Sudah sekitar 3 bulan aku bekerja di kantor ini, rekan-rekan pun juga sudah sangat akrab denganku, dan juga ada seorang karyawan baru yang usianya tidak jauh dariku dan bang Andre. Dia memperkenalkan diri dengan nama Rivaldi, Rivaldi ini baru saja diterima kurang lebih selama sebulan, dan dengan perbedaan umur yang tidak begitu jauh antara Aku, Bang Andre dan Rivaldi kami bertiga jadi cepat akrab. Bang Andre yang sebelumnya sedikit sinis dan sulit bergaul denganku yang karyawan baru, kini lebih sering menghabiskan waktu bersama denganku saat istirahat.
Aku juga belum mendapat jatah lembur, dan pelan-pelan aku lupa mengenai larangan-larangan yang pernah disebutkan Pak Jefri kepadaku saat awal masuk bekerja. Walau kemarin sempat disebutkan lagi saat Rivaldi baru masuk. Rivaldi juga sama herannya denganku mengenai larangan-larangan saat lembur tersebut. Karena aku juga masih pegawai baru yang belum ada pengalaman lembur di kantor ini, aku jadi tidak bisa memberi tahu apapun kepada Rivaldi, sehingga kami berdua masih bertanya-tanya ada apa gerangan?
Kami sudah bertanya kepada karyawan yang lebih senior dari kami, termasuk Bang Andre. Tapi, tidak satupun dari mereka yang bersedia menceritakannya. Beberapa bahkan mengomeli kami agar tidak usah terlalu mencari tahu, dan sisanya lagi langsung mengalihkan pembicaraan atau hanya diam tak membalas apapun.
Semakin lama waktu berlalu semakin aku mengenali Rivaldi dan juga Bang Andre. Rivaldi memiliki kesukaan yang mirip denganku, dia suka segala sesuatu yang menantang adrenalin, sekalipun itu harus berurusan dengan yang bukan manusia, sementara Bang Andre lebih menyukai suasana yang tenang dan damai tanpa ada gangguan. Hanya ada perbedaan sedikit antara diriku dan Rivaldi, yaitu aku kurang suka untuk bergerak demi memacu adrenalin, aku lebih suka sekedar berdiam diri menonton film atau membaca sesuatu yang bisa membuatku ketakutan.
Aktifitas kantor juga belakangan ini tidak begitu ramai, bahkan tergolong pasif, karena kami bergerak di bidang perdagangan cukup sulit untuk mengharapkan adanya pesanan yang tiba-tiba banyak dan mensibukkan kami. Kami sudah sering melakukan promosi, namun karena kondisi serba sulit ini, jadi tetap saja pekerjaan kami semakin lama semakin sedikit. Kami terbiasa menghabiskan waktu di kantor dengan saling bercerita satu sama lain, saling sharing untuk mengenal diri masing-masing lebih dalam.
Pada suatu hari yang sangat pasif, dan kami tidak ada kerjaan juga Pak Jefri yang sedang keluar, kami merasa bosan. Pak Rusdi yang paling senior dari kami langsung mengajak kita semua untuk saling bercerita lagi. Selalu ada cerita menarik dari pengalaman hidup dari orang yang lebih tua, aku selalu ingin mendengar cerita dari mereka karena biasanya ada pesan yang bisa diambil. Satu per satu dari kami mulai bercerita dan bercanda tawa saking asiknya, Pak Wisnu membagikan pengalaman konyol dalam hidupnya yang membuat kami tertawa. Namun, secara perlahan topik pembicaraan mulai berganti, dan dengan handalnya Rivaldi mengarahkan untuk mulai membahas topik yang agak menyeramkan.
"yaah, sebenarnya ada kisah seram di kantor ini." Kata Pak Rusdi menanggapi perkataan Rivaldi yang ingin mencari tahu apakah ada kisah seram di kantor.
"Pak..." Pak Wisnu membalas, tapi dia dilanda keraguan.
"Gak apa-apa, nu. Lagian kan nanti mereka tau sendiri." Kata Pak Rusdi
Aku semakin yakin bahwa ada sesuatu yang pernah terjadi di kantor ini, dan berhubungan dengan segala larangan yang ada jika kami terpaksa lembur. Karena itu, aku pun mulai bertanya.
