Chereads / The Remarriage / Chapter 9 - Kado

Chapter 9 - Kado

Pada akhirnya Aksa pun kembali pulang ke tanah air dengan membawa sejuta kekecewaan karena tidak bisa menemui Hana secara langsung setelah beberapa tahun ini. Hatinya merasa sedih dan hampa karena kenyataannya dia hanya akan memandangi Hana dari jauh tanpa bisa memandangnya langsung.

Setelah kejadian Intan memintanya untuk tidak menganggu Hana dahulu sebelum Hana menyelesaikan proses syutingnya, Aksa dengan berat hati menuruti itu.

Yang terpenting Hana dalam keadaan baik-baik saja setelah semua kejadian dulu. Aksa takut kalau Hana terpuruk dan tidak bisa membuat hidupnya lebih baik setelah meninggalkannya perlahan hilang. Setelah dia memastikan kalau Hana sekarang sedang berusaha menapak jalan karir masa depannya Aksa sedikit berbangga namun juga tidak tenang.

Tidak tenang karena hal yang dia takutkan dan paling tidak ia inginkan adalah orang lain akan mengetahui kecantikan Hana dan kemolekan tubuhnya. Dulu Aksa sempat memiliki perasaan kalau hanya dirinyalah orang yang akan menikmati dan mengenal Hana luar dalam.

Tapi sekarang Hana akan menjadi milik banyak orang. Tentu saja Hana akan memiliki banyak penggemar. Itu artinya banyak juga yang akan mencintai dan menyukai Hana. Dan Aksa takut kalau kesempatan dirinya untuk bersama Hana akan semakin jauh. Jurang pemisah dia dan Hana akan semakin lebar dan dia semakin tidak bisa menjangkau Hana.

Pagi itu rutinitas Aksa dimulai seperti biasanya. Dia memulai pagi harinya dengan secangkir kopi yang ia seduh sendiri. Setelah sekian lama Hana pergi, Aksa masih betah tinggal di rumah itu meskipun hatinya selalu sedih setiap dia selalu mengingat sudut rumahnya selalu ada bayangan Hana yang terlihat olehnya.

"Sudah jam tujuh, dan dia belum juga datang," sungut Aksa yang sedang menunggu Sekretaris kesayangannya Daniel.

Sambil menyeruput kopinya Aksa membuka notebook-nya dan berniat untuk mengecek beberapa laporan yang dia terima lewat email. Beberapa laporan yang dia baca semuanya berjalan lancar sesuai harapannya. Sampai saat ini Aksa cukup giat dan berusaha keras membangun Hotel Mahesa. Nenek Sarah meskipun dia sudah pensiun, tetap saja rutin selalu mengecek setiap pekerjaannya.

Meskipun dirinya sebagai Presdir, saham Hotel Mahesa terbanyak masih Nenek Sarah, dirinya hanya memiliki saham dari peningggalan Papanya terdahulu. Dan jika Nenek Sarah kurang berkenan dan tidak puas dengan hasil pekerjaannya sebagai pemegang saham terbanyak Nenek Sarah selalu berhasil mengancamnya akan menyerahkan seluruh sahamnya pada Arabella. Dan sebagai orang yang memiliki otak tapi bodo Aksa tetap saja menuruti keinginan neneknya itu.

Bahkan neneknya berjanji padanya, jika Aksa dan Arabella menikah sahamnya akan dia berikan seluruhnya. Tapi sampai saat ini Aksa tidak mau menyetujuinya. Dia tidak mau menggadaikan hidupnya hanya demi saham.

"Selamat pagi Pak." Daniel sudah muncul di depan Aksa lengkap dengan senyum lima jarinya sebagai penawar kalau dirinya terlambat lagi.

"Niel, ini sudah jam berapa kau baru datang menjemputku?" tanya Aksa sedikit marah.

"Maaf Pak Aksa, jalanan tadi macet, terpaksa saya memutar lebih jauh jalannya," jawab Daniel. Lalu memberikan sebungkus roti sandwich yang biasa Aksa pesan untuk sarapannya. Sungguh kasihan seorang duda seperti Aksa tidak ada yang bisa menjamin nutrisi makanannya setiap hari.

Aksa kemudian menyambar sarapannya dari tangan Daniel dan menyuruh Daniel duduk menunggunya sebelum mereka pergi berangkat.

"Oh ya, mengenai tugas baru mu itu ...." Aksa sambil menyantap sarapan alakadarnya Aksa mengingatkan lagi.

"Iya pak, apa itu?" tanya Daniel penasaran karena Aksa belum mengatakannya dari kemarin.

"Cari tahu tentang latar belakang dari Manajer Hana, Intan . Berikan aku info lengkap dan sedetailnya tentang dia!" kata Aksa.

"Kalau boleh tahu, kenapa Bapak ingin tahu sekali tentangnya?" tanya Daniel sedikit heran.

