Kin berakhir mabuk di Apartemennya, hingga tertidur dengan keadaan berantakan.
Paginya Kin bangun dengan wajah lesu, bercinta semalam dengan Dira terasa menyakitkan. Bagaimana tidak? Kin dan Dira sama- sama terluka, terluka oleh keadaan.
'Maaf Dira... Aku menyakitimu, aku hanya ingin kamu tau kalau aku sangat takut, takut kehilanganmu,' gumam Kin.
Kin memanggil Reno untuk bertemu dengannya sebelum kerumah Wijaya, melihat bosnya yang berantakan, Reno mengerutkan keningnya.
"Bukti sudah lengkap bos," Reno memberikannya kepada Kin. Kin tersenyum,
"Gajimu bulan ini 2 kali lipat," mata Reno membola sangat senang mendengarnya.
Ponsel Kin berbunyi, "Sekarang kamu pulang kerumah! besok pestamu, papa tidak mau mendengar kata tidak darimu," Kin menutup sambungan telponnya.
'Orang tua sialan...' gumam Kin, tapi masih terdengar oleh Reno.
Reno hanya menggeleng- gelengkan kepalanya.
"Aku pulang..." Kin berjalan keluar menyalakan mesin dan mengandarai mobil ke rumahnya,
Sampai di rumah, Yesi dan keluarganya telah menunggu.
"Duduk Kin!" Kin duduk di sofa, setelah duduk Yesi memberikan map kepada Kin, Kin dengan santai membukanya, terlihat persyaratan pranikah dan berbagai macam tanggungan di luar uang belanja yang harus Kin penuhi dan nominalnya 100 juta perbulan. Kin menatap papanya dan memberikannya kepada Papanya,
"Papa yang menjodohkanku dengannya, apa papa sanggup memenuhi kebutuhannya? Asal papa tahu dia adalah bekas teman tidur Ezza teman Kin, ini buktinya," tanpa basa basi Kin memberikan foto- foto Yesi bersama Ezza dengan pakaian yang kurang bahan, dan beberapa vidio tidak senonoh Yesi dengan pria lain sedang chek in di Hotel.
Orang tua Yesi terkejut seperti di lempar kotoran, melihat Vidio anaknya berganti - ganti pasangan, sangat memalukan... berniat menghargai anaknya dengan harga pantas karena Wijaya yang meminta perjodohan ini, tapi berujung rasa malu yang amat sangat.
"Yesi pulang!" orang tua Yesi menarik tangan Yesi dengan kasar, membawanya keluar dan tanpa pamit seluruh keluarganya meninggalkan kediaman Kin,
Wijaya terdiam menyaksikan semua yang terjadi,
"Aku tidak akan pernah menikah, dengan Yesi atau yang lainnya, aku akan melajang seumur hidupku kecuali aku menikah dengan Dira," ucap Kin. Wajah Wijaya menggelap mendengar kata- kata Kin,
"Dira adikmu, dia tidak akan pernah menjadi istrimu, Papa butuh keturunan untuk meneruskan keluarga Wijaya," Wijaya tidak mau kalah.
"Aku tidak peduli dengan keluarga Wijaya, papa memisahkan kami itu artinya menyakiti kami, dan satu lagi! kalau papa berani menjodohkan Dira, langkahi dulu mayatku!" Suara Kin tajam, lalu Kin keluar dari rumah Wijaya tanpa pamit,
"Kin... anak durhaka..." teriak Wijaya, Kin menghentikan langkahnya, lalu berbalik menatap geram Wijaya.
"Papa yang memulai... Kalau papa tidak berselingkuh, tidak akan ada Dira," Kin berbalik kembali dan masuk kedalam mobilnya menancapkan gas meninggalkan kediaman Wijaya.
Wijaya membeku seketika, memang semua berawal dari kesalahannya,
'Papa tau papa salah, tapi semua terjadi tanpa sengaja' Wijaya terduduk lemas memandang Kin sampai mobilnya menghilang.
"Sebaiknya mas beritahukan siapa ibu kandung Kin, aku takut di kemudian hari terjadi sesuatu lagi," Adik perempuan Wijaya mengingatkan,
"Aku belum siap, yang harus aku lakukan sekarang mengadakan konferensi pers dulu, untuk membatalkan acara besok," Wijaya berlalu di ikuti asistennya,
Adik Wijaya hanya mengelus dada, tak mampu berbuat apa- apa menghadapi Wijaya sangat keras kepala.
❣
Dira menekan bell pintu kediaman Maya, Rey yang membukakannya, Rey sedikit tertegun melihat Dira yang kurus dan pucat,
"Ada mama?" Dira seketika membuyarkan lamunan Rey,
"Ada di dalam," jawab Rey sambil melebarkan pintunya,
Dira melewati Rey tanpa berbasa basi, melihat Maya sedang memotong dahan bunga yang kering, Dira segera mendekat,
"Aku datang mam," suara Dira lembut, Maya langsung memeluk Dira, Maya terpaku sesaat melihat Dira,
"Apa yang terjadi?" Dira menunduk,
"Mama tidak menerima kartu undangan dari Kin?" Dira balik bertanya, Maya meghela napas panjang,
"Mama mendapatkannya," Dira menatap Maya dengan tatapan penuh luka,
"Aku di takdirkan selalu sendiri mam, pernikahan seakan kutukan untukku," air mata Dira menggenang hampir tumpah kepipinya.
