Chereads / Misteri Gedung Kantor / Chapter 7 - Bab 7

Chapter 7 - Bab 7

Aku membuka pintu ruangan misterius tersebut, dan seketika itu juga tikus yang sebelumnya seperti menghipnotisku untuk mengikutinya kini berlari menjauh. Aku sempat heran dengan perilaku si tikus itu yang langsung melarikan diri. Namun, sekarang ruangan ini jauh lebih menarik daripada tikus tadi.

Tampak tak begitu banyak perbedaan jika dibandingkan dengan ruangan lain, debu dan abu bekas pembakaran yang ada di setiap sisi ruangan, hanya saja ada satu perbedaan yaitu sebuah kursi kayu yang diletakkan tepat di tengah-tengah menghadap ke arah pintu. Aku berjalan perlahan memasuki ruangan itu, dan beberapa kali aku merasakan menginjak sesuatu yang aku harap hanyalah sebuah serpihan dari sisa barang yang terbakar.

Aku terus melangkahkan kakiku masuk lebih dalam, tiba-tiba sebuah udara yang lebih dingin dibandingkan dengan udara di ruang depan tadi berembus ke arah tubuhku, resleting jaket kembali aku kencangkan, berusaha menahan udara dingin. Selain itu, tidak ada yang menarik perhatian kecuali adanya kursi yang berdiri di tengah ruangan ini. Aku berjalan mendekat, dan mencondongkan tubuh ke arah kursi, sekilas tidak ada yang terlihat menarik, kursi ini tampak seperti sebuah kursi biasa.

Aku memutari kursi itu, dan melihat bagian belakang kursi, ternyata ada sebuah kertas yang tertempel disana, kertas kecil yang berwarna putih. Namun, sudah pudar termakan oleh usia dan debu, beberapa hurufnya bahkan sulit terbaca. Meskipun pun begitu, aku tetap penasaran dan ingin membaca tulisan yang ada di kertas itu, dan setelah berusaha dengan menyipitkan mataku, akhirnya aku bisa membaca tulisan yang ada di kertas, tulisan itu berbunyi:

"KAMU SELANJUTNYA!" Aku bergidik ngeri dan melangkah mundur menjauh dari kursi tersebut. Besar kemungkinan kertas itu bukan bertujuan untukku karena kertas tersebut sudah lebih lama berada di dalam sini dibandingkan dengan waktu sejak awal aku bekerja. Namun, isi pesan tersebut tetap mengerikan, kepada siapa sebenarnya pesan itu ditunjukkan? Aku masih memikirkan pertanyaan tersebut di kepalaku, saat tiba-tiba.

*BRAKK!!

Pintu satu-satunya ruangan ini terbanting dengan keras, memperangkap aku seorang di dalam ruangan ini bersama dengan kursi aneh dan kertas yang berisi pesan terror, disaat itu pula aku mendengar suara tangis yang sudah tidak asing lagi untukku. Suara tangisan yang beberapa hari lalu pernah aku dengar di saat lembur.

Aku menengok perlahan ke belakang, dan aku melihatnya, sosok yang sama dengan yang muncul saat aku lembur itu sedang berdiri di pojok ruangan menghadap dinding, punggungnya yang sedikit membungkuk terbungkus pakaian hitam itu terlihat jelas, ia sedang menangis tersedu-sedu, dan tak lama kemudian ia sadar akan kehadiranku, wajahnya berpaling begitu cepat ke arahku, bunyi dari tulang leher yang patah itu terdengar begitu nyaring, bekas air mata yang menghitam di mata dan pipinya terlihat sangat jelas menghiasi wajahnya yang putih pucat, serta tangannya yang kurus bagai tulang juga terlihat sangat jelas.

Aku langsung segera berlari ke arah pintu untuk keluar secepat mungkin dari ruangan yang mengerikan ini. Aku sedikit kesulitan karena rasanya seperti ada yang menahan pintu, setelah terus berusaha membuka paksa, akhirnya aku berhasil keluar dari ruangan berisi kursi tadi, dan aku harus berlari ke pintu utama, aku berlari sambil berteriak tidak karuan, rasanya lama sekali aku berlari hingga kakiku mulai kelelahan dan kehilangan tenaga untuk lanjut melarikan diri.

Aku menengok ke belakang untuk memastikan bahwa arwah Bu Risma tidak mengikutiku, namun, yang aku harapkan justru berbanding terbalik dengan apa yang terjadi sebenarnya. Wajah itu muncul tepat di depan wajahku, jaraknya tidak lebih dari dua jengkal, wajah mengerikan yang tidak akan pernah aku lupakan seumur hidup.

Wajah putih pucat yang miring ke kiri akibat lehernya yang patah, senyuman lebar yang sampai hampir menyentuh telinga, matanya yang hanya berwarna putih tetapi terus mengeluarkan cairan hitam bagai tinta, rambut yang kusut berantakan, lidah yang keluar bagai reptil, dan bau busuk sebuah mayat sangat tercium. Aku yang sudah lelah, seketika langsung hilang kesadaran. Aku tidak mengingat apapun lagi tentang kejadian setelahnya.

