Chereads / IMPIAN EMAK UNTUK IFA / Chapter 51 - ALANA'S WEDDING

Chapter 51 - ALANA'S WEDDING

"Pah, gue deg-degan nih. Kira-kira besok bang Zayyan sudah balik belum ya?" Wajah Alana terlihat cemas saat mereka berkumpul di resto. Hanya Cilla yang tak ikut berkumpul karena baru seminggu yang lalu ia melahirkan seorang putri cantik.

"Deg-degan kenapa lagi sih Al?" tanya Onit sambil menikmati nasi bakar, salah satu menu andalan resto mereka. Onit terlihat masih mengenakan seragam kerjanya.

"Bang Zayyan lagi dinas ke Bali. Besok baru balik. Padahal dua hari lagi kita bakal nikah."

"Tadi bang Zayyan sudah kasih tau elo kan kapan pesawatnya sampai. Doain aja perjalanannya lancar." ucap Ifa sambil asyik berkirim pesan dengan sang suami. Sesekali terdengar suara tawanya. "Besok sore gue dan babang Chico yang akan jemput dia di bandara."

"Gue ikut ya, Pah." rengek Alana. "Gue kangen berat sama bang Zayyan. Kemarin itu kan dia sudah kayak safari ramadhan. Dari Semarang, lanjut ke Surabaya, terus lanjut ke Bali. Seminggu lebih gue nggak ketemu bang Zayyan."

"No, ummi dan emak sudah mewanti-wanti gue kalau kalian baru boleh ketemu pas akad. Sabar ya, Al."

"Elo dan Rizky dulu nggak pake dipingit, Pah."

"Mereka dipingit juga percuma, kamar berhadapan gitu. Lagipula apa elo lupa kalau mereka dulu dipaksa kawin. Bukan kayak elo yang menikah karena cinta," ledek Onit. "Gue jadi nggak sabar dinikahin sama mas Aldi"

"Rencananya kapan Nit?"

"Insyaa Allah, bulan depan. Alhamdulillah persiapan sudah siap 85%. Cincin, baju, souvenir, semuanya sudah dipesan. Tinggal fitting baju sekali lagi. Cincin insyaa Allah minggu depan beres. Semoga semuanya dimudahkan dan diberi kelancaran."

"Elo serius untuk berhijab, Nit?" tanya Meta sambil memperhatikan penampilan baru Onit yang sekarang berhijab. Onit mengangguk mantap.

"Elo nggak keberatan dengan permintaan bang Aldi?" Onit menggeleng.

"Kenapa harus keberatan. Apa yang mas Aldi minta bukan sesuatu yang aneh kok. Itu memang kewajiban kita sebagai muslimah. Kebetulan ini permintaan calon suami. Ya nggak ada salahnya gue belajar menuruti permintaan dia, selama itu bukan permintaan yang mengarah ke maksiat."

"Ya ampun Onit... gue kagum sama pemikiran lo sekarang. Dewasa dan benar banget. Elo sudah nggak koplak lagi, Nit."

"Wah jangan-jangan kalau sudah nikah sama bang Aldi, Onit nggak mau lagi kumpul-kumpul sama kita."

"Nggak sampai begitu juga guys. Kalian tetap sahabat-sahabat terbaik gue. Sampai kapanpun gue nggak menolak kumpul-kumpul sama kalian, selama itu diijinin sama suami gue nantinya. Doa gue, semoga kalian bisa mengikuti jejak gue untuk berhijrah." jawab Onit dengan mata berkaca-kaca. Mereka semua berkumpul dan berpelukan sehingga membuat para pengunjung memperhatikan mereka.

"Ehem.. ehem..." Semua menoleh dan melihat seorang pria berkemeja putih berdiri di dekat meja mereka. Wajah Onit langsung cerah saat melihat pria tersebut. Dia langsung berdiri dan bergegas meraih tangan pria itu lalu langsung menciumnya. Pria yang telah merubah hidupnya kini ada di hadapannya.

"Aku nggak mengganggu acara kalian kan?" tanya Rivaldi setelah duduk di samping calon istrinya. Wajahnya terlihat lelah, namun senyum terus mengembang. Matanya seakan tak pernah lepas dari wajah Onit.

"Nggaklah bang. Kita nggak ada acara spesial kok. Kita kumpul-kumpul untuk menemani calon mempelai yang stress ini," ucap Ifa sambil menunjuk Alana. "Bang Aldi langsung dari rumah sakit, nih?"

"Iya, baru selesai praktek. Tiba-tiba kangen sama calon istri."

"Iih apaan sih. Bukannya baru dua jam lalu ya kita ketemu." sahut Onit sambil menunduk malu. Para sahabatnya saling berpandangan melihat hal tersebut. Seorang Onit yang terkenal dengan kegalakannya tiba-tiba jadi sok pemalu gini. sontak mereka semua tertawa. Membuat Rivaldi terheran-heran.

"Nggak usah heran, bang. Kelakuan mereka memang begitu." Ucap Rizky yang baru saja sampai. Kali ini Ifa yang berdiri dan menyambut suaminya dengan pelukan. Hadiah kecupan di kening menyambut Ifa.

