Dira dan Kin masuk kedalam swalayan, Dira dengan cepat memilih bahan- bahan makanan yang bagus untuk Kin,
"Beb, semua sepertinya bahan makanan untukku?" Kin menatap Dira, Dira mengangguk, "Jangan berlebihan beb!" Dira berbalik lalu menatap Kin,
"Tubuhmu milikku sekarang, jadi harus di jaga dengan baik," jawab Dira. Kin tersenyum bahagia dan merasa tersanjung mendengar kata- kata Dira,
Setelah selesai, mereka berjalan - jalan ke taman, menikmati udara sore, Kin menggandeng tangan Dira lalu mereka duduk di kursi taman, Dira menyandarkan tubuhnya di bahu Kin,
"Kin, seandainya kita tidak bisa bersatu bagaimana?" Dira memejamkan matanya dan menepis kejadian buruk yang selalu menimpanya,
"Aku akan tetap bersamamu atau sendiri selamanya," Dira bangun dan memeluk Kin,
"Aku sangat takut Kin," Kin membalas pelukan Dira.
"Semoga Tuhan selalu menyatukan kita," Dira mengangguk dan meng- aamiin -kan dalam hatinya ,
"Sudah sore, Ayo pulang!" Dira dan Kin masuk kembali ke mobil dan pulang ke Apartemen.
"Kin, apa kamu tidak pulang?" Kin menggeleng tetap memeluk Dira dalam keadaan polos,
"Aktivitas kita stop dulu sampai pernikahan!" Dira berbicara lagi,
"Tidak beb, aku malah ingin tiap saat," Dira tidak berbicara apa- apa lagi, dirinya juga sebenarnya menginginkan hal yang sama.
Dira akhirnya tidur nyenyak di pelukan Kin.
❣
Dira mengenakan baju putih dengan bertaburan berlian kecil di bajunya terlihat sangat indah, bagian belakangnya agak terbuka memperhatikan kulit seputih putih susu milik Dira.
Acara paling sakral sudah di lalui, Dira dan Kin sudah sah menjadi pasangan suami istri, sebelum acara pesta di laksanakan, Kin dan Dira istirahat di kamar hotel tentu saja di manfaatkan Kin dengan baik,
"Kin, akh..." Dira pipinya merona mendapat perlakuan Kin, aku menginginkanmu sekarang, Dira menggelengkan kepalanya,
"Sebentar lagi yang merias wajahku mau kesini Sayang," mendengar panggilan Dira yang baru pertama di dengarnya membuat Kin semakin menggila dan betul- betul meminta menyatu.
Kin tersenyum menang, mengatur nafasnya lalu mandi, begitu juga dengan Dira. Betul saja, tidak lama pintu Hotel di ketuk dan Dira berakhir duduk untuk di rias kembali.
Kin dan Dira tersenyum bahagia menyambut tamu yang hadir, Kin sesekali mencium pipi Dira dan membuat Dira tersipu malu.
Wijaya menatap Kin dan Dira yang terlihat sangat bahagia tangannya mengepal dan marah pada dirinya sendiri, Dan sebelumnya dirinya juga sangat bahagia sekali melepas anak kesayangannya kepelaminan. Tapi sekarang tidak.
Berkas bersampul coklat di tangannya merubah semuanya, Vidio dan bukti yang lain membuatnya lemas seketika.
'Bagaimana bisa Alex melakukan semua ini?'
Pesta akhirnya selesai, Dira dan Kin masuk kekamar Hotel, Wijaya menikutinya dan dengan berat hati mengetuk pintu kamar pengantin.
Saat pintu terbuka, Wijaya membeku menatap Kin, " Masuk pah!" Wijaya berjalan dengan lesu, lalu duduk di sofa,
"Papa kenapa?" Kin menatap wajah lesu Wijaya, merasa heran dan sekaligus curiga.
"Dira mana?" Wijaya mengedarkan pandangannya ke sekitar kamar,
"Baru masuk kekamar mandi, ada yang penting pah?" Wijaya mengangguk, lalu menyodorkan amplop coklat kepada Kin,
Kin menerimanya lalu menatap Wijaya, menatap penuh tanya,
Wijaya tahu arti tatapan Kin, "Semuanya ada di situ!"
Kin segera membuka amplopnya dan terlihat ada flashdisk dan beberapa foto orang yang sedang menukarkan baby, Kin segera mengambil laptopnya lalu membuka file yang ada di flashdisk terlihat penukaran baby di lakukan, dan setelah itu selesai... di sambung dengan suara seseorang,
"kamu mau tau anakmu dimana?" terdengar suara tawa lebar terdengar, "Dia sedang bersanding di pelaminan bersama kakaknya," Dan suara tawa makin terdengar keras tanda dirinya puas.
Kin yang mendengarnya gemetar, "Pah...?" Kian menatap Wijaya dengan pandangan kebingungan,
"Alex menukarkan adikmu dengan yang lain, dan yang kamu nikahi adalah adikmu sendiri," Wijaya menjawab dengan suara gemetar menahan emosinya.
Dira yang baru membuka pintu kamar mandi terjatuh di lantai, menatap Kin dan Wijaya, matanya berkaca, Dira teringat aktivitas menyatu setelah ijab kabul dan Kin melepaskan benih cintanya di rahim Dira, mengingat itu, tubuhnya semakin lemas.
"Apa yang papa katakan?" tanya Dira dengan pandangan kosong.
Kin langsung memeluk Dira, "Aku yakin ini tidak benar beb," Dira mencoba bangun tapi percuma, tubuh Dira serasa tidak bertulang.
