"Haaaah!!"
Kira kaget, menjatuhkan Kayu yang dipegangnya menatap ke arah suara. Kira lupa. Betul-betul lupa kalau Ryan, suaminya ada diruangan itu juga. Kira tak sadar, kalau perbuatannya tadi perhatikan oleh Ryan. Kira betul-betul hanya fokus pada Asisten Andi yang memukuli Sari, sehingga Dia lupa kalau ada Ryan disana.
"Tak ingin menjawabku lagi?" Tanya Ryan masih menatap Kira.
Hati Kira sudah begitu takut. Mungkin kalau Dia ga pakai cadar, Ryan bisa melihat betapa ketakutannya Kira.
"Andi, keluarlah! Jangan ada yang masuk sebelum Aku mengizinkan masuk!"
Tanpa berkata apapun, Andi meninggalkan ruangan. Dia sungguh tak menyangka, seorang gadis muda polos, lugu, yang selalu lemah lembut memiliki ilmu bela diri yang baik. Ada rasa syukur dari dalam hatinya. Semoga itu bisa membuat gadis itu aman dari Ryan. Itu yang diharapkan Asisten Andi.
Klek.
Asisten Andi sudah keluar.
"Kunci pintunya!"
Kira segera berlari mengunci pintu. Sesuai dengan yang diperintahkan oleh Ryan. Lalu membalikkan badannya menatap Ryan.
"Kemari!"
Seperti puppies kecil yang menurut dipanggil tuannya, Kira melangkah mendekat ke Ryan. Tanpa ada satu katapun keluar.
"Apa sekarang Kau menjadi pembangkang?" Suara Ryan sangat pelan. Mungkin hanya bisa didengar oleh Kira.
"Maafkan Hamba, Tuan.."
"Kau!" Ryan memandang Kira dengan marah. "Apa Aku menyuruhmu memanggilku seperti itu diluar kamar?"
"Maafkan Aku, Suamiku... Maafkan Aku.." Suara Kira kini sudah sesak.
"Apa Kau harus memakai ini saat Kita cuma berdua?" Ryan memegang niqob Kira.
Secepatnya Kira membuka niqobnya.
"Maafkan Aku, Suamiku.."
"Ah, jadi Kau selalu memakai itu untuk menutupi tangisanmu? Apa Kau tersiksa menikah denganku, sehingga Kau menangis dan menutupinya dengan itu?"
"Maafkan Aku suamiku.. Aku ga akan pakai ini lagi saat keluar."
"Apa Kau mulai menjadi genit dan ingin dipuji cantik oleh kakak alumnimu itu?"
"Maaf Suamiku, enggak.. Aku ga mau. Aku akan selalu pakai ini saat keluar." Kira membetulkan lagi kata-katanya.
Berat untuk Kira kalau Ryan sudah seperti ini. Kira serba salah. Semua salah. Ryan akan membuatnya susah entah beberapa lama lagi sampai amarahnya reda.
"Kau tahu berapa banyak Kau menyusahkanku dari kemarin?" Ryan membuka pertanyaan lagi.
"Maa.."
"Apa Kau pikun?" Ryan menuding-nuding telunjuknya di dahu Kira. "Seberapa sering Aku bilang, Aku tak suka maaf.. Maaf.. Maaf.. Kenapa masih mengulanginya hah?"
"Karena Aku salah da.."
"Kenapa selalu berbuat salah kalau Kau tau itu salah, hah?" Ryan sudah memotong kata-kata Kira sebelum Kira menyelesaikannya. Dan memegang dagu Kira mendongak keatas memaksa menatap mata Ryan.
"Kenapa tak menjawab? Apa sekarang Kamu mulai melawanku?"
"Enggak Suamiku.. Ma.."
"Mau bilang apa? Kata-kata yang ga Aku suka, hah?"
Air mata Kira sudah mengalir.
"Buka bajumu!" Ryan melepaskan tangannya dari dagu Kira.
Kira Diam.
Ryan kini menatapnya dan melotot.
