Chereads / Sebesar Harapan Menggapai Cita-Cita / Chapter 3 - BAB 3 Menghilang Diantara Keramaian, Bekerja Di Dalam Kesunyian

Chapter 3 - BAB 3 Menghilang Diantara Keramaian, Bekerja Di Dalam Kesunyian

Juli, 2010.

Hampir dua minggu aku menghabiskan waktu bersama kedua orangtuaku. aku masih ingin berlama-lama menikmati masakan ibu, berjalan-jalan mengelilingi kebun bersama ayah. Tapi, kenyataannya aku harus tinggal dirumah sendirian lagi. sepi, hening, dan senyap yang sebentar lagi akan aku rasakan.

Liburan semester telah berakhir, kini saatnya aku duduk kembali dibangku sekolah dengan kelas yang berbeda, sekarang aku telah duduk dibangku kelas enam. saat ini, aku kembali melanjutkan kegiataanku seperti biasa alias sebagai seorang Ceis sang anak mandiri. :-)

Bertahan demi tercapainya impian, gapapa. Setiap orang punya mimpi tapi ngga semua orang berani mengambil resiko yang harus dilewati demi tercapainya mimpi. Aku punya mimpi, aku punya harapan berarti aku harus berjuang mendapatkan apa yang aku inginkan. Ngga ada orang yang berhasil mengapai impian tanpa sebuah usaha dibaliknya, ngga ada kesuksesan tanpa sebuah perjuangan dibaliknya. Dan, ngga ada yang ngga mungkin selama kita berdoa dan terus berjuang.

"Ceis, kamu belajar yang rajin ya nak, sekarang kamu sudah kelas VI." Ucap ayahku sembari menatap mataku.

"Baik ayah, Ceis akan belajar dengan serius." Jawabku menyakinkan ayahku.

"Ayah minta agar kamu menjaga nilai kamu agar ngga turun." Jawab ayahku.

"Baik ayah, Ceis akan selalu menuruti perintah ayah, Ceis berjanji untuk bisa mengangkat martabat keluarga kita." Jawabku sembari tertunduk.

"Yaudah, kalau begitu ayah tinggal berangkat ke kebun ya nak." Jawab ayahku sembari memasang sepatu boots di kakinya.

"Iya ayah, hati-hati dijalan." Jawabku sembari melambaikan tangan dengan mata yang berkaca-kaca.

Aku merupakan seorang anak kecil yang berasal dari keluarga sederhana, orang-orang memandang dengan sebelah mata merupakan hal biasa bagiku. Tapi, aku ngga akan membiarkan semua orang memandang ibu dan ayahku dengan pandangan sebelah mata untuk selama-lamanya.

Tunggu aku, tunggu keberhasilanku!!! Siapa yang akan bungkam nantinya, AKU atau DIA yang merendahkanku saat ini?? Hanya waktu yang mampu menjawabnya. Tapi, aku bisa merasakan bahwa semangatku semakin hari layaknya api yang terus berkobar. Tentang semangat, ngga perluh meminta pada orang lain karena semangat ada di dalam diri sendiri. Orang lain bisa saja memberi semangat tapi bisa juga memberi semangat sekaligus menjatuhkan.

Ingat, jangan pernah memandang remeh seseorang hanya karena ia terlihat ngga berdaya dibandingkan denganmu, jangan pernah memandang seseorang bagaimana keadaannya sekarang tapi lihatlah ia dimasa depan nanti.

Jangan pernah merendahkan seeorang yang sedang berada dibawah karena kalian ngga tahu betapa sulitnya ia bertahan untuk melewati situasi pahit yang sedang ia hadapi. Bantulah ia, Kalau ngga bisa membantu setidaknya jangan membuat hidupnya menjadi lebih rumit karena lisanmu."

"Ceis, kok kamu tercenung." Tanya sang bibik yang melihatku dari bawah rumah, bibik merupakan adik terakhir dari ayahku, hampir setiap malam aku selalu turun kebawah untuk menonton TV, terkadang disetiap habis dari pasar bibik juga sangat ingat kalau bibik sering sekali menghantarkan ikan laut sambal kepadaku, dan aku sangat menyukai masakan bibik. hhe

"Ngga bik, Ceis ngga apa-apa kok." Jawabku sembari menghapus airmataku yang menetes di pipi.

"Ceis, kamu ada apa? Kenapa kamu menangis?," Tanya bibik semakin menghampiriku.

"Ngga bik, Ceis enggak apa-apa kok." Jawabku tersenyum agar bibik ngga terlalu khawatir tentangku.

"Yaudah, kalau kamu ada apa-apa kamu harus cerita sama bibik ya." Ucap bibik sembari mengelus kepalahku.

"Iya bik, insyaallah Ceis akan cerita sama bibik kalau ceis ada apa-apa." Aku tersenyum kearah bibik untuk menutupi rasa sedih yang akan menghampiriku beberapa bulan kedepan.

"Keponakan bibik memang pinter." Jawab bibik sembari tersenyum.

"Hehe iya dong bik." Jawabku tersenyum.

"Yaudah, kalau begitu bibik tinggal pergi dulu ya." Ucap bibik sembari meninggalku ke bawah.

"Baik bik." Aku langsung masuk ke dalam rumah, aku memilih tidur siang, agar rasa sedihku menghilang secara perlahan.

Sedari kecil aku lebih suka memendam semua masalah sendirian, sakit atau pun pahit harus aku telan sendiri. Bagiku suatu saat nanti pasti akan datang satu cahaya pelangi yang sangat indah yang akan membawah perubahan dikehidupanku dan keluargaku. Aku harus bisa menjadi cahaya pelangi itu untuk ayah dan ibuku.

Meskipun rasa sedih terus menghampiri diri, derap langkahku untuk menyurusi jalan kehidupan ngga pernah benar-benar hilang. Aku masih ada dan akan selalu ada. Tapi, aku melangkah dengan sangat pelan. Biarkan yang lain mengira aku telah tiada daya untuk melanjutkan perjalanan hidupku karena itulah keinginanku. Menghilang diantara keramaian, bekerja di dalam kesunyian.

Beginilah kehidupan, disaat kita ngga memiliki apa-apa ngga ada orang yang mau mendekat, kecuali orangtua. Orang-orang disekeliling selalu memandang dengan pandangan rendah.

Menurutku, gapapa, biarkan saja. Semua orang bebas memberikan komentar. Jadikan hinaan menjadi kekuatan. Jadikan cacian menjadi loncatan untuk melangkah lebih jauh bahkan jadikan perkataan ngga mungkin bagi orang menjadi sangat mungkin bagi kita.

Setiap orang bisa memberi kritik tapi ngga semua orang bisa memberikan solusi. Jadi, jangan menganggap mereka yang menghinamu lebih pintar dibandingkan denganmu, bisa jadi ia hanya iri melihat usaha dan kerja kerasmu hingga ia merasa kalau masa depanmu akan lebih cerah dibandingkan dengan masa depannya.

#jangan lupa kritik & sarannya teman-teman 😊😊