Mentari pagi mulai menunjukkan sinarnya. Sejak habis subuh Ifa sudah terlihat sibuk di dapur.
"Ipaaaaah!!" Terdengar suara merdu dan melengking mak Bella memanggil dari depan pintu paviliun. "Ikiiiiiy!!"
Tergopoh-gopoh Rizky yang baru keluar dari kamar mandi membukakan pintu untuk mertuanya. Rizky lupa dia hanya memakai handuk. "^
"Astaga Ikiy.. lo kenapa kagak pake baju?"
"Ya elah mak.. Ikiy baru keluar kamar mandi pas emak panggil. Si Ifa lagi sibuk di dapur. Lagi nyiapin pesanan nasi bakar buat kantor. Emak duduk dulu deh. Iky pake baju dulu ya." Rizky langsung kabur ke kamar.
Mak Bella mendatangi Ifa di dapur. Tampak anak gadisnya itu sedang menyiapkan nasi bakar yang telah matang untuk dibawa.
"Pah, banyak pesanannya?" mak Bella duduk di kursi makan. "Perlu bantuan emak nggak?"
"Nggak banyak kok Mak. Kebetulan ada pesanan dari kantornya Rizky. Alhamdulillah sudah beres. Nih Ifa lebihin buat emak, babe, bang Zayyan, ayah dan bunda. Oh iya plus buat teman-teman sekelas."
"Elo nggak repot?"
"Nggak mak. Kan dibantuin sama Iky."
"Gimana perasaan lo sekarang Pah? Apakah elo bahagia?"
"Insyaa Allah bahagia Mak."
"Alhamdulillah kalau kalian bahagia. Tapi kenapa elo belum hamil juga ya? Elo tidur bareng laki lo kan?"
"Ya iya lah mak, Ifa tidur bareng Rizky. Belum dikasih aja mak." jawab Ifa santai.
"Elo nggak pake KB kan? Iky nggak lo suruh pake sarung kan?"
"Kagak mak. Mana dia mau pake ko***m. Katanyak kagak enak, gak berasa."
Rizky yang baru keluar kamar mendekati mereka. "Ngomongin apaan sih? Kok nyebut-nyebut ko***m segala?"
"Ky, kok bini lo belum hamil juga sih? Elo ngarti caranya kan?"
"Emak apaan sih pagu-pagi bahas urusan 'itu'. Rahasia ah, mak." celetuk Ifa. "Yang, gue mandi dulu ya. Elo dan emak sarapan dulu deh pake nasi bakar. Gue sengaja bikin lebih."
"Ky, elo sudah kawin berapa lama sih sama si Ipah?" tanya mak Bella sambil menikmati sarapan nasi bakar.
"Belum setahun mak. Tidur barengnya juga belum lama."
"Anak jaman sekarang kenapa sih? Dulu jaman emak dan babe muda, tidur campur sekali aja langsung jadi tuh si Zayyan." celoteh mak Bella. "Nah elo sama Ipah kan sudah sering tidur bareng, kok nggak jadi-jadi? Pasti elo cegah ya? Kalau Ipah kagak pake KB, elo juga nggak, berarti lo keluarin di luar ya?"
"Kagak mak. Sumpah, kita kagak pake cegah-cegahan. Lagian mana enak dikeluarin di luar ma. Nanggung." sahut Rizky sambil tertawa. "Mungkin emang belum rejeki aja, mak. Kita masih terus berusaha kok tiap malam."
"Emak ngebet amat sih pengen punya cucu. Santuy aja mak." Ifa yang sudah siap berangkat kuliah ikutan nimbrung di meja makan. "Kita masih pengen pacaran mak."
"Tapi elo berdua kan sudah hampir setahun nikah, masa si Ipah belum tekdung juga. Besok kalian periksa ke dokter deh." Emak Bella tampak prihatin. "Pah, haid lo teratur nggak? Ada keluhan nggak pas elo haid?"
"Emak kayak dokter kandungan aja nih. Sudah ah, mak. Kita mau berangkat dulu." Ifa buru-buru memotong ucapan emak Bella sebelum tambah panjang. "Yang, jangan lupa nasi bakarnya dibawa."
"Yang, kok nggak salam dulu sama emak. Main ngeloyor aja," panggil Rizky setelah dia mencium tangan mak Bella. "Oh iya, tolong bawain tas gue."
Ifa langsung buru-buru balik dan mencium tangan mak Bella. "Maaf ya mak, hampir lupa pamitan. Emak jangan khawatir. Doain aja kita bisa cepat punya momongan. Oh iya, kalau emak pulang jangan lupa kunciin paviliunnya."
"Yang, nggak ada salahnya kita turutin apa kata emak." kata Rizky saat mereka dalam perjalanan ke kampus.