"Nggak usah heran juga ya mas melihat kelakuan mereka. Dari dulu memang sering banget umbar kemesraan di depan umum," ucap Onit. "Kita cuma bisa pasrah kalau mereka mulai memperlihatkan keuwuan mereka."

"Tenang aja, sayang. Bulan depan kamu nggak perlu cemburu lagi melihat keuwuan mereka. Karena ada aku yang akan memperlakukan kamu dengan keuwuan yang nggak kalah mesra dari mereka." Yang lain langsung tertawa mendengar ucapan Rivaldi yang usianya terpaut tujuh tahun dari mereka. Untunglah Rivaldi bisa mengikuti gaya bergaul mereka yang notabene usianya cukup jauh dibawah usia Rivaldi.

"Waduh, berarti nanti tinggal gue sendiri dong yang jomblo. Ya ampun, Guntur kapan kamu selesai ko-as?" Meta meratapi nasibnya.

"Oh, kamu pacarnya dokter Guntur ya?"

"Hehehe... iya bang."

"Kebetulan bulan ini saya kebagian tugas menjadi konsulen dokter Guntur dan beberapa temannya. Dia cukup rajin dan telaten menghadapi pasien. Apalagi pasien anak-anak. Saya rasa dia cocok menjadi spesialis anak."

"Aduh, jadi spesialisnya nanti aja deh bang. Setelah kita nikah. Kalau nunggu dia ambil spesialis, aku kelamaan ngejomblo. Bisa-bisa aku keburu pindah ke lain hati. Atau jangan-jangan dia keburu disambar rekan sesama dokter atau suster."

"Tenang saja, dokter Guntur orangnya lempeng banget kok. Saya pernah lihat dia digoda sesama ko-as lain, tapi dengan kalem dia menjawab kalau dia sudah punya calon istri. Ternyata kamu toh yang dimaksud." Ucapan Rivaldi mampu membuat Meta berbunga-bunga dan bangga kepada kekasihnya. Tapi disaat bersamaan Meta merasa khawatir mendengar ada gadis lain yang menggoda kekasihnya.

"Bang, selama abang jadi konsulennya Guntur, titip jagain dia ya." ucap Meta tanpa malu meminta seniornya Guntur untuk menjaga kekasihnya itu.

"Wah, kalau sahabat calon istri saya yang meminta mana mungkin saya bisa menolak. Kalau saya menolak, bisa-bisa calon istri saya ngambek." Rivaldi mengerling kepada Onit yang langsung mencubit manja lengan sang kekasih.

"Bang Aldi dan babang Chico mau makan malam apa? Biar Alana minta koki siapin."

"Aku maunya Ifa yang menyiapkan makan malamku. Bolehkan sayang?" pinta Rizky sambil mencium pelipis Ifa. "Bang Aldi juga belum pernah mencoba masakan istriku kan? Dia dan Alana koki andalan di resto ini. Mereka hanya masak untuk orang-orang tertentu."

"Wah, suatu kehormatan kalau begitu. Saya nggak pilih-pilih makan. Buat saya makanan itu hanya dua rasa, enak dan enak banget." Semua tertawa mendengar kocak Rivaldi. Mereka tak menyangka dokter yang satu ini ternyata kocak juga.

⭐⭐⭐⭐

Akhirnya hari yang ditunggu oleh Alana tiba juga. Semua rasa stress yang melanda hilang begitu semua tamu mengucapkan kata sah. Alana yang sedari tadi ditemani oleh para sahabatnya, akhirnya bisa tersenyum lega. Semua beban yang dirasakannya selama sebulan terakhir ini seolah terangkat saat menyaksikan Zayyan melakukan ijab qabul dan diakhiri dengan ucapan sah oleh para saksi yang diikuti oleh para tamu yang menyaksikan. Betapa bahagia Alana melihat kekasih hatinya melalui layar kaca. Rasa kangen karena tidak bertemu dengannya lebih dari seminggu, sedikit terobati saat melihatnya melalui layar televisi.

Setelah prosesi akad nikah yang dilanjutkan dengan derai air mata saat mereka sungkem kepada masing-masing orang tua, maka tibalah saatnya mereka menerima ucapan selamat dari para tamu. Wajah Alana dan Zayyan tak hentinya menebar senyum bahagia. Sesekali Zayyan melirik istrinya dengan tatapan penuh cinta. Wanita yang diyakininya menjadi istrinya sejak SMP, kini benar-benar berdiri disampingnya sebagai istri sah. Sesekali Zayyan memeluk bahu atau mencium tangan Alana saat tak ada tamu yang memberi selamat. Semua itu tak luput dari pengamatan Ifa sebagai sahabat sekaligus adik ipar Alana.

"Yang, kenapa ya gue kok pingin nangis setiap kali melihat sahabat-sahabat gue menikah."

