Jam menunjukkan pukul 10 WIB. Mas Yudhis kini duduk di kursi penumpang dan Mas Abim menyetir. Sedangkan Arjuna tertidur lelap sejak satu jam yang lalu.
Aksara menoleh sesaat sebelum kembali memakan camilannya, "Masih lama nggak sih Mas?"
"Ya masih lama lah Rah," jawab Mas Abim tanpa minat.
"Ngegas dong mas. Biar cepet sampe,"
Sang kakak mengangguk, menarik pedal gas tanpa aba-aba sontak membuat Mas Yudhis dan Aksara memekik kaget.
"Heh jangan cepet cepet lo kata sirkuit," omel si sulung.
Sedangkan di jok tengah Aksara bersorak kesenangan, "Ayo mas salip mas. Nah iya wuuu minggir Mas Abim mau lewat,"
"Heh Abim jangan cepet-cepet," seru Mas Yudhis sembari memegangi dadanya yang berdetak kencang.
"Kalo nyetirnya kaya lo kelamaan wuuu anjing awas Abimanyu mau lewat," Mas Abim berteriak heboh diikuti pekikan Aksara yang kini bertepuk tangan dengan riang.
"Abim ada truk ituu heh awasss," Mas Yudhis melotot ngeri, segera memegang erat sabuk pengaman yang membelit tubuhnya. Lalu menutup mata erat erat.
Mas Abim memilih acuh, fokus pada jalanan di depannya. Lalu dengan seringaian yang khas menyalip dua buah truk kontainer dengan lewat diantara keduanya.
Arjuna yang terganggu oleh segala teriakan di mobil segera membuka mata, menoleh ke kanan.
Matanya terbelalak ketika mendapati di hadapannya terpampang roda besar truk kontainer yang sontak membuatnya berjengit kaget, "Heh apaan nih," pekiknya linglung.
Aksara menoleh lalu mendengus kesal, "Mas Abim lagi balapan itu loh. Ayo mas salip lagii,"
Arjuna kembali terperanjat ketika menyadari kecepatan mobil yang di kendarai kakaknya berada diatas kecepatan rata-rata, "Woy mas kalo mau mati jangan ajak ajak wehhh,"
"Ayo mas salip mas nah wuuu itu mas mobil merah salip mas salip,"
"Heh Abim jangan cepet-cepet. Gue nggak mau mati muda,"
"Udah di bilang biar cepet sampe Jogja ini. Lu kalo nyetir kelamaan mas. Bisa bisa besok pagi baru sampe Jogja,"
"Ya tapi jangan secepet itu Mas," jerit si anak ketiga, "Gue tau lu jago balap tapi jangan coba-coba balapan di tol dong,"
"Ih jangan dengerin lutung kasarung mas. Udah cepet aja mumpung nggak rame rame amat ini,"
"Abah ibuk maaf kalo Juna punya banyak salah. Maaf juga kalo Juna suka nilep uang spp dulu waktu SMA," bibir Arjuna komat-kamit dengan mata memejam erat. Nyawanya seakan melayang diudara.
***
"Hoek hoek,"
Mas Abim memegangi tengkuk Mas Yudhis yang kini justru memuntahkan semua isi perutnya. Begitu pula dengan Aksara yang memegangi tengkuk Arjuna yang keadaannya sama dengan sang kakak sulung.
"Pake mabok segala. Alay bener," si bungsu mencibir.
Arjuna menoleh, matanya memincing kesal, "Ya lu pikir aja Mas Abim bawa mobil kaya orang kesetanan,"
"Yaudah iya maaf buruan ini keburu malu diliatin orang-orang," jawab Mas Abim sembari menatap sekitar. Mereka tengah menepi di pinggir jalan saat ini, dikarenakan Mas Yudhis yang mendesaknya untuk berhenti karena mual.
Aksara berdecak, "Udah belom?"
Arjuna menggeleng, masih belum puas memuntahkan segala isi perutnya yang ia timbun sejak pagi. Kebut-kebutan bersama Mas Abim selama dua jam penuh sudah cukup membuat kepalanya pusing bukan main. Di tambah dengan teriakan Aksara yang memekakkan telinga, ingin rasanya ia melompat keluar dari mobil saat itu juga.
Mas Yudhis menegakkan tubuhnya, wajahnya pucat pasi dan matanya yang sayu, "Ayo lanjut,"
"Kita ke rest area aja mas kalo nggak kuat," tawar Aksara.
"Enggak. Bentar lagi sampe kok ini nanggung banget,"
Mas Abim mengangguk, beralih menatap Arjuna, "Kuat nggak Jun?"