"Elo kecewa karena gue belum hamil juga? Kan waktu itu kita sudah pernah bahas kalau kita santai aja. Sedapatnya aja. Toh kita juga mencegah sama sekali." sahut Ifa.
"Iya, tapi nggak papa juga kalau kita periksa kesehatan reproduksi kita. Gue sih nggak terlalu mempermasalahkan dengan kondisi sekarang, belum ada anak. Malah enak, bisa berduaan sama elo terus. Nggak ada yang ganggu. Perhatian lo masih full buat gue." Rizky meraih tangan Ifa dan mengecupnya. "Gimana? Kita mau coba periksa?"
"Ky, kalau dari hasil pemeriksaan ternyata gue mandul gimana?" tanya Ifa dengan nada sedih. "Apakah elo akan menceraikan gue? Apakah elo akan cari pengganti gue? Apakah elo bakal kawin lagi?"
Rizky menggenggam erat tangan Ifa. Selama ini dia tidak pernah berpikir bahwa bisa saja salah satu dari mereka mandul. Apa yang harus mereka lakukan? Yang ia tau pasti, ia tak ingin kehilangan Ifa.
"Kok diam saja?"
"Kalau ternyata gue yang mandul gimana, yang? Apakah elo akan stay sama gue atau elo mencari pengganti gue?" Rizky balik bertanya.
"Gue nggak tahu. Yang gue tau, saat ini gue nggak mau kehilangan elo. Gue akan selalu mendampingi elo kalau seandainya memang elo yang mandul." Jawab Ifa.
Rizky menepikan mobilnya. Dikecupnya lagi tangan Ifa. Kemudian ia menarik kepala Ifa ke bahunya. Dikecupnya pucuk kepala Ifa dengan penuh rasa sayang.
"Kita serahin ke semua pada Allah. Nggak ada yang nggak mungkin buat DIA. Yang penting kita saling menguatkan apapun yang terjadi."
"Janji ya elo nggak bakal kawin lagi." Ifa mulai merajuk. Sebenarnya ia takut bila hal itu terjadi. Rizky anak bunda satu-satunya. Mereka pasti ingin mendapat keturunan dari Rizky. Bagaimana kalau ayah bunda meminta Rizky menikah lagi dengan wanita lain yang bisa memberinya keturunan? Perlahan air mata Ifa menetes.
"Yang, jangan menangis dong. Kita kan belum tau apa kondisinya. Kita aja belum periksa. Sementara ini kita lupakan urusan punya anak. Kita nikmati aja kebersamaan kita. Gue masih belum puas berduaan sama elo." Rizky berusaha menenangkan istrinya. "Sshh... jangan nangis, nanti matanya sembab. Gue bakal diomelin anak-anak. Mereka bakal nyangka gue nyakitin elo. Sudah cup... cup... jangan nangis ya."
Bukannya berhenti, tangisan Ifa malah tambah kencang. Rizky langsung memeluknya dan menepuk-nepuk punggungnya lembut untuk menenangkan.
"Ky, janji ya selama gue masih hidup elo jangan menduakan gue. Elo nggak boleh nikah lagi. Kalau elo mau nikah lagi, tunggu gue meninggal." rengek Ifa. Entah kenapa gara-gara membahas masalah kehamilan, Ifa jadi baper. Dia nggak bisa membayangkan Rizky menikah lagi kalau nanti dia tidak bisa hamil.
"Nggak usah dibahas lagi sayang."
"Janji dulu. Gue mau berhenti nangis kalau elo janji." Ifa bersikeras.
"Kok elo jadi insecure gini sih. Iya iya.. gue janji nggak akan menduakan elo. Gue akan selalu mencintai elo, punya anak atau nggak punya anak."
"Makasih ya sayang. Gue juga janji nggak akan meninggalkan elo kalau ternyata elo yang mandul." Ifa balas memeluk Rizky dan kemudian mengecup pipi suaminya.
Di parkiran kampus, sebelum turun dari mobil, Ifa mencium tangan Rizky yang dibalas dengan ciuman di keningnya. Rizky menangkup wajah Ifa dan memandangnya penuh cinta. Betapa ia bersyukur bisa memiliki Ifa sebagai pendamping hidupnya. Ia berjanji dalam hati tak kan menyakiti hati istrinya. Jemarinya mengelus wajah Ifa.
"Tuh kan, mata lo jadi merah dan sembab begitu. Istri gue itu jelek kalau habis nangis." ledek Rizky.
"Walaupun gue jelek, elo cinta kan?"
"Nggak."
"Apa?!" Ifa terkejut mendengar jawaban Rizky.