"Tapi.. Ini Kantormu.." Kira bicara lirih.
"Apa Aku harus mengulangi perkataanku?" Ryan sudah semakin emosi melihat Kira.
"bba..baiklah!" Kira mulai membuka kerudungnya. Tapi matanya celingak celinguk menatap ke atas, ke setiap sudut ruangan.
"Ruang kerjaku, satu-satunya ruangan digedung ini tanpa CCTV!" Ryan mencoba menjelaskan, seakan tahu apa yang dicari oleh Kira.
Kira menunduk. Menanggalkan semua pakaiannya satu persatu. Hingga tubuhnya menjadi polos. Tangannya membentuk segitiga menutupi bagian bawahnya. Kira masih sangat malu untuk seperti ini didepan Ryan.
"Balikkan badanmu! Aku ingin lihat luka punggungmu!" Suara Ryan lembut. Tak biasanya Dia bicara seperti ini pada Kira. Selama tiga bulan pernikahan mereka.
Kira membalikkan badannya. Dan membiarkan Ryan menatap luka dipunggungnya.
"Sshhhh..." Kira meringis. Dan tubuhnya bergidik menahan sakit saat Ryan memegang luka dengan jari tangannya.
"Sakit?" Tanya Ryan.
Kira mengangguk.
"Lain kali, jangan melanggar perintahku, supaya Kau tak kesakitan seperti ini!" Ryan memeluknya dari belakang.
Kira mengangguk.
"Pakai bajumu!" Ryan melepaskan pelukannya dari Kira dan Kira mulai mengambil bajunya
"Berbaliklah!"
Kira membalikkan badannya ke arah depan. Memakai kembali pakaiannya, dengan Ryan yang terus mengawasinya sampai Kira selesai mengenakan semua pakaiannya, kecuali niqob. Ryan tak mengizinkan Kira memakai itu selama berdua dengannya.
Ryan berjalan. Kembali duduk dikursinya, menyandarkan tubuhnya dikursi. Masih sambil mengawasi Kira.
"Kemari!" Panggil Ryan lagi.
Kira mendekat dari arah kiri. Ryan memundurkan kursinya.
"Duduk!" menepukkan tangannya dipahanya, sebagai petanda untuk Kira duduk disana. Kira menurut, duduk dipangkuan Ryan. Memposisikan duduknya menghadap kedepan meja.
"Hey, Apa Kau menyuruhku melihat punggungmu?"
"Ah..." Kira menyadari kesalahannya menyampingkan posisi tubuhnya.
"Apa seperti ini?" kira bertanya ke Ryan, menatap mata suaminya itu.
Kira sekarang duduk dengan posisi menyamping. Posisi Kakinya, ada didekat sandaran tangan sebelah kanan Ryan.
"Hmm.." Ryan mengangguk.
Tangan kirinya memegang kepala Kira dan mendorong kepala Kira bersandar didadanya. Lalu kedua tangannya memeluk Kira.
"Huffff.. Aduuuh, Kamu mau apa siiiiiih!" Hati Kira mulai gemes melihat tingkah Ryan ini. Posisi seperti ini, baru pertama kali Kira dapatkan selama tiga bulan pernikahannya.
"Kau harus menjawab pertanyaanku dengan cepat dan jujur! Mengerti?"
"Iya!" Jawab Kira yang mulai panik. Pertanyaan apa yang akan dilontarkan oleh suamiku? Begitu pikiran didalam hati Kira.
"Apa yang Kau rasakan saat tadi tergelincir dilantai basah?"
"Tidak sakit, karena Aku ga jatuh kena lantai, Suamiku." Jawab Kira cepat.
"Hey!" Ryan menarik Kira keluar dari pelukannya memegang Kira dengan tangannya, menghadap kepadanya. "Jadi Kau suka dipeluk lelaki tadi?" Mata Ryan sudah mulai menabuh genderang perang.
"Bukan itu. Aku ga suka dipeluk orang lain selain suamiku!" Kira menjawab cepat. Tak ingin membuat Ryan menunggu dan berpikir kalau dirinya berbohong.