Yang lebih muda mengangguk singkat dan tanpa banyak bicara segera kembali memasuki mobil.
Aksara memilih mengikuti, memasuki mobil milik Mas Yudhis lalu memejamkan mata berniat untuk tidur, "Bangunin kalo udah sampe ya,"
Arjuna berdehem singkat.
"Jangan ngebut lagi Bim,"
"Iya Mas enggak,"
Mobil kembali melaju, kali ini dengan kecepatan yang bisa di bilang normal.
"Paling sejam lagi kita sampe," ujar Mas Yudhis, "Soalnya tadi kan Abim nyetirnya diatas rata-rata cepetnya,"
"Yaudah bagus. Lebih cepet sampe. Lebih cepet buat bisa istirahat," sahut Aksara, "Pegel banget ya tuhan,"
"Ini seriusan nggak ke rest aera dulu?" Mas Abim memastikan.
Sang kakak mengangguk, "Bentar lagi sampe kok, santai aja,"
"Oke. Jangan tidur mas, gue nggak tau jalan. Nyasar ntar yang ada,"
Aksara mendelik kesal, "Pokoknya kalo nyasar, Mas Abim tanggung jawab nggak mau tau,"
"Lah kok gue?"
"Ya pokoknya mas yang salah,"
"Jangan berantem. Nggak akan nyasar juga kok," si sulung menengahi.
"Tadi kita lewat Cirebon atau Tasikmalaya sih Mas?" tanya Aksara random.
"Cirebon,"
"Tapi kok Aksa liatnya di maps deket lewat Tasikmalaya,"
"Rame, bisa lebih lama,"
"Oh gitu," anak itu mengangguk, "Ngantuk tapi nggak bisa tidur,"
"Yaudah nggak usah tidur. Hidup jangan di bikin ribet deh,"
"Kaya Mas Abim nggak mempersulit hidup sendiri aja,"
"Emang enggak tuh,"
"Lah itu, lulusan STM kuliahnya hukum,"
"Ya berarti Arjuna juga mempersulit diri sendiri, lulusan IPS kuliahnya kedokteran,"
"Ya itu tandanya gue pinter, bisa lulus ujian masuk perguruan tinggi," sahut Arjuna masih dengan matanya yang terpejam.
"Mas Yudhis juga tuh lulusan akutansi kuliahnya arsitektur," balas Mas Abim.
"Ya itu gara gara gue nggak tau mau masuk jurusan apa waktu SMK. Yaudah ngasal pilih Akuntansi,"
"Sarah gimana Rah? Udah ada bayangan kuliah ambil jurusan apa?"
Aksara menatap Mas Abim sejenak lalu menimbang-nimbang beberapa saat, "Pengennya sih masuk kedinasan,"
"Itu lu sama aja mempersulit diri sendiri bahenol," Arjuna geram.
"Cinta sejati gue jangan lo bawa-bawa dalam permasalahan hidup lu ya Jun,"
"Pantesan jomblo jatuh cintanya sama gitar," Mas Yudhis mencibir.
"Lah kaya situ punya pacar aja,"
"Punya lah emang kalian. Jomblo,"
"Tuan tuan dan nyonya nyonya tenang," Aksara mengangkat tangannya, "Mas Yudhis kan udah sesepuh, jadi wajar punya pacar. Udah masuk usia buat nikah,"
"Mas Abim juga kali," sahut Arjuna, "Jangan cuma ngebucinin bahenol. Cari pacar sana, keliatan kaya bujang lapuk lu tau nggak,"
"Tenang aja mas, nanti Aksa bilangin ke ibuk buat cariin Mas Abim pacar. Palingan nanti langsung di nikahin mas,"
"Pala kau nikah. Jadi pengacara dulu baru mikir gitu gituan. Mau di kasih makan kayu sama batu?"
"Apalagi gue. Perjalanan gue masih panjang. Lulus kuliah jadi koas, habis itu residen dan tetek bengeknya,"
"Salah siapa masuk kedokteran," si bungsu mengompori, "Berarti bisa di pastikan yang paling telat nikahnya Arjuna si lutung kasarung,"
"Dih mana ada. Bisa aja Mas Abim titisan sangkuriang tuh yang paling telat nikah. Suka sirik gitu orangnya, biasanya seret jodoh,"
"Heh gue doain lu aja ye yang seret jodoh biar tau rasa lo suka gonta ganti cewek,"
"Berisik adek adek Mas mu ini mau tidur,"