Aku tersadar di sebuah ruangan kecil berwarna putih, dikerumuni oleh security, dan seorang yang terlihat seperti pemuka agama, mereka mengelilingiku dan melihat ke arahku. Kepalaku terasa sangat sakit, dan air mata tiba-tiba saja mengalir dari mataku.

"Alhamdulillah, akhirnya kamu sadar, nak." Seorang yang memakai pakaian bagai ustadz itu membuka pembicaraan.

"Ini di mana pak? Saya kenapa?" Tanyaku penuh keheranan.

"Kamu aman di sini, ini ruang security berjaga, paling dekat dari lokasi kamu kesurupan." Jelas Pak Ustadz tersebut.

"Saya? Saya kesurupan?" Aku masih tidak percaya.

"Iya, dan karena suara kesurupan kamu pula yang membuat security sadar ada seorang yang masuk ke ruangan terlarang itu."

"Lalu, apa yang terjadi pak?" Tanyaku untuk mendapatkan informasi lebih detail.

"Kamu berteriak-teriak di dalam sana, saya malah gak tau gimana cara kamu bisa masuk kesana tanpa sepengetahuan kita." Salah seorang security membuka suara. "Saya sedang berpatroli saat saya mendengar ada teriakan dari dalam ruangan terlarang itu, saya pikir saya cuma halusinasi, tapi saya panggil rekan saya yang lain untuk datang, ternyata ia mendengarnya juga."

"Lalu, kita putusin buat memberanikan diri melihat ke dalam, dan disitu kamu berteriak-teriak nggak karuan di tengah ruangan, terkadang hanya berteriak nggak jelas, tapi juga terkadang suara mirip wanita tua minta tolong terdengar dari teriakan kamu. Saya langsung menyuruh rekan saya memanggil ustad terdekat, sementara saya berusaha menahan kamu. Sayangnya, tenaga kamu lebih kuat, lengan saya dicengkram kuat, dan saya dilempar sama kamu sampai saya terpental. Tangan saya sampai memar seperti ini akibat cengkraman kuat dari kamu." Security tersebut menggulung lengan seragamnya, dan terlihat bekas cengkraman tangan yang memerah di lengan bapak security tersebut.

Aku hanya bisa menatap keheranan, seolah tidak percaya itu semua terjadi kepadaku, tentu saja aku tidak mungkin bisa meninggalkan bekas cengkraman sekuat itu di lengan orang yang tubuhnya lebih besar dariku, apalagi untuk melemparnya. Jika benar seperti itu, besar kemungkinan hantu yang tidak lain lagi merupakan hantu Bu Risma lah yang merasuki tubuhku.

Aku diberi minum oleh pak Ustad yang katanya air minuman tersebut sudah dibacakan doa untuk melindungi tubuhku agar hal mengerikan tersebut tidak terulang kembali, dan setelah aku mendapatkan kembali tenaga, serta setelah dipastikan aku telah benar-benar pulih, aku diperbolehkan pulang. Waktu menunjukkan jam sepuluh malam, dan aku benar-benar kelelahan, hingga aku memutuskan untuk beristirahat sedikit lebih lama di ruang security itu dan sedikit mengobrol.

"Pak, di dalam ruangan itu, ada satu ruangan lagi di dalamnya, isinya cuma ada kursi sih." Kataku setelah berbincang bermacam hal.

"Ruangan apa?" Tanya security tersebut bingung.

"Kurang tau saya, pak. Tapi di dalamnya ada kursi, dan di kursi itu ada kertas yang ditulis 'Kamu selanjutnya!' gitu doang sih, pak." Kataku lebih jelas.

Pak Security itu semakin terheran dengan perkataanku, wajahnya menatapku penuh tanda tanya.

"Kamu gak bercanda kan?" Tanyanya.

"Nggak, pak. Saya serius." Jawabku. Pak security itu mengernyitkan dahi, seolah berpikir aku berbohong.

"Yah, saya kurang tau juga sih, kamu cepat pulang aja sana biar bisa beristirahat." Balas Pak Security.

Aku merasa tubuhku sudah lebih bugar, dan merasa aman untuk pulang, aku pun mengiyakan sarannya, dan berpamitan. Perjalananku menuju rumah berjalan lancar, tidak ada apa pun yang mengganggu.

Aku nyalakan lampu depan rumahku, memasukkan motorku ke dalam rumah yang kecil ini agar aman dari kejadian yang tidak diinginkan, lalu bersiap untuk mandi sebelum aku tidur dan mengistirahatkan tubuh.

*Tring

Ringtone ponselku berbunyi, menandakan adanya sebuah pesan masuk melalui aplikasi chatting, terlihat nama Pak Jefri di lockscreen ponsel dan pesan yang tersembunyi. Aku membuka ponsel, dan melihat isi pesan dari Pak Jefri.

"Kamu ngapain masuk ke ruangan yang sudah dilarang itu?" Begitu lah isi pesannya. Aku terkejut melihatnya.

*Tring

Pesan tambahan kembali masuk ke dalam ponselku.

"Besok senin kamu temui saya, ceritakan semuanya di ruangan saya." Mati lah aku...