Chereads / Anindira / Chapter 26 - Aku yang akan menjauh

Chapter 26 - Aku yang akan menjauh

Dira berjalan menyusuri jalan setapak, sejauh mata memandang yang terlihat perkebunan teh yang hijau dan indah.

Dira memejamkan matanya dan beberapa kali menarik nafas dan membuangnya berulang- ulang, suasananya yang sangat tenang membuat Dira sedikit merasa lega, lalu Dira duduk di kursi kayu yang tersedia di pinggir kebun teh.

"Mba Dira, cepat pulang! Dari pagi belum makan," Bu Nana membuyarkan lamunan Dira, Dira menoleh dan berjalan menghampirinya,

"Aku belum lapar bu," Bu Nana menarik napas panjang,

"Mba semakin kurus saja," Dira tersenyum menatap bu Nana,

"Diet bu..." jawabnya asal.

Walaupun menolak, tapi Dira tetap mengikuti langkah bu Nana pulang ke Villa. Sudah dua bulan Dira ada di Villa menenangkan diri, bersembunyi tepatnya, untuk pendapatan Dira bekerja pada perusahaan yang menerima pekerjaannya secara freelance.

Ponsel Dira berdering, Dira melihat layar ponselnya, seketika tersenyum.

"Iya Nida... Apa kabar?" Dira semangat sekali,

"Kapan kamu menjenguk keponakanmu?" Suara Nida terdengar sangat gembira,

"Video call dong Nida!" Dira dengan nada memelas,

"Tidak mau, kamu pulang kesini biar ketemu langsung," seketika sambungan telpon terputus.

"Nida... " teriak Dira.

'Akh sial terputus' gumam Dira. Dira segera membereskan barang- barangnya membuat bu Nana heran,

"Mba Dira mau kemana?" tanya Bu Nana.

"Pulang bu, keponakanku melahirkan," jawab Dira sambil memasukan baju ke dalam koper kecil,

"Nanti kalau aku mau kembali lagi, aku kabari ibu,"

"Baik mba Dira,"

Bu Nana membantu memasukkan barang- barang Dira ke bagasi,

"Mba yakin mau nyetir sendiri?" Bu Nana sedikit ragu juga khawatir, Dira mengangguk,

"Tenang saja, aku hati- hati mengemudinya," Bu Nana sedikit lega mendengar penjelasan Dira,

"Ya sudah, hati- hati mba," bu Nana melepas kepergian Dira,

"Siap bu..." Dira tersenyum dan melambaikan tangannya.

Dira masuk ke mobil dan mengemudikannya dengan hati- hati, lima jam perjalanan cukup menguras tenaganya Dira. Sebelum kerumah Nida, Dira pulang ke Apartemennya dulu untuk beristirahat,

Saat membuka Apartemennya, Dira terkejut karena keadaan di dalam begitu bersih padahal Nida tidak pernah bilang kalau dia suka membersihkan Apartemennya,

'Kin...' Dira masuk kekamar dan terlihat seprei sedikit kusut lalu Dira masuk ke kamar mandi terlihat seperti sering di gunakan,

'Sudahlah... Entah itu Kin atau siapa, aku tidak peduli, aku sangat lelah,' gumam Dira lalu mandi dan memakai tank top dan celana pendek terus tertidur lelap.

Kin terpana melihat sosok perempuan sedang tertidur di kamar Dira, beberapa kali Kin mengucek matanya dan berakhir sama, Kin bingung karena tubuhnya begitu kurus,

'Apa aku salah masuk?' gumamnya, Kin memberanikan diri mendekat dan terpana melihat wajahnya memang Dira yang tertidur lelap, seketika air matanya jatuh.

Sudah lama sekali Kin merindukannya, tapi mengingat pernikahan yang tidak diinginkannya dua hari lagi akan berlangsung membuat hati Kin semakin remuk.

Kin yakin Dira akan semakin terluka, tapi rasa rindunya mengalahkan segalanya, Kin memeluk erat Dira...

