Chereads / Anindira / Chapter 4 - Surat cerai

Chapter 4 - Surat cerai

Matahari menampakan sinar cerahnya. Tapi berbanding terbalik dengan suasana hati Dira, dia menggenggam surat cerai dengan tatapan kosong dan segera menghubungi Ayahnya Rey...

"Ayah, Dira ingin bicara, apakah bisa datang ke kafe sekarang?" nada suara Dira ragu, karena Ayah Rey orang yang sangat sibuk, tapi hanya Ayah dan adik Rey yang bisa Dira hubungi dan bisa di ajak bicara baik- baik.

Sa'at tau Rey sakit, Ayah Rey sempat membiayai pengobatan Rey namun, karena di ancam istrinya akan menggugat cerai dan akan menjodohkan Lina dengan laki- laki pilihannya jika memberikan uang untuk pengobatan Rey, dengan terpaksa Ayah Rey menghentikan pengobatan Rey.

"Ayah akan datang, Ayah berangkat sekarang." jawab Surya, Surya tidak tahu kalau istrinya menguping pembicaraannya di telpon.

Surya di temani Lina berangkat ke kafe tempat dimana Dira menunggunya.

"Maaf Ayah, Dira tidak berani mengunjungimu kerumah karena..." Surya mengangguk pelan dan tersenyum, mengerti apa yang di takutkan Dira.

"Silahkan duduk, Ayah, Lina." mereka duduk serempak, Dira segera menyodorkan map kepada Surya, sambil matanya berkaca- kaca lalu berbicara pelan,

"Ayah maaf, Dira menyerah untuk Rey." Dira terdiam sebentar dan melanjutkan kembali,

"Rey memerlukan biaya banyak, beberapa hari yang lalu, Rey memerlukan uang kurang lebih dua ratus juta, Dira sudah tidak sanggup mencari uang sebanyak itu, jadi Dira menjual diri Dira 2M untuknya." Di saat Dira berbicara menjual diri 2M di saat itulah Ibu Rey datang, dia dengan brutal menampar dan memukul Dira berkali -kali.

"Dasar wanita murahan, wanita jalang, wanita kotor, setelah Rey tidak berdaya kamu malah jual diri, wanita sialan." umpatnya, Dira hanya terdiam, menangis tanpa suara, mata Ibu Rey berakhir di map yang di letakan di meja lalu mengambilnya, melihat surat cerai di dalamnya, Ibu Rey semakin murka dan hendak memukul Dira lagi, namun segera di cegah Surya dan anak buahnya, lalu membawa pergi Ibu Rey.

"Maaf Kak," Lina yang panik segera mengobati bibir Dira yang mengeluarkan darah, Dira hanya tersenyum dan menggeleng.

"Aku pantas mendapatkannya," Lina memeluk Dira erat, Dira mulai bersuara lagi,

"Walaupun Dira sudah melepaskan Rey, Ayah jangan khawatir, uang yang 2M itu untuk pengobatan Rey, dan jika Rey belum sembuh tapi uang itu habis, Rey akan tetap di obati." Surya menitikan air matanya,

"Bagaimana jika Rey sembuh dan kamu tidak di sampingnya? Apa yang harus Ayah katakan padanya?" tanya Surya menatap Dira,

"Dira yakin, Rey akan menemukan hidup barunya yang lebih baik tanpa Dira, Dira lebih bahagia jika melepaskan Rey, tapi tetap memberikan kehidupan padanya Ayah, daripada menggenggamnya tapi tidak membuatnya hidup, Dira tidak mau egois Ayah." Seketika tangis Surya dan Lina pecah,

"Maaf Ayah terlalu menurut pada ibu Rey, sehingga harus mengorbankan kalian," Surya memeluk Dira.

"Ayah tidak salah, kami hanya menikah beberapa jam saja dan kalian sudah lebih dari 20 tahun, wajar saja Ayah mempertahankannya, lagian Lina, dia tidak harus menjadi korban juga, Ayah." Dira mencoba menenangkan hati Surya,

"Kamu akan selalu jadi putriku bagaimanapun jalan yang kamu pilih sekarang," Surya menegaskan.

"Terimakasih Ayah, sehat- sehat kalian semua dan semoga Rey akan segera sembuh dan jika Rey sembuh, jangan katakan apapun! biarlah Rey tau seperti yang Ibu tau. Jadi, Rey akan membenci Dira  dan segera melupakan Dira." Pesan Dira pada Surya dan Lina.

"Tapi Dira..." Surya menatap Dira dengan tatapan protes.

"Itulah perjanjiannya Ayah, Dira tidak bisa berhubungan lagi dengan Rey dan Dira akan menikah dengan anak orang yang membeli Dira." Dira menundukan kepalanya menahan air matanya,

"Kamu yakin akan bahagia tanpa Rey?" Surya bertanya lagi meyakinkan Dira,

"Dira akan bahagia jika melihat Rey baik- baik saja, cinta tidak mesti bersama Ayah, melepaskan dan merelakan juga sebagai bukti perjuangan cinta Dira." Dira mencoba tersenyum.

"Dira permisi Ayah, Lina. Jaga diri kalian baik- baik dan tolong jaga Rey! Karena mulai hari ini Dira tidak bisa menemaninya." Dira segera meninggalkan Surya dan Lina,

Dira duduk di taman yang sepi dan menumpahkan kesedihannya, menangis dalam diam.

