Rumah Tua, 2009.
Hari-hari yang aku lalui hampir sama, ngga ada perbedaan. Hal ini berjalan sampai aku duduk dibangku kelas lima SD. Setelah hampir lima tahun aku tinggal bersama nenek, tiba-tiba aku disuru pindah ke-rumah nenek dari sang ayah, rumahnya ngga terlalu jauh dari rumah nenek mungkin sekitar lima menit.
Nenek dari sebelah ayah sudah meninggal beberapa tahun lalu. ditempat tinggal yang baru aku benar-benar tinggal sendirian. Gini yaa teman-teman, Aku ceritakan sedikit. Rumah nenek dari ayah itu dua tingkat, rumah yang di bagian bawah diisi oleh bibik sedangkan bagian atasnya aku yang akan menempati.
Kalian sudah pasti tahu gimana rasanya tinggal seorang diri dirumah yang cukup Besar dan luas. mungkin ruang tamunya bisa digunakan untuk bermain badminton Wkwk. Inilah perjuangan yang harus aku lalui selama kurang lebih dua tahun kedepan.
Bayangin diumur yang baru saja menginjak 11 tahun. aku harus tinggal dirumah sendirian. semuanya aku lakukan sendiri, mulai dari masak, menyiapkan pakaian sekolah, hingga orang-orang dikampung tertegun melihat betapa nekadnya aku untuk sekolah.
Hal yang paling menyedihkan bagiku ketika bulan puasa tiba karena aku harus menyiapkan buka puasa sekaligus sahur sendirian. Meskipun aku harus melakukan semuanya sendiri. Alhamdilillah setiap hari aku bisa menjalankan ibadah puasa.
ketika aku bermalas-malasanan melakukan puasa, aku langsung teringat akan cerita sang ayah. dahulu ayahku ketika masih duduk dibangku kelas tiga SD sudah berpuasa full. Inilah yang membuat aku termotivasi ingin mengikuti jejak sang ayah. dimataku ayah adalah sebaik-baiknya laki-laki dimuka bumi ini.
"Ceis, kamu lagi ngapain," tanya bibik dari bawah,
"aku lagi masak bik untuk persiapan sahur," jawabku.
"Yakin mau masak, masih jam 00:30 malam loh," ucap bibi.
"Hmm, gapapa deh bik biar ngga payah bangun lagi," jawbku tetap melanjutkan masakanku.
Aku terdiam sejenak, sembari tercenung, air mataku tiba-tiba mengalir. seandainya aku tinggal bersama kedua orangtuaku, aku ngga akan mengurus diriku sendiri seperti ini. Tapi, aku harus kuat, aku harus bisa melewati keadaan yang menyedihkan ini.
Aku anak yang kuat, aku bukan anak yang lemah. meskipun umurku masih terbilang sangat kecil untuk merasakan sedihnya kehidupan.
Pada saat ini, aku ngga pernah memikirkan apa yang dilontarkan semua orang padaku, orang-orang sering mengatakan kalau orangtuaku sangat tega membiarkan aku tinggal dirumah sendirian, ngga perhatian,dll. Tapi, Saat ini aku hanya memikirkan "bagaimana masa depanku nanti? Mau jadi apa aku nanti?? agar aku bisa membungkam mulut-mulut setiap orang yang telah menyalahkan kedua orang tuaku,".
Aku harus berpendidikan tinggi, aku harus sukses, aku harus menjadi anak yang berprestasi agar orang-orang ngga memandangku sebelah mata.
aku harus bisa mengangkat derajat kedua orangtuaku, aku harus membuktikan kepada semua orang bahwa orangtuaku adalah orangtua yang sangat baik dalam memberikan pendidikan padaku.
Setelah beberapa bulan tibalah saatnya pembagian raport tengah semester. Jujur saja, selama aku tinggal dirumah sendirian alias ngga ada temen aku ngga pernah belajar terutama pelajaran yang paling menyebalkan bagiku yaitu pelajaran matematika dan kesenian. gurunya sama-sama killer.
Berbicara tentang mata pelajaran kesenian, Ada kenangan membekas dihatiku. gurunya sangat galak, killer dan cerewet pokoknya serem banget deh. kalau pelajaran kesenian semua anak-anak takut sama beliau hingga suatu hari tibalah giliranku ditunjuk untuk menyanyikan salah satu lagu daerah.
