Chereads / The Remarriage / Chapter 42 - Daniel Galau

Chapter 42 - Daniel Galau

"Daniel, barusan Hana bilang ... kalau Intan memang hamil."

Deg

Jantung Daniel seakan melompat keluar. Ekspresi Daniel saat mendengar kabar itu. Muka shock, tubuhnya terlihat mau roboh, bibirnya gemetaran karena berita itu mungkin sangat membuatnya terkejut.

"Tapi Intan tidak menceritakan kehamilan itu ke orang lain, Hana tahu karena tidak sengaja melihat hasil alat tes kehamilan dari kamar Intan."

Daniel masih berusaha untuk mencerna info itu dengan baik. Meskipun itu memang sudah pernah dikatakan oleh Aksa sebelumnya, kalau dia mengidap sindrome hamil simpatik. Tetap saja dia merasa kalau kabar kebenaran kehamilan Intan membuat dia kaget. Karena dia tidak mengira kalau benih yang dia tabur waktu itu berubah menjadi janin.

"Apa rencanamu Daniel, Intan hamil anakmu. Apa kamu mau bertanggung jawab?" tanya Aksa pada Daniel yang masih kesulitan untuk bicara.

"Tentu saja Pak, saya ingin bertanggung jawab atas apa yang sudah saya lakukan bersama Intan." Daniel terlihat tegang, terlihat jelas kalau dia kaget campur takut. Entah apa yang dipikirkan Daniel saat ini. Yang jelas Aksa sekarang yang terlihat khawatir, takut kalau Daniel terkena masalah dengan keluarga Intan. Aksa belum tahu tipe seperti apa keluarga Intan itu. Keluarganya bukan keluarga biasa. Dapatkah Daniel melewati itu.

"Pak, kapan kita akan ke LA?" tanya Daniel membuyarkan pikiran Aksa yang sedang kalut karena kecemasannya itu.

"Sebaiknya kau temui keluarga Intan dulu!" kata Aksa.

"M-mmaksud Bapak?" tanya Daniel tidak mengerti.

"Melihat dari sikap Intan yang sama sekali tidak memberi tahu kehamilannya, bahkan tidak memberi tahu ayahnya. Aku pikir Intan tidak akan mudah kau temui."

Daniel terlihat sedih mendengarnya. Aksa benar, sampai sekarang Intan tidak menghubunginya setelah kejadian itu. Intan memang benar-benar menganggap itu hanya cinta satu malam dan langsung melupakan dirinya. Berbalik dengan Intan, Daniel justru tidak bisa melupakan wajah Intan barang semenit pun.

"Apa kau benar-benar mau bertanggung jawab, sementara Intan sendiri tidak mau dihubungimu lagi."

"Ya Pak, dia memang sengaja ingin melupakan kejadian itu."

"Sayang sekali Niel, berarti kamu itu tipe orang yang mudah dicampakkan," kata Aksa terdengar mengejek namun terselip kata kasihan. Entah niatnya ingin meledek.

"Bapak benar, aku orang yang gampang dicampakkan ... hiks ... belum sebulan aku ditinggal Siska nikah, sekarang aku dilupakan sama orang yang sudah menghabiskan satu malam denganku. Kejamnya nasib," kata Daniel meratapi nasibnya.

"Padahal kamu tampan tapi masih di bawah level ketampanan saya, tinggi badanmu oke tapi masih tinggian aku, pekerjaanmu oke, kurang apa dirimu itu?" entah memuji atau memang sedang mencari kekurangan Daniel ucapan Aksa barusan.

"Kurang beruntung aku tuh Pak," jawab Daniel mengusap mata yang cuma ada setetes air mata. Bosnya memang suka seenak jidat kalau memuji dirinya sendiri di atas kekurangan sekterarisnya. Tapi Daniel tahu Aksa mengatakan itu hanya sebagai lelucon.

"Begini saja, kau temui Papa nya Intan, kamu kan pinter cari informasi orang. Cari alamat rumah atau kau langsung saja ke kantor perusahaannya. Katakan padanya kalau mau menikahi putrinya."

"A-a -apa Pak, menikah?" tanya Daniel gelagapan.

"Lho iya kan, tadi kamu bilang mau bertanggung jawab, gimana sih kamu plin plan ?" tanya Aksa.

"Bukan plin plan Pak, aku enggak tahu kalau bertanggung jawab itu adalah harus menikahi Intan secepat itu?" jawab Daniel benar-benar oon.

"Lha, emangnya kamu mau bertanggungjawab dengan cara apa?" tanya Aksa heran. Selain menikahinya memang ada cara pertanggungjawaban yang lain kalau sudah menghamili anak orang.

"Aku pikir, aku akan menanggung semua dengan cara lain Pak, kalau menikahinya, aku takut Pak ... aku belum siap!" jawab Daniel.

Aksa kemudian berdiri dari kursinya.

Plak.