"I love you Dira..." seketika Dira membuka matanya dan ciuman mendarat di bibir Dira, sangat lembut hingga Dira tidak bisa mengelak.

"Kenapa kamu pergi dariku? Kamu buat aku hampir gila Dira..." air mata Dira sudah tidak terbendung lagi seketika tumpah memperlihatkan sisi rapuhnya.

"Karena aku sadar kamu bukan milikku lagi..." Mata Kin menatap tajam,

"Sejak kapan? Aku mamang akan menikah, tapi semuanya tetap milikmu," Kin mulai menjelajahi setiap inci tubuh Dira, Dira sempat terpengaruh tapi ketika sadar, Dira mendorong tubuh Kin.

"Aku tidak menerima penolakanmu beb," Dira mundur dan menggeleng,

"Ini tidak benar Kin," ucap Dira menahan hasrat juga hatinya yang benar- benar terluka.

"Kita saling mencintai tidak ada yang menghalangi kita, aku tidak peduli status yang pasti aku mencintaimu," Suara Kin meninggi, setengah berteriak.

"Walaupun kau menginginkannya tapi tidak bisa sekarang, aku masih takut," Dira menundukan kepalanya, Kin meredam keinginannya sesaat lalu dengan bersikap lembut Kin bertanya,

"Kasih aku alasannya, apa kamu telah berubah?" Dira menggeleng, "lalu?" Kin menatap tajam Dira,

"A- ku... Ha- bis ke- gu-guran," Mata Kin membulat,

"Anak kita?" Dira mengangguk lemah dan menangis kembali, "Ma'af..."Kin menarik tubuh Dira dan semakin memeluknya,

"Ma'af aku kurang brusaha mencarimu, ma'af membuatmu susah," Kin menghujani Dira dengan ciuman,

Saat Kin di hadapannya, Dira semakin rapuh.

Kin menatap lembut wajah Dira,

"Dua hari lagi Aku akan menikah, sebelum itu terjadi, maukah kamu pergi bersamaku? Sejauh mungkin, sampai tidak ada satu orangpun yang mengenali kita," Kata Kin menatap Dira dengan penuh harap.

Dira membalas tatapan Kin dan menggeleng, "Hidupmu di sini, aku tidak mau merusak semuanya, aku bukan perempuan egois," Kin menitikan air matanya,

"Aku tidak bisa menjauh darimu Dira..."

"Aku yang akan menjauh..." Jawab Dira, Kin semakin mendekap erat tubuh Dira tubuh Kin gemetar,

"Tidak, tidak akan ku biarkan kamu menjauh dariku, tidak Dira..." suara Kin juga bergetar dan mampu memporak porandakan hati Dira.

"Pulanglah!" perintah Dira dan Kin menggelengkan kepalanya,

"Papa dan keluarga besarnya akan malu," raut wajah Kin menjadi gelap, Kin melepas pelukan Dira,

"Apa kamu rela aku menikah dengan wanita yang menyakitimu ketika kamu berstatus istrinya Eza hah? Apa kamu rela membuat batas di antara kita? Aku mencintaimu Dira, kalau kamu menolak, aku akan membuatmu hamil lagi," untuk pertama kalinya Kin marah besar kepada Dira,

Tubuh Dira gemetar ketakutan, "Tidak, aku... aku adik kamu.... Aku tidak mau mengulanginya lagi," Dira mundur beberapa langkah hingga berada di pintu kamar mandi.

"Aku tidak peduli, aku hanya mencintaimu dan menginginkanmu," Kin mendekat kearah Dira, mengangkat paksa Dira ketempat tidur lalu membuka pakaian Dira, Dira berusaha menghentikannya namun Kin lebih kuat tenaganya, selanjutnya sentuhan -sentuhan Kin membuat Dira terlena dan berujung pasrah, kedua tangannya mencengkram sprei, akal sehat dan tubuhnya tidak singkron, hatinya menolak tapi tubuhnya butuh Kin, hanya Kin seorang, Kin berhasil menyatukan tubuhnya dengan Dira dan menyemburkan benih cintanya di rahim Dira,

"Aku selamanya mencintaimu, tak akan ada orang yang bisa memilikimu kecuali aku, kalau aku harus menikah dengan wanita itu baiklah aku akan menikah demi membuat baik citra papa," Kin bangun, memakai baju lalu pergi dari hadapan Dira.