"Tidak apa, Kin bukan jodohmu," Dira tersenyum kecut,
"Bu pernikahan Kin batal apa ibu akan tetap ke butik?" Bu Imah menemui Maya, dan agak terkejut melihat Dira.
Maya dan Dira saling pandang kemudian Bu Imah menunju ke arah televisi saat Maya melihat Wijaya, wajahnya menjadi pucat,
"Dira, apa itu papanya Kin?" suara Maya pelan sekali,
"Iya mam," jawab Dira pendek.
"Bisa antar mama ke kediaman Kin?" Dira menggeleng,
"Kami habis bertengkar besar mam, aku kasih alamatnya saja ya mam," Dira langsung mencatat alamat Kin lalu memberikannya kepada Maya.
"Kenapa kamu berpisah dengan Kin?" Maya menatap Dira penuh tanya,
"Ada sesuatu yang besar terjadi mam," Dira enggan mengatakan kalau Dira adiknya Kin.
"Kamu menginap di sini saja Dira, mama masih kangen," Dira menggelengkan kepalanya,
"Dira pulang mam, tapi Dira bisa sampai malam di sini," jawab Dira membuat Maya sedikit lega, karena kerinduannya sedikit terobati.
"Ya sudah itu juga cukup," Dira dan Maya menghabiskan waktunya di taman sampai sore, dan Dira berakhir membantu Bu Imah membuat makan malam, Dira memasak Ayam betutu khas bali dan Bu Imah memasak yang lainnya,
"Mama..."Ezza muncul tiba- tiba di hadapan Maya yang sedang duduk di ruang keluarga,
"Tumben kamu main enggak ngabari mama dulu?" Maya mengerutkan keningnya,
"Ezza habis jalan sama Lie kebetulan dekat sini jadi kami sekalian berkunjung," Maya melihat kearah pintu dan Lie datang membawa beberapa kotak makanan,
"Malam mam, Aku bawain makanan dari restauran terkenal mam, di jamin enak," Kata Lie terlihat bangga, Maya hanya tersenyum.
Dari dalam Bu Imah datang,
"Bu makan malamnya sudah siap," Bu Imah menatap Ezza dan pacarnya, "Mas Ezza, mba, mari sekalian makan malam..." Bu Imah mempersilahkan dengan sopan.
Dari dalam kamar Ezza, keluar Dira memakai mini dress tanpa lengan warna hijau botol membuat Ezza tidak berkedip, kulitnya yang putih mulus sangat segar di pandang dan melihat wajah Dira, dimata Ezza terlihat makin cantik, walau terlihat kurus dan pucat.
"Zaa..." Lie mencubit pinggang Ezza, membuat Ezza tersadar,
"Ma'af aku lancang ke kamarmu, aku numpang mandi saja..." Dira melihat Ezza agak canggung. Ezza tersenyum,
"Tidak apa, kalau kamu main kesini untuk tempat istirahatmu juga tidak masalah," Dira mengangguk, lalu melangkah mendekat dan duduk di samping Maya,
Lie melihat makanan yang di meja makan sangat menggugah seleranya, "Wah mam, makanan yang di meja wangi banget..." Lie meletakan kotak makanan yang di bawanya dan mengabaikannya,
"Ayo mari makan!" Ajak Maya, Ezza duduk pas berhadapan dengan Dira membuat Dira tidak nyaman karena tatapan Ezza dan sialnya, Rey juga bersikap sama,
"Mam, Ayam betutunya enak banget," Lie makan dengan lahap,
"Yang masak chef hebat," kata Maya,
"Boleh aku di kenalkan mam?" Maya mengangguk.
"Ini di sebelah mama," Seketika Lie tersendak, setelah susah payah dan berhasil menelan makanannya, Lie menunjuk Dira,
"Dia mam?" Maya mengangguk,
"Aku beruntung datang kesini malam ini, bisa merasakan masakan Dira," Ezza tersenyum menatap Dira.
Dira diam saja tanpa mengatakan apapun. Setelah acara makan malam selesai, Dira pamit pulang.
"Sering main ke sini ya sayang!" ucap Maya,
"Iya mam," Dira berlalu, menyetir dengan kecepatan sedang. Saat di turunan ketika Dira menginjak rem, Dira sedikit panik, karena rem tiba- tiba blong.
Dengan sekuat tenaga Dira mengendalikan mobilnya hingga saat keadaan jalan ramai, Dira terpaksa menabrakan mobilnya kepembatas jalan agar mobil berhenti.
Dengan kekuatan yang tersisa, Dira keluar dari mobilnya lalu lemas seketika setelah keluar dari mobil, beberapa orang membantu.
"Mba tidak apa- apa?" Dira menggeleng hanya luka lebam di keningnya juga tangan sedikit tergores.
Anak buah Kin yang mengikuti Dira segera menolong dan membawa Dira, Dira di bawa ke rumah sakit, dengan segera Kin menyusul kerumah sakit,
"Cek secara benar dok, jangan ada yang terlewat!" perintah Kin.
Dira yang masih shock tidak berkata apapun, Dokter mengobati luka Dira, pengobatan selesai. Dira dibawa pulang ke rumah Kin, Kin memeluk Dira sangat erat,
"Ada yang sakit?" Kin berkata lembut, Dira menggeleng.
Kin menggendong Dira masuk ke kamarnya, mengambil baju, lalu mengganti baju Dira.