Biasa aja kali, Rey. Gausah alay gitu," sahut Tasha sambil meminum es teh-nya yang sudah hampir habis.

"Sha. Lo masih sakit?"

"Nggak," jawab Tasha datar tanpa ekspresi, sedangkan Reyna masih terkejut. Bukan apa-apa, hanya saja seumur-umur Tasha tidak pernah menghabiskan waktunya bersama laki-laki selain Agatha dan yang membuatnya semakin terkejut adalah orang yang keluar bersama Tasha nanti adalah orang baru. Sedangkan Aldi yang bertahun-tahun mengejarnya sama sekali tidak dihiraukan oleh Tasha.

"Emang mau kemana?"

"Toko buku. Kemarin dia ngajakin, tapi gue nolak, jadi gue ajak dia hari ini," balas Tasha lagi dengan jujur, kadang memang orang yang dingin lebih cenderung jujur dan berkata apa adanya.

Reyna hanya menganggukan kepalanya tanda paham, walaupun ada satu hal yang membuatnya sangat bingung "Lo aneh," katanya "Biasanya cowok- cowok disini terutama Aldi sering ngajakin lo keluar, ngedate atau apalah itu. Tapi lo selalu nolak mentah-mentah. Kenapa sekarang lo malah ngajak cowok jalan? Apalagi ini Raga. Anak baru. Gue bingung, Sha," jelas Reyna meminta penjelasan Tasha, walaupun Reyna senang akhirnya Tasha mencoba untuk membuka hatinya untuk laki-laki lain selain Rega. Tapi tetap saja dia bingung.

Tasha mengedikkan bahunya, dia juga bingung dengan dirinya sendiri. Entah kenapa setiap kali melihat Raga rasanya ada segerombolan kupu-kupu di dalam perutnya, setiap kali Raga tersenyum padanya, atau setiap kali Raga perhatian kepadanya rasanya pipinya menghangat. Singkatnya, dia merasa senang saat ada di dekat Raga. Dekat dengannya seperti dekat dengan Rega. Rega yang sangat Tasha rindukan.

"Gak tau, Rey. Gue… gue kayak ngerasa deket sama Rega, aja. Ada sesuatu dari dia yang bikin gue inget sama Rega. Jadi… gue nyaman sama dia,"jelas Tasha dengan nada pelan "Ternyata gue gak sendirian. Gue juga ngerasain hal yang sama, kayak ada sesuatu dari Raga yang…. Rega banget. Bahkan namanya hampir mirip, Rega, Raga. Cuman nama belakangnya aja sih yang beda," sahut Reyna menerawang.

"Kalo gitu, sepulang lo darisana. Gue mau lo pergi ke taman, kita ketemuan disana dan lo harus cerita tentang nanti. Gimana?" usul Reyna membuat Tasha mengernyitkan dahinya "Lo kenapa gak ikut aja? Temenin gue," kata Tasha kebingungan.

"Nggak. Gue mau ngurusin dekorasi acara ulang tahun gue. Kebetulan event organizer-nya juga bagus banget, jadi semangat gue nyiapin pesta nanti. Orang-orang-nya juga fun banget, gue yakin pesta gue nanti bakal meriah dibanding tahun lalu," celoteh Reyna, Tasha bergidik ngeri. Meriah daripada tahun lalu? Bagaimana bisa.

Tahun lalu Reyna yang mengatur sendiri ulang tahunnya, untuk pengalaman baru katanya. Dan ternyata tidak terlalu buruk, Reyna sangat menyukai hal-hal semacam ini, mengurus acara, mendekor dan semuanya. Singkatnya dia sangat suka mengatur.