"Aku ingin tahu orang seperti apa yang sedang dekat dengan Hana, dan kenapa dia bisa mengetahui urusan keluargaku dengan Hana."

"Baik Pak, aku akan mencari tahu tentang Nona Intan Dewi."

"Satu hal lagi, tolong carikan aku kado untuk anak perempuan usia empat tahun!"

"Untuk siapa Pak, kado itu?" tanya Daniel penasaran lagi.

"Cari yang bagus dan mahal!" pinta Aksa tanpa menjawab untuk siapa kado itu.

"Baik Pak." Daniel hanya menurut sambil memandang wajah Aksa yang sedang makan tanpa memedulikan Daniel yang penasaran.

"Ayo berangkat!" Aksa kemudian berdiri dan menepuk-nepuk pakaiannya sebelum melangkah. Daniel dengan sigap dan cekatan mengikuti Aksa melebihi bayangannya sendiri.

"Oh ya Pak. Saya dapat kabar dari Mr Zayyed kalau dia ingin bertemu dengan Bapak nanti besok di Singapura. Beliau sedang berlibur di sana dan meminta Anda menemuinya di sana!"

"Apa, ahhh aku lupa kalau besok adalah jadwalku bertemu dengannya."

"Iya Pak, aku sudah siapkan tiket Bapak bersama dengan Ibu Arabella."

"Kau atur saja, aku pusing duluan mengingat besok aku harus pergi ke sana dengan Miss Bikes."

"Apaan Miss Bikes. Maksud Bapak Bikes, sepeda?" tanya Daniel dengan muka kotaknya.

"Kayak kamu Bikes. Bikin Kesel orang saja, kamu jangan banyak tanya dulu deh Niel. Kepala saya pusing sama kamu yang suka banyak tanya!"

"Ma-maaf Pak. Mulai hari ini saya akan belajar jadi pendiam." Daniel menundukkan wajahnya. Baru kali ini Aksa bersikap seperti ini. Setelah kejadian di LA kemarin Aksa jadi sering marah-marah tidak jelas padanya.

Aksa kemudian masuk ke dalam mobil dan disusul oleh Daniel yang duduk di depan menjadi supirnya Aksa. Sementara Aksa duduk di belakang dengan wajah yang masih kesal. Nampak jelas beban pikiran di kepalanya yang setahu Daniel, Aksa itu seperti robot atau boneka yang digerakkan oleh Nyonya Sarah. Kalau dia menolak, kemungkinan besar mungkin batereinya akan dicabut. Dan yang Daniel tidak tahu baterei macam apa yang membuat Aksa sampai tidak bisa berkutik dan tidak bisa melawan Nyonya Sarah. Apakah baterei itu adalah saham, atau sesuatu yang lain. Daniel belum tahu itu.

***

Jam lima sore Aksa bersiap-siap pulang, Daniel sudah siap di depan pintu untuk mengantarnya pulang.

"Niel, di mana kado yang aku minta tadi pagi?" tanya Aksa menagih hasil tugas Daniel.

"Sudah saya taruh di dalam mobil Pak."

"Pak untuk siapa sih kado itu?" tanya kembali Daniel yang sepertinya bakal mati penasaran jika Aksa tidak memberitahunya.

"Kau ... sudah kubilang kau jangan banyak bertanya!" sewot Aksa.

"Maaf Pak, soalnya ... anu pak ..."

"Kamu boleh pulang, saya akan pulang sendiri!" ucap Aksa yang tidak mau mendengar penjelasan Daniel. Dia dalam suasana hati yang sedang labil.

"Benarkah?" Daniel sangat senang sampai berkali-kali mengucapkan"yes" di dalam hatinya.

"Iya, besok kan kau harus ikut aku ke Singapura bersama Miss Bikes, jadi kau charge dulu tenaga dan energimu untuk besok!" ucap Aksa sambil berlalu.

Sementara Daniel hanya menggosok-gosok dadanya yang menahan kesal rupanya bosnya itu hanya menyuruhnya untuk mengisi daya energinya untuk besok.

Aksa kemudian menuju ke tempat mobilnya diparkir. Sebelum dia masuk ke belakang setir dia mengecek dulu barang yang kata Daniel sudah disiapkan. Aksa membuka bagasi mobilnya. Lalu melihat sebuah kotak kado berukuran sedang dengan pita berwarna merah muda dengan kertas kado yang bercorak ceria khas untuk anak perempuan.

"Sial, aku lupa bertanya, isinya ini apa!" gerutu Aksa. Lalu menutup kembali bagasinya dan berjalan menuju pintu mobil depan. Kemudian dia melajukan mobilnya membelah jalanan ibu kota yang ramai menuju sebuah tempat. Tempat yang ia rindukan penghuni-penghuninya.

Bersambung ....