Kin menggendong Dira duduk di sofa, Dira dengan cepat mengambil alih laptop Kin dan memutar Vidionya sambil melihat, pipi Dira basah oleh air mata dan di saat terakhir mendengarkan kata demi kata, tubuhnya gemetar hebat, Kin memeluk Dira erat dan Kin juga menangis,
"Jangan takut beb, kita tes DNA kita buktikan ini salah, hubungan kita tidak akan berakhir," Kin menenangkan Dira, yang sebenarnya dia juga tidak tenang,
Sedang Wijaya menangis dalam diam, hatinya sakit dan hancur melihat Kin putra kesayanganya juga hancur.
Dira menatap Kin dengan penuh air mata, "Aku takut Kin..." Kin semakin memeluk erat,
"Kita akan selalu bersama, aku tidak peduli apapun," Kin menutup laptopnya, "Ayo tidur! kita tes DNA besok!" Kin menggendong Dira ketempat tidur, sedang Wijaya melangkahkan kakinya keluar kamar dengan kekosongan dihatinya.
Dira matanya membulat menatap langit- langit kamar hotel, begitupun dengan Kin, berita itu membuat mereka terkejut.
"Aku tidak bisa hidup tanpamu Kin, jika setelah tes kita adalah saudara bagaimana?" Dira duduk menarik kakinya lalu wajahnya di sembunyikan di lututnya dan menangis. Hatinya rapuh, sangat rapuh dan lebih parah dari sebelumnya.
"Kita pergi sejauh mungkin dan menjalani semuanya berdua, hanya kamu dan aku," jawaban Kin semakin membuat Dira menangis,
"Aku mencintaimu Dira..." Kin bangun dan memeluk Dira, "Kamu hanya milikku..." bisik Kin lagi di telinga Dira,
"Aku juga mencintaimu Kin..." Suara Dira pelan setengah bergumam, suaranya tidak bertenaga,
Hingga matahari pagi bersinar, keduanya tidak dapat tertidur, Kin dan Dira bersiap ke rumah sakit untuk melakukan tes DNA, Wijaya juga mengikuti keduanya.
"Pastikan cocok!" perintah seseorang, "Baik bos," jawab yang di perintahnya,
Sementara di ruang Dokter, semua diikuti sesuai arahan dokter, setelah itu mereka tinggal menunggu hasilnya.
Kin pulang bersama Dira, walaupun Wijaya mau membawa Dira kerumahnya, Kin tidak mengizinkannya,
"Dira hanya akan bersamaku pah," mendengar itu, Wijaya tidak bisa berkata apa- apa lagi. Wijaya mengerti, Dira dan Kin masih shock.
"Beb, makan!" Kin sangat khawatir, karena beberapa hari ini Dira sama sekali tidak menyentuh makanannya, Kin membuatkan Steak untuk Dira dan dengan sedikit memelas akhirnya beberapa potong steak masuk kemulut Dira,
"Aku hanya ingin kamu Kin..." Suara Dira terdengar sangat serak.
"Jangan takut! Aku hanya milikmu," jawab Kin meyakinkan.
"Kenapa ini harus terjadi kepada kita Kin?" Dira menatap jendela dengan tatapan putus asa, "Harusnya kita bahagia," ucap Dira, air matanya jatuh kembali.
"Aku juga tidak mau seperti ini, semoga semuanya salah," kata Kin, Kin juga berharap semuanya kembali seperti semula, mencintai Dira adalah hal yang terindah di hidupnya.
Dira bangkit dan mengambil tasnya lalu memakai kacamata hitam dan hendak pergi, "Beb mau kemana? Tidak baik kamu pergi saat keadaan seperti ini!" Kin menghalangi jalan Dira.
"Aku mau pulang sebentar, nanti malam aku balik lagi kesini," Dira tetap keluar dan menyetop taxi, Kin yang khawatir mengikuti Dira dari kejauhan dan betul Dira berakhir mabuk bahkan sangat mabuk,
Kin membawa Dira ke Apartemen Dira, Dira sepanjang jalan tidak mau diam dan bersikap agresif, sampai di kamar Dira, Dira membuka semua bajunya hingga polos, kemudian memeluk Kin dan mencumbunya,
"Kin, persetan dengan besok atau lusa, aku tidak peduli. Aku ingin kamu malam ini!" Tubuh Kin ikut panas dan bergairah, akhirnya pergulatan di mulai, Kin dan Dira melewati malam panjang penuh dengan keindahan.
Pagi- pagi keduanya bangun, Kin tersenyum dengan manisnya tepat di hadapan Dira hanya berjarak beberapa centi saja,
"Apapun yang terjadi nanti dengan hasilnya aku siap," Dira memandang Kin dengan pandangan dalam,
Kin mengecup kening Dira singkat lalu masuk kekamar mandi. Dira melakukan hal yang sama setelah Kin, keduanya keluar dari Apartemen menuju rumah sakit dan setelah mendapatkan hasil tes dan melihat hasilnya, keduanya terdiam seribu bahasa.
"Jangan berubah, walaupun kamu telah tahu hasilnya," Kin menatap Dira, hatinya hancur melihat Dira, wanita yang paling di cintainya, cinta pertamanya dan alasan Kin bahagia ternyata, sekarang tidak bisa memilikinya sebagai pasangan.
Ingin Kin marah pada papanya, ingin memakinya, karena dari dialah sumber dari semua masalah yang di hadapi Kin. Tapi semua sudah terlambat dan tidak akan merubah, juga memperbaiki perasaannya yang telah hancur.