Walaupun hampir semua dekorasinya berwarna pink, tapi Tasha harus akui, pesta Reyna sangat meriah, itu adalah pesta terbagus dan terseru yang pernah didatanginya, Tasha memang sering ke pesta-pesta kantor ayahnya. Karena tidak enak jika tidak datang, dia adalah anak bungsu dari ayahnya, tentu saja semua orang sangat mengharapkan kedatangan sang anak bungsu dari pemilik perusahaan, tapi Tasha selalu saja pergi di tengah acara dan menunggu kakaknya di mobil. Dia lebih menyukai kesunyian daripada keramaian.

***

Tasha melirik jam tangan yang tersampir di tangan kanannya. Sebentar lagi jam pulang dan itu berarti dia akan keluar bersama Rega, memikirkan itu membuat Tasha gugup.

Dia takut dia akan kikuk nanti saat bersama Raga, karena ini adalah pertama kali dalam waktu yang sangat lama. Tasha keluar bersama laki-laki selain kakaknya.

Rega yang menyadari kegugupan Tasha hanya tertawa geli.

Rega diselamatkan oleh pamannya yaitu, Bram. Bukan karena apa-apa, memang dari awal Bram menjadikan Rega hanya sebagai umpan untuk Tasha. Karena dia tahu betapa dekatnya Tasha dengan Rega, Bram gagal mendapat apa yang dia mau dari orangtua Tasha. Ayah Tasha masih bersikukuh tidak ingin memberikan perusahaannya kepada Bram dan malah memberikan kepada anak bungsu-nya yaitu, Tasha.

Bram adalah orang yang serakah, kejam, dan juga nekat. Dia tidak segan-segan membunuh orang-orang yang menghalangi jalannya menuju apa yang dia mau. Bahkan darah dagingnya sendiri. Bram membunuh kakaknya sendiri yaitu, ayah-nya Rega karena melarangnya untuk mengancam ayah Tasha. Dia dan anak buahnya membantai orangtua Rega, Tasha, dan Reyna hanya dengan satu malam.

"Baik, anak-anak. Pelajaran kita tutup hari ini, jangan lupa kerjakan tugas yang ibu berikan tadi. Dan, jangan lupa untuk ulangan harian minggu depan. Siang," ucapan ibu guru diikuti oleh suara riuh dari anak-anak di dalam kelas, Tasha segera membereskan mejanya yang penuh dengan buku begitu pula dengan Rega.

Hanya dalam waktu 20 menit kelas sudah mulai sepi, semua murid-murid berdesakkan keluar kelas. Entah apa yang mereka kejar sampai harus terburu-buru begitu. Sebenarnya Tasha juga ingin keluar kelas dan segera pulang kerumahnya. Tapi, Tasha sengaja melambatkan gerakannya saat memberskan tas-nya, dia masih gugup. Dan rasa gugup itu semakin menjadi-jadi.

"Gue tunggu lo di depan gerbang sekolah, ya," bisik Rega tepat di telinga Tasha, membuatnya terkesiap, jantungnya menderu cepat dan pipinya menghangat. Rega terlalu dekat dengannya, sampai-sampai dia bisa merasakan detak jantung Rega di lengan kanannya. Untuk mengusir rasa gugupnya Tasha berdeham dan menggeser tubuhnya dengan halus, dia memperbaiki ikatan rambutnya dan mengangguk "Iya. Ntar lagi gue keluar, kok," balasnya.

Rega menyampirkan tas-nya di bahu kiri dan segera melenggang keluar kelas untuk mengambil motornya dengan senyum lebar terukir di bibirnya. Dia merasa bersemangat bisa keluar bersama Tasha.

Tasha mengikuti Rega dari belakang dengan langkah kecil, pipinya masih bersemu merah karena tindakan Rega tadi. Saat Tasha sudah di depan kelas, dia dikejutkan oleh Reyna yang masih menunggunya di depan pintu "Hello, tomato girl," ejek Reyna karena melihat pipi Tasha yang berwarna merah, sedangkan Tasha menatapnya dengan tajam "Tapi, seriusan lho. Pipi lo merah banget. Jadi tambah cantik. Gak kayak biasanya tuh, kan biasanya muka lo pucet banget. Tante kunti aja kayaknya kalah, deh," celoteh Reyna membuat Tasha kesal "Pulang sana," katanya dingin sambil menatap ke depan.