"Kamu, maju!!," ucapnya langsung mengarahkan jari telunjuknya kepadaku dengan raut wajah yang begitu sangar.
"Aku celingak celinguk melihat arah kiri dan kanan," wajahku merasa panas, jantungku berdegup kakiku seolah ngga bisa jalan karena ketakutan. nih guru seram banget pikirku.
"Iya, kamu," ucapnya menatapku dengan mata tajam seolah siap menerkam.
"Baaa-iii-k buu,'' jawabku sembari melagkah ke-depan kelas dengan kaki yang gemetar.
Dengan percaya diri, aku mulai menyanyikan sebuah lagu daerah yang disuru oleh sang guru meskipun dengan kaki yang bergoyang alias gemetar. Sesekali aku meliat kearah meja sang guru, ternyata guruku yang sangat galak itu masih saja menatapku dengan sangat tajam. entah ada dendam apa sampai-sampai dia menjadi guru yang sangat killer seperti ini.
"Yang bener dong, kamu bisa nyanyi ngga si!!!," suaranya yang begitu lantang dan tegas membuat jantungku hampir lepas.
"Baaa-ii-k bu," jawabku dengan gemetar, nih guru galak banget, jangan-jangan ada masalah keluarga??. Gumamku dalam hati.
Beberapa menit berlalu. Akhirnya, aku selesai juga menampilkan diri didepan kelas, perasaan dag dig dug pun sudah mulai redah. Soal nilai wallhu'alam. Aku pasrah.
Setelah beberapa bulan, tibalah waktunya kenaikan kelas, dipertemuan selanjutnya aku sudah duduk dibangku kelas enam SD, kebiasaan yang sering aku lakukan ketika hari libur tiba sangat sederhana, aku hanya pergi ke kebun bersama ibu dan ayahku.
"Ceis, kamu harus jadi anak yang sukses di masa depan." Ucap ayahku yang sedang meminum kopi tepat di halaman rumah.
"Baik ayah, aku akan menuruti semua keinginan ayah." Jawabku sembari memandang wajah ayahku, aku sangat bangga dengan kedua orangtuaku, mereka rela berpanas-panas dan berhujan-hujan demi membiayai sekolahku.
"Sekarang kamu sudah kelas enam, ayah berharap setelah kamu lulus nanti, kamu bisa melanjutkan pendidikan di kota nak." Ucap sang ayah menatap mataku dengan penuh harapan, ayahku selalu menasihatiku sekaligus motivasi disetiap waktu luangnya. katanya aku harus melanjutkan pendidikan ditempat pilihan sang ayah nantinya.
"Baiklah ayah, aku akan belajar dengan sangat serius agar aku bisa membahagiakan ayah dan ibu, rasa semangatku semakin membara kalau mendengarkan nasihat dari ayahku.
Harapan ayah dan ibuku sangat besar kepadaku walaupun umurku masih terbilang sangat kecil. aku bisa merasakan apa yang menjadi tujuan dari perbincangan aku dan ayahku pagi ini, tujuannya aku harus menjadi orang yang lebih baik dari ayah dan ibuku.
"Ceis, kamu mau ikut ayah ngga?." Ucap ayah menoleh kearahku sembari angsung berdiri dari tempat duduknya.
"Ayah mau kemana?." Tanyaku langsung mengikuti ayah yang telah berdiri.
"Ayah mau berkeliling kebun, kalau kamu mau ikut ayook sini sama ayah". Jawabnya, disetiap pagi setelah sarapan ayah selalu mengelilingi kebun kami, kebun ayah dan ibuku bisa terbilang cukup luas .
"Baik ayah, Ceis akan ikut ayah mengelilingi kebun." Jawabku sembari berangkat dari tempat dudukku, kalau ayah mengelilingi kebun, aku selalu mengikut dibelakangnya, aku merasa sangat bahagia ketika berkeliling kebun, kami berjalan dari samping pondok hingga ke hujung kebun milik ayah dan ibuku.