"Kalau Kau tak suka. Kenapa berada dalam pelukannya tadi?"
"Karena Dia menolongku saat Aku mau jatuh." Jawab Kira cepat.
"Kau! Berani menjawab dan membuat pembelaan dihadapanku?" Tangan Ryan sudah mencengkram rahang Kira dengan keras.
"Maafkan Aku suamiku... Maaf.." Ryan melepas cengkraman tangannya dari Kira.
"Apa hebatnya alumni itu, hah?"
"Dia lulusan terbaik, bekerja di badan riset terbesar di Jepang, lulus S3 sebelum usia dua puluh lima tahun, dan semua prestasinya di dapat dengan selalu menjadi mahasiswa terbaik."
Ryan berdiri
Yah, Ryan berdiri, tanpa aba-aba. Kira terjungkil dilantai, kepalanya kepentok meja kerja Ryan..
"Aaah..." Keluh Kira dalam hati. Tapi tak mengeluarkan suara apa-apa, hanya tangannya memegangi kepalanya yang terpentok dengan wajahnya yang meringis.
"Apa Aku menyuruhmu menjawab, hah?" Ryan menendang Kira dengan keras seperti menendang bola di Liga Kesebelasan Eropa. Kira sudah terlungkup dikolong meja kerja Ryan karena terjatuh dari kursi dan menahan sakit akibat tendangan Kaki Ryan yang sangat menyakitkan, karena Ryan menendang di punggung tempat lukanya.
"Aku memukulmu! Menendangmu!" Ryan jongkok, berbicara sambil memegang dagu Kira lagi dengan kasar.
"Aku laki-laki.. Aku memukul wanita. Apa Kau tak mau membalasku. Hah?"
"Maafkan Aku, Suamiku.. Maafkan Aku.."
"Kau tahu apa salahmu?"
"Menjawab pertanyaan tadi." Jawab Kira.
"Apa Kau bodoh? Apa kampusmu jelek? Mahasiswi dengan nilai terbaik tak bisa tahu apa kesalahan sesederhana itu hah?" Ryan makin gemas, menjambak rambut Kira dalam kerudung sampai Kira mendongak mengikuti gerakan rambutnya.
"Maafkan Aku."
"Apa salahmu?"
"Aku ga tau, suamiku.. Maafkan Aku.. Aku Salah menjawab pertanyaanmu."
Ryan semakin kesal. Melepaskan tangannya dari Kira, berdiri, membiarkan Kira masih dikolong mejanya seperti kucing yang sedang bersembunyi
"Apa wanita ini bodoh? Dia ga bisa menjawab pertanyaan dan menyulut kekesalanku?" Ryan menggerutu dalam hati melihat Kira. Yang ga tau kesalahannya, yaitu memuji pria lain dihadapannya. Membuatnya kesal. Tapi, Ryan juga punya harga diri setinggi mount everest untuk tidak mengatakan itu pada Kira. Sehingga membuatnya uring-uringan sendiri.
"Mulai besok, Kau tak boleh kuliah lagi!"
Perkataan Ryan bagai petir yang menyambar sekujur tubuh Kira.
"Maafkan Aku.. Aku mohon.. Izinkan Aku melanjutkan kuliahku.. Aku mohon.. Aku mohon.. Aku benar-benar ingin belajar dan menjadi ilmuan suatu saat nanti. Aku mohon.. Suamiku... aku mohon.." Kira menangis sesenggukan, kepalanya sudah bersimpuh di sepatu Ryan. Tangannya memeluk kaki Ryan. Terus meratap disana meminta Ryan mengizinkannya untuk kembali kuliah.
"Kau tahu sudah melanggar perjanjian?" Setelah hampir lima menit Kira menangis, Ryan akhirnya menjawab dengan kalimat itu.
"Maafkan Aku.. Aku salah.. Maafkan Aku, Suamiku.. Izinkan Aku meneruskan kuliahku.." Kira sudah sesegukan. Airmatanya sudah kering karena menangis histeris.
"Berdirilah!"