"Ngusir? Iya deehhh. Tau kok yang mau nge-date sama pacarnyaaa," kata Reyna lagi, saat mereka sudah di depan gerbang sekolah.

"Apaan sih? Bukan pacar juga," bantah Tasha.

"Kalo gitu, calon pacar deh," balas Reyna jahil, sepertinya Agatha dan Reyna bersekongkol untuk menganggunya seharian. Entah kenapa rasanya kadang Tasha tidak yakin bahwa Agatha adalah kakaknya dan Reyna adalah sahabatnya.

"Terserah," gumam Tasha. Terdengar suara mesin motor yang mendekat, membuat Tasha dan Reyna menoleh. Rega sedang menaiki motor ninja berwarna merah, siapapun yang melihatnya saat ini pasti akan langsung terpesona dengan Rega. Badan tinggi dan tegap, kulit putih, rambut hitam legam, dengan rahang yang sangat keras memberikan kesan yang berwibawa.

Tasha benar-benar terpaku ditempatnya berdiri saat ini, tidak peduli dengan Reyna dan celotehannya saat ini.

"Sha, ayo. Eh. Ada Reyna juga, belum pulang?" Rega melepaskan helm-nya dan tersenyum kearah Reyna juga Tasha "Yahhhh si abang. Kalo gue udah pulang, gue gak bakal berdiri disini sama Tasha kali," gurau Reyna. Baik Tasha dan Rega mereka berdua terkekeh pelan.

"Yaudah, gaiss. Gue pamit dulu, have fun yaaa," Reyna melambaikan tangannya dan mengerlingkan matanya kepada Tasha, sedangkan Tasha hanya memutar bola matanya.

"Berangkat?" tanya Rega menyodorkan helm kepada Tasha, Tasha menarik napas perlahan, berusaha untuk tenang dan mengangguk sembari memakai helm yang diberikan Rega

***

Deru mesin motor Rega memecah jalanan Jakarta yang padat. Sedari tadi mereka berdua duduk dalam diam, Tasha memegang jaket Rega erat, dia harus mengakui kalau Rega wangi. Wanginya membuat Tasha betah. Sedangkan Rega, dia melirik Tasha dari kaca spion. Biarpun wajah cantik Tasha tertutupi oleh kaca helm. Tapi, Rega masih dapat melihat semburat merah kecil di pipi Tasha, dan Rega menyukainya… sangat.

"Yuk, Sha. Kita udah nyampe," kata Rega saat motornya sudah terpakir rapih di salah satu toko buku langganannya "Lo mau nyari buku apa?" tanya Tasha penasaran "Gue mau nyari komik aja disini," katanya.

Tasha mengangguk paham, dia jadi teringat bahwa dulu Rega sangat menyukai buku komik, hingga rak bukunya dipenuhi dengan buku-buku komik. Mulai dari cerita kartun yang lucu seperti doraemon, sinchan hingga komik action seperti Naruto.

Tasha terkekeh "Dulu juga sahabat gue suka banget baca komik," katanya saat mereka memasuki toko buku yang sedang ramai pembeli. Rega terhenyak, apa mungkin Tasha sedang membicarakan tentang…. dirinya?

Rega berdeham "Siapa? Reyna?" tanyanya. Dia melihat Tash menggeleng, membuatnya semakin yakin bahwa yang Tasha bicarakan betul-betul dirinya "Dulu selain gue sama Reyna, ada juga satu orang. Namanya Rega," kata Tasha, dan nada-nya berubah menjadi sendu saat menyebutkan nama Rega.

Rega senang bukan kepalang, ternyata Tasha masih ingat semua tentang dirinya. Ingin rasanya Rega berteriak pada Tasha bahwa dirinya adalah Rega bukan Raga.