Sebuah tamparan keras sukses mendarat di pipi Daniel. Membuat Daniel kaget dengan tamparan tiba-tiba dari Aksa.

"Anggap saja itu tamparan dari keluarga Intan!" Aksa mengibaskan tangannya yang juga sakit sudah menampar wajah Daniel.

"Ke-kenapa Bapak menampar pipi saya ...hiks?" Daniel mengusap pipinya yang panas dan sakit kena tamparan Aksa.

"Aku paling tidak suka dengan laki-laki yang cemen setelah apa yang dia perbuat sama seorang gadis, maaf kalau aku menamparmu tadi. Aku lakukan itu biar kamu sadar. Kau tadi sudah bilang mau bertanggung jawab. Satu-satunya cara pertanggungjawaban yang tepat adalah menikahi Intan."

"Aku bukan cemen Pak. Hanya saja terlalu cepat jika harus menikahinya."

"Terus kamu mau melihat Intan hamil besar tanpa menikah dan tanpa ayah?" tanya Aksa.

Daniel tidak menjawab. Dia sedang merenungkan.

"Aku tahu kamu orangnya baik Niel. Tapi kalau kamu menikahinya. Mungkin itu lebih baik."

"Pak, aku juga ingin menikahinya. Tapi aku hanya takut kalau aku tiba-tiba ingin menikahinya. Intan malah kabur. Aku juga ingin bertanggung jawab Pak."

"Ya maka dari itu temui segera orangtuanya."

"Menurut Bapak, orangtua Intan mau menerima saya yang bukan siapa-siapa ini?" tanya Daniel kurang percaya diri.

"Coba dulu Niel. Yang penting kamu sudah mau berusaha. Ingat tamparan tadi. Mungkin yang akan kamu terima jauh lebih keras dan jauh lebih sakit dari yang tadi kamu dapat!" Aksa coba mengingatkan dan memberi warning kalau Daniel bisa saja mendapatkan lebih.

"Kalau masalah tamparan atau kekerasan apa pun yang akan saya terima saya tidak takut Pak. Saya hanya takut ditolak .... huhuhu .... keluarganya kan bukan keluarga yang sembarangan."

Aksa membuang napas dengan panjang. Ini yang dia khawatirkan juga. Keluarga Intan tidak mau menerima Daniel.

"Apa dengan langsung melamarnya aku bisa Pak, aku takut dan kurang yakin," kata Daniel menundukkan kepalanya.

"Kita coba dulu, ini adalah cara Intan menghubungimu duluan. Kalau keluarganya sudah kau temui. Pasti keluarganya akan menanyakan pada Intan. Dan jika itu berhasil, Intan akan menghubungi duluan!"

"Baiklah, saya akan mencari tahu dulu tentang keluarganya."

"Tenang saja, aku akan membantumu Niel," kata Aksa sekarang menepuk pundak Daniel.

"Terimakasih Pak, tapi ngomong-ngomong, pipiku merah ya Pak?" tanya Daniel menunjukkan wajahnya yang tadi ditampar Aksa.

"Hehehe ... maaf ya ...habisnya aku paling benci sama orang yang udah enya-enya malah kagak mau nikahin," kata Aksa beralasan.

"Bukan tidak mau Pak, aku belum siap karena yang namanya menikah butuh persiapan, aku kan masih menabung Pak," kata Daniel polos dan jujur.

"Ckckckc ... kalau nabung terus kapan kamu bisa punya istri?" tanya Aksa.

"Lha Bapak sendiri kerja mulu, kapan meluk istri?" jawab Daniel meledek Aksa.

"Ahh ... Daniel kau paling bisa menjawab omelanku. Kenapa kau menyinggung masalah meluk istri sih, aku jadi kangen sama Hana," Aksa buru-buru mengambil ponselnya.Entahlah apa yang akan dia lakukan setelah dia bilang kangen istrinya.

Daniel pun seperti biasa datang dan pergi meninggalkan Aksa tanpa Aksa sadari. Rupanya Daniel juga sedang diliputi galau. Masukan dari Aksa sedikit menyita pikirannya hari ini. Bagaimana caranya dia bisa bertemu dengan orangtua Intan. Dan bagaimana caranya dia melamar Intan jadi istrinya.

Daniel buru-buru membuka tas kerjanya di meja. Mencari-cari sesuatu. Dan menemukannya. Sebuah buku tabungan miliknya. Dia menatap saldo rekening di buku tabungannya dengan tatapan sedih.Selain ingin punya rumah mewah plus untuk galeri koleksi lukisannya. Impiannya yang lain adalah menggelar pernikahan mewah untuknya dengan calon istrinya. Tapi saldo rekening ditabungannya seolah menjerit ketakutan tak kuasa dengan niat dan impian si empunya rekening tabungan.

Daniel menjadi tambah galau.

===Catatan dari Author ===

Jangan lupa untuk memberikan vote Power Stone nya ya!