Kamu baik- baik saja?" seorang pria duduk di sebelah Dira dan memberikan sapu tangannya, Dira menolah ke arah pria itu, dan pria itu sedikit kaget mendapati itu adalah Dira.

"Kamu lagi..." Kin setengah bergumam, sementara Dira mengerutkan keningnya, "Apa kamu kenal aku?" tanya Dira ragu, sontak pria itu tertawa... membuat Dira tambah bingung,

"Aku yang mengantarmu Ke Apartemen saat kamu mabuk." Seketika pipi Dira merona, ingin rasanya Dira menghilang seketika dari hadapan orang itu karena mengingat perbuatannya yang tidak terpuji itu.

"Untuk kejadian itu, maaf," Dira menundukan kepalanya menahan malu, mengingat pria disampingnya terlihat pria baik- baik.

"Akh, aku sudah melupakannya, lagian ciuman itu untuk Rey, walaupun aku juga menikmatinya, dan sentuhanmu... Aku juga suka." Kata Kin sambil menatap Dira, Dira terdiam mendengar itu, Wajahnya semakin memerah.

"Kenapa kamu sampai mabuk gara- gara seorang pria? Kamu cantik, dan terlihat baik pasti banyak yang mau jadi pengganti Rey." Dira tersenyum kecut,

"Semua yang kamu lihat tidak sesederhana itu... aku bahkan rela menjual diriku untuknya." Kin tersentak mendengar kata- kata Dira, sedalam itukah? Pikirnya.

"Tapi kamu...?" Kata- kata Kin tertahan, Dira tersenyum menatap Kin,

"Orang melihatku polos, tapi kenyataannya tidak, betulkan itu yang kamu pikirkan? Aku terlihat polos?" Kin, tidak cepat percaya dengan kata- kata Dira karena di matanya, Kin melihat jelas tersimpan kesedihan. Diam- diam dia mengirim pesan kepada anak buahnya untuk mencari tau tentang Dira.

"Bibir dan pipimu?" Dira hanya tersenyum kecut, "Habis berantem sama emaknya macan," Jawab Dira asal, sontak membuat Kin tertawa.

Kin pergi meninggalkan Dira, lalu kembali lagi membawa kotak obat dan minuman kaleng dingin, dengan cekatan Kin mengobati Dira dan mengompres pipi Dira dengan minuman kaleng dingin, sambil meniupnya,

Dira sempat terpana dengan wajah Kin, namun segera menurunkan pandangannya, mengingat Dira akan segera menikah tidak sepantasnya mengagumi pria lain.

"Makasih..." kata Dira pelan. Kin mengangguk.

"Kau mau makan? sepertinya kamu lapar setelah kamu menangis," Kin mengalihkan pembicaraannya lalu menarik tangan Dira masuk kerestoran terdekat, Dira terpaksa mengikutinya, lalu makan dengan diam dan akhirnya mereka berpisah di halaman restoran setelah makan.

"Apa yang kamu dapat ini, semuanya real?" Kin membolak- balikan laporan yang di berikan Anak  buahnya. Anak buah Kin mengangguk,

"Kasihan sekali gadis itu..." gumamnya,

"Terus kamu yakin orang yang bernama Rey itu sedang koma di rumah sakit?" Anak buah Kin mengangguk lagi,

"Setelah Rey masuk rumah sakit, semua asetnya habis untuk biaya pengobatannya, bahkan gadis itu rela bekerja sampai malam untuk menyambung hidupnya dan untuk menambah biaya perawatan Rey.

"Tapi mengapa setelah semua itu, tiba- tiba dia menyerah?" Kin mengerutkan keningnya.

"Mungkin lelah atau ada sebab yang lain." Jawab anak buah Kin, dan fakta terakhir yang membuat Kin kaget adalah Dira akan melangsungkan pernikahan dengan Ezza.

"Apa hubungannya dengan Reiki Savian Altezza..." Kin setengah bergumam,

"Mereka di jodohkan oleh Maya bos." Sejenak Kin tertegun, Maya adalah pembisnis yang baik, tidak mungkin menjodohkan anak satu- satunya dengan sembarang orang, Kin juga sudah mengenal Maya sejak lama karena berteman dengan Ezza anaknya sejak masuk SMA.

"Apa sebenarnya pesona Wanita itu, hingga menarik bu Maya?" gumam Kin,

"Setahu saya, Wanita itu bekerja di perusahaan bu Maya bos, dan cukup terkenal di kalangan pembisnis karena, dia pintar, ulet dan jujur." anak buah Kin menjelaskan kembali.

"Ya sudah, kamu kembali bekerja!" perintah Kin dan dianggukan oleh anak buah Kin, lalu keluar ruangan.

Kin bersandar di kursi kerjanya, matanya terpejam lalu tiba - tiba terbayang ciuman Dira juga sentuhannya yang membuat tubuhnya memanas, Kin tersenyum sendiri hanya karena seorang Dira dia begitu terpancing  gairahnya.

'Sayang sekali situasinya berbeda, andai kamu bukan calon istri sahabatku, mungkin aku sudah merebutnya,' gumam Kin dan tersenyum kembali membayangkan di saat tubuh indah Dira memeluknya erat.