Rega hanya mengangguk dan berpura-pura batuk untuk menyembunyikan senyumnya, sekarang mereka ada di rak buku bagian komik "Kamarnya Rega tuh dulu penuh banget sama komik. Bahkan kayaknya lebih banyak daripada yang ada disini," kata Tasha. Tasha tidak pernah bercerita panjang lebar tentang Rega ke orang lain, dia selalu diam atau menjawab seadanya saja.

Tapi, Rega membuatnya nyaman. Tasha segera sadar dan menolehkan kepalanya kearah Rega. Dia tersenyum "Cepet cari bukunya. Gue ke bagian novel dulu," Tasha segera meninggalkan Rega yang masih terpaku ditempatnya.

Tasha bergegas menuju bagian novel yang cukup jauh dari Rega, dia bersandar pada salah satu rak buku dan menghela napas. Bisa gila jika Tasha berdekatan dengan Rega, entah apa yang terjadi padanya, atau apa yang dilakukan Rega padanya sehingga membuat Tasha menjadi seperti ini.

Tasha sama sekali tidak pernah tersenyum pada lelaki manapun, tapi Rega? Dia sangat berbeda dari yang lain. Saat dia sudah merasa tenang, dia segera kembali ke Rega yang masih fokus melihat-lihat buku komik. Saat berjalan karena saking fokusnya memperhatikan Rega, dia tersandung oleh kakinya sendiri. Dan tersungkur ke depan.

Tasha memejamkan matanya erat-erat, dia sudah siap menerima rasa sakit dari lantai yang akan menghantam wajahnya. Sampai dia merasakan deru napas di hidungnya, tercium bau mint segar. Tasha hafal betul siapa ini.

Dia membuka matanya dan melihat Rega tengah menatapnya, tangan Rega memegang kedua lengan Tasha erat, jarak antara wajahnya dan wajah Rega sangatlah dekat. Biasanya dalam novel yang dia baca, posisi seperti ini adalah posisi yang sangat rawan, satu gerakan lagi dan mereka berciuman. Entah sudah keberapa kalinya mereka berdua beradu tatap.

Rega tidak pernah sedekat ini dengan Tasha, aromanya yang manis dan menenangkan dalam waktu bersamaan membuat Rega candu. Dan mata Tasha yang berwarna cokelat hazel dipadu dengan hitam legam, bagi Rega semua yang ada di Tasha sangatlah sempurna.

Rega tersadar dan berdeham, dia melepaskan tangannya dari pundak Tasha "Lo gak apa-apa?" Tasha masih asyik berperang dengan detak jantungnya yang semakin menjadi-jadi. Entah kenapa, jika bersama Rega dia tidak bisa menjadi dirinya. Dirinya yang dingin dan cuek. Tasha hanya menggeleng pelan sambil menundukkan kepalanya.

Rega tertawa geli, di matanya Tasha selalu menjadi Tasha-nya yang lucu dan cantik, bahkan saat dia bersifat dingin sekalipun.

"Yaudah. Besok-besok kalo jalan hati-hati, jangan sampe jatuh lagi," katanya sambil terkekeh dan mengacak rambut Tasha pelan. Dia mengecek pipi Tasha dan tersenyum puas karena pipi Tasha bertambah merah.

Rega berjalan kearah kasir sambil menenteng buku komik di tangan kanannya dengan Tasha yang mengikuti Rega dalam diam dari belakang. Saat mereka berdua sampai di kasir, ibu-ibu yang menjaga kasir itu tersenyum dan menatap mereka berdua penuh arti "Ibu jadi inget waktu muda dulu. Aduuhhhh…. Kalian itu memang psangan yang serasi, yang satu cantik, yang satu lagi ganteng. Dari mukanya aja, udah keliatan kalian cocok banget," ujar Ibu itu menggebu-gebu, Tasha yang pertama merespon dengan gelengan kepala.