"Nggak salah lagi sayang. Gue cinta banget sama istri gue yang jelek ini. Gue bersyukur banget elo mau menikah sama gue." Rizky mengecup bibir Ifa.
Yang awalnya hanya kecupan, berubah menjadi ciuman lembut yang lama. Mereka berhenti berciuman saat jendela mobil mereka diketok. Tampaklah wajah-wajah teman sekelas Ifa. Mereka cengar-cengir melihat adegan mesra tersebut. Ifa buru-buru merapikan make upnya. Untunglah hari ini dia pakai long lasting lipstick. Jadi lipstick nya tidak berantakan. Sekali lagi Ifa mencium tangan Rizky sebelum keluar mobil. Sebelumnya ia mengambil nasi bakar yang memang dia buat untuk teman-temannya.
Begitu keluar kamar, teman-teman Ifa langsung meledeknya.
"Nggak kuat gue ngeliatnya. Jiwa jones gue memberontak ini," ucap Morgan dengan wajah memelas. "Ngeliat adegan tadi bikin gue lapar."
"Ya ampun Ipaaah... pagi-pagi sudah bikin kita baper." seru Badriah, Lili dan Arini.
"Li, kalau elo mau yang kayak gitu, pacaran sama gue yuk," ajak Ucok.
"Nooooo..... in your dream...." serta merta Lili menolak ajakan Ucok. "Walaupun gue dikasih satu dari bis-bis yang bokap lo punya, gue tetap menolak Cok.!"
Ucok hanya garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Sama gue aja Li." ajak Abdi. "Gue setia lho."
"Hmm.. elo lagi. Sorry ya, gue maunya sama cowok berseragam." tolak Lili.
"Tuh pak Edi, satpam kampus, berseragam Li. Elo mau sama dia? Paling dijadiin bini ketiganya." ledek Abdi kesal karena ditolak Lili.
"Sialan lo. Nggak satpam juga keleeess!"
Ifa hanya geleng-geleng kepala melihat teman-temannya pagi itu. Matanya nggak lepas dari mobil Rizky yang sudah meninggalkan parkiran.
"Abdi, daripada elo pada ribut, nih tolong bawain nasi bakar. Buat nanti dimakan di kelas. Oh iya pisahin 6 ya. Sisanya lo bagi sama yang lain." Mendengar kata-kata nasi bakar, Morgan langsung bersemangat. Dia langsung membantu Ifa dengan sukarela.
"Fa, buat gue?"
"Tenang, buat elo khusus gue bikinin yang jumbo. Sesuai dengan body lo." Ifa berjalan ke kelas diikuti teman-temannya.
⭐⭐⭐⭐
Di kantor Rizky tak bisa konsentrasi. Entah kenapa pembicaraan tadi pagi dengan Ifa seolah masih terngiang di telinganya. Kenapa selama ini mereka tidak pernah memikirkan kemungkinan-kemungkinan itu. Bagaimana kalau seandainya dirinya yang mandul. Berarti dia bukan pria sempurna. Apakah Ifa tidak akan kecewa nantinya? Bagaimana kalau nanti Ifa memilih meninggalkannya demi pria lain? Tidak menutup kemungkinan akan ada pria lain yang berusaha mengambil Ifa dari sisinya. Rizky terlalu asyik dengan pikirannya sehingga tidak mendengar saat ayahnya memasuki ruangannya. Bapak Amir Mumtaz adalah salah komisaris perusahaan tempat Rizky bekerja.
"Assalaamu'alaikum.... " Amir memberi salam sambil menepuk bahu Rizky
"Wa'alaikumsalam.... eh ayah. Kapan datang?" tanya Rizky kaget.
"Kamu lagi mikirin apa sih? Dari tadi ayah memberi salam nggak kamu jawab. Kayaknya serius banget. Kamu bertengkar dengan istrimu?"
"Nggak yah. Iky nggak bertengkar sama Ifa. Kebetulan aja Rizky lagi banyak pikiran." jawab Rizky cepat. Ia tak mau ayahnya tau dia memiliki kekhawatiran.
"Nggak usah bohong. Ayah tau kalau kamu lagi punya masalah. Coba kamu ceritain ke ayah."
Rizky menarik nafas panjang. Apakah sebaiknya ia ceritakan kekhawatirannya ke ayah? Bagaimana kalau seandainya ayah menyuruhnya bercerai dari Ifa.
"Ayo kita shalat dzuhur dulu. Itu sudah adzan. Selesai shalat kita makan siang bareng ya. Tadi ayah sudah bilang sama om Ridwan, mau ajak kamu makan siang."
Rizky mengangguk dan mengikuti ajakan ayahnya. Ia yakin dengan shalat dan bercerita kepada ayahnya dapat membantu menghilangkan kekhawatirannya.
⭐⭐⭐⭐