"Itu tandanya kamu ikut merasakan kebahagiaan mereka, sayang." bisik Rizky sambil memeluk tubuh Ifa dari belakang. Seharian ini Rizky harus menahan gejolak gairahnya karena melihat tubuh seksi istrinya yang terbalut kebaya berwarna ungu muda. Kebaya yang mencetak jelas lekuk tubuh sang istri. Apalagi saat ini, tubuh Ifa menempel sempurna dengan tubuhnya. Bokongnya menempel persis di juniornya.

"Yang, pulang yuk," bisik Rizky. Tangannya mulai nakal mengelus bokong Ifa yang terlihat sintal dan padat. "Si otong nagih nih."

Ifa berbalik melihat suaminya. Matanya membulat sempurna mendengar ucapan Rizky. Bukannya takut, Rizky semakin bergairah bahkan ingin mencium Ifa saat itu juga karena melihat kecantikan istrinya dengan matanya yang membulat. Mata yang menambah kecantikannya.

"Apaan sih Ky, ini di tempat umum lho." bisik Ifa. "Lagipula acaranya kan belum selesai."

"Sebentar aja, yang. Nanti kita balik lagi. Paling-paling satu jam beres."

"Astagaa... kok mesum terus sih."

"Kamu terlalu seksi hari ini," bisik Rizky sambil menghembuskan nafas hangatnya di telinga Ifa. "Ingat kamu nggak boleh menolak keinginan suami. Ayo dong, Yang."

"Tahan dulu ya sayang. Habis foto-foto kita pulang."

"Tapi yang, si Otong gimana ini?" tanya Rizky dengan wajah memelas. Dasar Ifa jahil, dengan nakal tangannya tanpa kentara mengelus si Otong. Membuat si empunya mengernyitkan wajahnya karena harus menahan siksaan ini.

Semua interaksi antara Rizky dan Ifa tak lepas dari pengamatan Zayyan dan Alana. Keduanya tersenyum penuh pengertian, walaupun wajah Alana memerah saat Zayyan membisikkan sesuatu di telinganya. Tangan Alana langsung mencubit pelan pinggang Zayyan. Tak lama MC memanggil untuk melaksanakan pemotretan. Tak sampai setengah jam acara pemotretan selesai.

"Bang, gue balik duluan ya. Si Rizky dari tadi ngajakin pulang." pamit Ifa kepada Zayyan. "Nanti malam baik-baik ya sama sahabat gue. Jangan main kasar, ya bang."

"Tenang Pah, aku akan main halus. Aku malah khawatir malam ini bakal diperkosa sama sahabat kamu. Tahu kan gimana kalau orang kangen berat," ucap Zayyan sambil melirik mesra sang istri. "Kalau nggak memikirkan para orang tua, aku juga rasanya pengen kabur dari sini berdua istri tercinta."

"Idih bang Zayyan mesum banget, sih." Wajah Alana merona mendengar ucapan suaminya. "Coba siapa yang dari tadi bisik-bisik mesum?"

"Terserah deh siapa yang mesumin siapa. Kita balik duluan ya, sudah nggak kuat nih." Rizky langsung menarik Ifa pulang. Kepergian mereka diiringi gelak tawa pengantin dan para sahabatnya.

"Met, kamu nggak kepengen kayak mereka?" tanya Guntur setelah selesai pemotretan bersama para sahabat kekasihnya.

"Pengen. Tapi gimana koas kamu? Aku kan juga belum dapat pekerjaan." jawab Meta sambil menyandarkan kepalanya di bahu Guntur. "Kita kan sepakat menunggu koas kamu selesai."

"Kebetulan papa membuka klinik baru di dekat rumahku. Katanya persiapan kalau nanti kalau aku sudah selesai koas. Sementara ini, papa dan mbak Della yang mengelola klinik tersebut." Papanya Guntur dan mbak Della, kakak Guntur, adalah dokter-dokter spesialis yang cukup terkenal di daerah mereka. "Kamu mau nggak membantu mereka dengan memegang bagian keuangannya. Saat ini cuma mama dan seorang staf yang membantu mengurus keuangan dan administrasi. Kalau kamu bersedia, nggak perlu menunggu lulus, kamu bisa membantu calon mertua. Gimana?"

"Memangnya orang tua kamu nggak keberatan aku bekerja disana?"

"Lho, justru mereka yang minta kok supaya kamu membantu mereka. Toh nanti kamu akan menjadi istriku dan bisa dipastikan kamu akan bertanggung jawab di bagian keuangan dan administrasi. Karena kedua orang tuaku berencana menyerahkan klinik itu ke dalam pengawasanku kalau nanti aku selesai ko-as."

"Kamu bilang sama ayahku ya tentang rencana ini."

"Siap, tuan putri. Besok aku akan ke rumah sekaligus meminta ijin kepada ayahmu untuk meminang anaknya." Wajah Meta memerah mendengar ucapan Guntur. Sungguh suatu hal yang diluar dugaan.

"Akhirnya gue nggak perlu merana melihat keuwuan mereka." Guntur tersenyum dan memeluk mesra kekasihnya. Akhirnya keinginannya menikahi Meta akan bisa segera terwujud.