Rega mengulum senyum, sungguh dia pun berharap bahwa mereka berdua memang benar-benar berpacaran "Nggak, bu. Kita cuma temenan aja, kok," balas Rega membuat ibu-ibu itu menatapnya kecewa "Yaahhhh… sayang sekali. Kalian ccock lho padahal," kata ibu-ibu itu dan mengucapkan harga buku yang dibeli Rega.

Mereka berdua berpamitan ke ibu-ibu penjaga kasir tersebut dan langsung keluar.

"Lo mau kemana lagi?" tanya Rega sambil mengeluarkan motornya dari parkiran. Tasha melirik jam tangannya dan teringat bahwa dia memiliki janji dengan Reyna di taman. Dia harus pulang dan mengganti bajunya.

"Gue pulang aja, Ga. Ada acara."

"Oh, oke. Pegangan ya, bu. Biar gak jatoh lagi nanti," gurau Rega dan mendapatkan pukulan di punggungnya sebagai balasan dari Tasha. Tasha masih memegang jaket Rega dengan erat. Takut apa yang diucapkan Rega benar-benar terjadi.

"Iyyyapp. Kita udah nyampe," kata Rega kepada Tasha "Kamu tinggal sendiri?" tanya Rega sambil menaruh helm yang dipakai Tasha tadi "Ya nggak lah, masa rumah segede ini gue cuman tinggal sendiri. Gue tinggal sama kakak gue. Tapi dia jarang pulang, biasanya kerja terus di kantor," kata Tasha dengan raut wajah cemas "Kakak lo hebat. Gue kagum sama kakak lo," ujar Rega dan tersenyum lembut kepada Tasha.

Tanpa bisa menahan, Tasha membalas senyuman Rega. Biarlah apa kata orang, tapi yang pasti. Laki-laki yang berada tepat didepannya ini adalah laki-laki yang disukai Tasha.

"Yaudah ya, bu. Saya pulang dulu, tolong kasih saya 5 bintang ya, bu," gurau Rega membuat Tasha tertawa. Baru kali ini dia melihat Tasha tertawa lepas seperti ini, masih seperti Tasha yang dulu. Wajahnya selalu bersinar saat dia sedang tertawa.

Tasha mendorong bahu Rega "Nanti saya kasih 1 bintang aja ya, pak. Maaf," balas Tasha dan membalikkan badannya. Rega hanya terkekeh melihat tingkah Tasha dan segera meninggalkan rumah Tasha. Dia memutuskan untuk pergi ke suatu tempat, tempat yang penuh dengan kenangan mereka bertiga. Rega berdoa, semoga saja dia sangup memberi tahukan Tasha dan Reyna yang sebenarnya.

***

Reyna menerima pesan dari Tasha, yang memberi tahunya bahwa dia akan mengganti pakaian dulu. Dan langsung menemuinya. Tasha juga berkeluh kesah tentang Agatha yang tidak hentinya menganggu dirinya karena melihat dia dengan Rega di teras rumah tadi.

Reyna sangat bersemangat untuk mendengar cerita Tasha nanti, setidaknya setelah sekian lama Tasha akan terbebas dari bayangan Rega yang menghantuinya selama ini.

Reyna memutuskan untuk berkeliling sembari menunggu Tasha. Taman ini memang sedikit sekali pengunjung, makanya taman ini dijadikan markas kebesaran mereka bertiga. Reyna ingin menghampiri pohon tua besar yang rindang di tengah taman ini. Disitulah mereka mendeklarasikan persahabatan mereka bertiga.

Langkahnya terhenti karena melihat sosok yang sangat familiar, sosok sangat dia kenal. Sosok itu sedang menelusuri tulisan-tulisan yang berada di batang pohon itu. Reyna mendekati sosok itu dengan pelan-pelan, sambil menyipitkan matanya. Untuk memastikan bahwa dia benar.

"Raga?! Lo ngapain disini?!"