Aku sangat dekat dengan ayahku. ayahku sosok yang sangat sabar dan penyayang. ayahku ngga pernah marah-marah tapi aku sangat takut kalau ayahku tiba-tiba berubah dingin dan mendiamkanku.
ayah merupakan motivasi terhebat ketika aku berada diposisi yang membuatku ngga berdaya. Saat ini umur ayahku sekitar 40 tahun sedangkan umurku masih 11 tahun. aku selalu berdoa agar ayah dan ibuku panjang umur sehingga mereka bisa melihat sekaligus ikut merasakan keberhasilanku nanti.
"Ceis, sini ayah beri tahu pembatas kebun kita dengan kebun orang lain." Ucap sang ayah sembari berjalan di depanku. setiap kami mengelilingi kebun ayahku selalu memberi tahu pembatas kebun kami dengan kebun orang lain.
"Baiklah ayah, batasnya apa kalau ceis boleh tahu??." Jawabku sembari berjalan mengikuti ayah.
"Di setiap batas kebun kita ada sebuah pohon ceiba pentandra (kapuk) pohonnya sangat besar. ketika kamu menemukan pohon kapuk itu artinya kamu berada dipembatas kebun kita." Jawab ayah sembari menunjuk ke arah pohon kapuk yang ada dihadapan kami.
"Iya ayah, insyaallah akan Ceis inget." Jawabku sembari celingak-celinguk memperhatikan kebun milik ayah dan ibuku.
Prasaanku sangat senang bisa berkeliling sekaligus berjalan-jalan dikebun bersama ayah. aku sangat menikmati saat-saat seperti ini. hati kecilku berkata kalau kedua orangtuaku harus bahagia dimasa senjanya nanti. Aku harus bisa membahagiakan mereka!!!
"Ceis, kamu tahu ngga ayah menanam semua tanaman ini pada saat kamu umur berapa tahun?." Tanya ayah sembari memperhatikan tanamannya satu per satu, ayahku sangat rajin bercocok tanam bahkan hampir semua tanaman ada diperkebunan milik kami, mulai dari buah-buahan, sayur-sayuran, kemiri, hingga kepenghasilan inti ayah dan ibuku yaitu kopi dan lada.
"Emangnya pada saat Ceis umur berapa tahun?." Tanyaku memperhatikan berbagai macam tanaman disekitarku.
"Ayah menanamnya pada saat kamu masih bayi, saat itu kamu baru lahir Ceis." Jawab ayahku sembari menjelaskan padaku.
"Berarti semua tanaman yang ada di kebun ini seumuran denganku?." Tanyaku. Jadi, teman-teman semua tanaman milik ayah dan ibuku seumuran denganku, ketika aku ulang tahun maka tanamannya juga ikut ulang tahun. hhe
"Iya Ceis, tanaman-tanaman ini juga ikut membesar ketika umur kamu semakin besar." Jawab ayah dengan tersenyum.
"Ayah hebat banget bisa menanam tanaman ini dengan sangat baik." Jawabku.
"Alhamdulillah, perluh kamu ketahui ayah ini sangat senang bercocok tanam karena bagi ayah ketika anak-anak ayah sudah tumbuh besar nanti ngga perluh membeli kepada orang lain, kalau ingin alpukat, rambutan, duren, mangga, dll. Ada semua. sekarang sudah terbukti kan?." Ucap ayahku sembari menunjuk nama-nama tanaman yang ada di sekitar kami.
"Iya ayah, Alhamdulillah Ceis sudah bisa menikmati hasil tanaman dari tangan ayah sendiri." Aku sangat bersyukur memiliki sosok ayah yang sangat hebat dan pekerja keras.
"Kita kembali ke pondok yuuk, ibu kamu pasti sudah masak, ayah sudah lapar." setelah mengelilingi kebun ayah dan aku kembali menuju pondok untuk makan siang.
"Ayook ayah." Jawabku dengan semangat, masakan ibuku sangat enak, pokoknya ngga ada tandinganya.
Aku sangat menyayangi kedua orangtuaku, aku ngga akan membiarkan siapa saja menyakiti mereka karena mereka malaikat tanpa sayapku. tanpa mereka siapalah aku, tanpa mereka tiadalah aku.