Dira diam terpaku, air matanya keluar lagi membasahi kedua pipinya, hatinya benar- benar hancur, setelah sadar dari lamunannya, Dira bangun dan segera meminum obat pemberian Nida yang masih tersisa di kotak obat.

'Kin, sebegitunya kamu tidak mau melepaskan aku, kamu menanam benih lagi di rahimku, kalau aku boleh egois aku juga tidak merelakanmu menikah dengan siapapun kecuali aku, tapi kita sedarah, aku mau bilang apa?'

Dira segera membersihkan tubuhnya dan berakhir duduk di tempat tidur tanpa makan dan minum, yang ada di pelupuk matanya hanya Kin, wajah laki- laki yang sangat di cintainya.

Pagi- pagi Dira mengaktifkan nomor yang lama, kemudian bergegas menemui Nida, Nida menyambutnya dengan hangat,

"Kenapa kamu terlihat kurus?" Nida melihat Dira cemas, Dira mengabaikan pertanyaan Nida, Dira berjalan dan senyumnya mengembang melihat baby Nida yang cantik,

'Aku kalau tidak keguguran, usia kandunganku menginjak tujuh bulan' Dira setengah bergumam.

"Apa kamu bilang? Dengan Kin?" Dira mengangguk,

"Aku berusaha menjauh tapi, semua berakhir terluka dan tadi malam kami bertengkar hebat, Kin tidak mau melepaskan aku," Nida memandang wajah Dira yang sembab, terlihat di matanya penuh luka.

"Aku ingin pergi jauh Nida... Sejauh mungkin, tapi setelah aku coba selama beberapa bulan, nyatanya rasa ini masih ada bahkan semakin besar, lebih sakit melepaskan Kin dibandingkan aku melepaskan Rey," air mata Dira turun menetes sedikit demi sedikit.

"Besok Kin menikah... Aku memaksanya untuk tidak membuat malu Papa dan keluarga besarnya, atas permintaanku," Nida tidak bisa memberi saran apapun, hanya terdiam menatap Dira yang bercerita sambil menangis.

Ponsel Dira berdering, terlihat Maya yang muncul di layar ponselnya, Dira mengelap sisa- sisa air matanya, lalu menarik nafas dan mengangkat telfonnya,

"Iya mam..." jawab Dira,

"Akhirnya mama bisa berbicara denganmu, apa kabar sayang? Mama kangen," Suara Maya terdengar senang,

"Kabar Dira baik mam,"

"Bisakah kerumah mama sekarang?" sebenarnya Dira malas bertemu Maya tapi, tidak sampai hati jika berkata tidak,

"Baik mam 30 menit lagi Dira sampai,"

"Mama tunggu sayang," Maya mengakhiri sambungan telponnya. Dira menghela napas panjang melirik Nida,

"Aku kerumah bu Maya dulu," kata Dira menoleh kearah Nida.

"Kenapa tidak menghindar?" Nida menatap heran sahabatnya,

"Tidak perlu..." Dira bangun dari duduknya,

"Aku lupa kado buat putri ada di bagasi," Dira menggaruk kepalanya, membuka bagasi dan menyerahkan kadonya kepada Nida,

"Kenapa gak sama tokonya aja kamu beli?" Nida memijat pelipisnya melihat banyak kado memenuhi bagasi mobil Dira, Dira nyengir sendiri,

"Abisnya keperluan baby cewek lucu semua..." jawabnya. Setelah semuanya diturunkan Dira menutup bagasi dan masuk ke dalam mobil dan melambaikan tangannya,

"Lain kali aku datang lagi, minta makan," Sontak Nida menepuk keningnya dan tertawa,

"Kenapa enggak bilang kamu lapar Dira?" Dira cemberut... Berlalu begitu saja.