Aku selalu memohon pada tuhan agar aku bisa membalas jasa ibu dan ayah padaku meskipun aku mengetahui kalau aku ngga akan bisa membalas kebaikan mereka sepenuhnya. saat ini aku hanyalah sosok anak kecill yang ngga memiliki apa-apa. Tapi, aku memiliki mimpi yang sangat besar dimasa depan nanti.
Aku sangat senang sekaligus bahagia karena aku dilahirkan di dalam pelukan kedua orangtua yang sangat menyayangiku. Bagiku mereka sangat luar biasa, perjuangannya untuk membahagiakan aku dan saudaraku ngga perluh diragukan lagi. Meskipun dengan cara yang berbeda.
Orangtuaku selalu berkeinginan kalau aku harus bahagia, apapun yang anaknya inginkan harus bisa mereka berikan. Tapi, sebenarnya bukan harta yang aku dan saudaraku butuhkan sepenuhnya.
aku sebagai anak juga membutuhkan hangatnya kebersamaan dan kasih sayang dari kedua orangtuaku. Tapi, aku ngga pernah berbicara tentang apa yang aku inginkan dari mereka. aku ngga mau menambah beban pikiran mereka. aku yakin mereka memiliki alasan tersendiri membiarkan aku tinggal dirumah seorang diri.
"Kalian sudah pulang?," tanya ibuku yang sedang menyapu halaman rumah.
ibu dimataku beliau sosok yang cerewet sekaligus perhatian kepada aku dan saudaraku, aku sangat menyayagi ibuku karena dari rahim ibuku lah aku dilahirkan.
"Iya bu, aku dan ayah mulai laper mau makan masakan ibu," Ucapku sembari menuju kearah ibuku.
"Ayook kita makan kebetulan ibu sudah masak makanan kesukaan kalian berdua," Jawab ibuku sembari menuju dapur.
"Ayook bu," Ucapku sangat gembira.
Kami makan bertiga, rasanya sangat nikmat. aku selalu berharap agar keadaan selalu seperti ini, aku ngga menginginkan adanya perubahan untuk keluarga kecil kami, aku ingin berada di tengah-tengah ayah dan ibuku selama-lamanya.
Disaat liburan seperti ini aku bisa merasakan lezatnya masakan seorang ibu. aku benar-benar bisa merasakan memiliki orangtua sekaligus benar-benar bisa merasakan menjadi seoarang anak.
"Ceis, kamu kok tercenung? Kamu memikirkan apa nak?." Tanya ibuku sembari memperhatikanku.
"Ngga kok, makanannya sangat enak bu." Jawabku menutupi rasa gunda dihatiku.
"Kamu bisa saja buat ibu bahagia, kamu mau nambah lagi nak?." Tanya ibuku.
"boleh bu, ceis mau nambah." Jawabku.
"Nih buat kamu." Ucapnya sembari mengambilkan nasi dan lauk untukku.
"Terimakasih." Ucapku sembari tersenyum.
Setelah makan bersama, aku terduduk di depan halaman kebunku, pikiranku sudah sangat jauh tentang kehidupan masa depanku. jika aku harus melanjutkan pendidikan di kota maka aku harus berpisah dengan ayah dan ibuku. aku pasti bisa, aku pasti kuat, aku ngga pernah berpikir dua kali jika yang meminta ayah dan ibuku.
Mulai saat ini aku harus menjaga nilai-nilaiku agar aku diterima disekolah impian ayah dan ibuku ketika di kota nanti. Semoga tuhan selalu mendengar apa yang aku pinta, aku ingin agar orangtuaku bisa bahagia dimasa senjanya, aku berharap bisa membalas kebaikan mereka meskipun aku ngga akan bisa membalas sepenuhnya, aku benar-benar ingin berhasil menjadi seorang anak yang membanggakan kedua orangtuaku.
orangtuaku segala-galanya bagiku, aku ngga pernah marah ketika mereka ngga sepenuhnya melihat tumbuh kembangku setiap hari bahkan dari tahun ke tahun, aku tetap bangga sama mereka karena orangtuaku adalah orangtua terbaik disepanjang hidupku, mulai dari ibu yang merawatku dari aku kecil hingga aku besar dan seorang ayah yang mengasihiku dengan penuh kasih sayang dan kelembutan.
I love you my mother and father
#jangan lupa kritik dan sarannya teman-teman 😊😊🙏