"Kisah itu berhubungan sama larangan waktu lembur, pak?" Kataku jelas.
"Ya, ada, dan sebaiknya kalian mendengarkan kalau memang ingin benar-benar tahu." Balas Pak Rusdi.
Kami semua mengambil posisi serius untuk mendengarkan, kecuali Pak Wisnu dan Bang Andre yang seketika menjauh dan memilih kembali ke meja kerjanya.
"Wisnu dan Andre sudah mengalaminya bersama saya beberapa waktu yang lalu, ketika kami terpaksa lembur." Kata Pak Rusdi yang sekaligus menjelaskan kenapa tiba-tiba Pak Wisnu dan Bang Andre memilih menjauh.
"Jadi begini ceritanya, dulu ada seorang karyawati di kantor ini, saya berteman cukup dekat dengannya. Waktu itu saya masih karyawan baru, sama seperti Rivaldi dan Kamu, " Jelas Pak Rusdi sambil menunjuk kearahku.
"Karyawati itu orangnya sangat ramah, bahkan tak segan untuk mentraktir semua orang di ruangan dengan makanan mahal. Namanya adalah Bu Risma. Usianya saat itu sekitar 37 tahun, namun masih awet muda dan masih sangat produktif dan pada saat itu, dia termasuk karyawati yang paling senior. Dia adalah karyawati unggulan yang dimiliki kantor ini. Bu Risma orang yang sangat bersemangat, beberapa kali dia meminta sendiri untuk lembur kepada boss kami waktu itu dengan alasan banyak pekerjaan yang belum selesai. Boss juga senang dengan kerja beliau yang luar biasa. Hingga pada suatu hari..." Suara Pak Rusdi seperti tertahan.
"Bu Risma yang sedang lembur waktu itu, entah kenapa memutuskan untuk bunuh diri di pantry. Jasadnya ditemukan security telah tergantung di pantry pada jam patroli malam. Security itu merasa heran kenapa Bu Risma belum pulang sampai jam sudah larut malam hingga akhirnya saat jam patroli malam, dia memutuskam untuk mengecek semua ruangan di lantai ini. Kabar itu mengejutkan semua orang, bahkan dari perusahaan lain yang tahu bagaimana sosok Bu Risma ikut terkejut."
"Kematian bunuh diri Bu Risma masih sangat misterius bagi saya dan beberapa karyawan senior di gedung ini. Ada isu yang mengatakan ia sedang mempunyai masalah rumah tangga, tapi saat itu suaminya yang dipanggil kepolisian mengaku rumah tangga mereka sedang baik-baik saja. Meskipun begitu, menurut saya dan Pak Jefri yang waktu itu masih berstatus karyawan, kesaksian suaminya seperti ada yang janggal. Kita tidak tahu apa, hanya saja..."
"Baik, pak, maaf kalau ini masalah sensitif, maaf pak kalo jadi mengingat duka yang lalu." Kataku memotong cerita dari Pak Rusdi karena merasa tak enak setelah melihat kondisi Pak Rusdi yang jadi murung.
"nggak, nggak masalah, yaah cepat atau lambat kalian juga akan tahu kisah ini walaupun saya tak memberi tahu." Balas Pak Rusdi. Suasana seketika menjadi canggung, tapi itu aku masih penasaran akan satu hal, yaitu adanya ruangan dengan kertas bertuliskan Dilarang Masuk yang ditempel pada pintunya.
"Maaf pak, saya mau nanya, kalau ruangan yang ada di lantai dasar sebelah kiri gedung, itu ruang apa ya? Ko ada tulisan dilarang masuk?" Aku memberanikan diri bertanya. Rivaldi sedikit terkejut dengan pertanyaanku barusan.
"Lu liat ruangan itu?" Tanya Rivaldi kepadaku.
"iya liat, dari luar doang tapi." Kataku. Pak Rusdi menatapku serius, dan diam beberapa saat seolah memikirkan jawaban apa harus yang diberikan atas pertanyaanku.
"Maaf, saya gak bisa kasih tahu soal itu. Itu terjadi lebih lama dari masa kerja saya, dan saya rasa saya gak pantas buat menceritakan itu." Balas Pak Rusdi yang langsung berdiri dan kembali ke meja kerjanya lagi. Bu Lilis, Bu Dewi, Rivaldi dan aku saling menatap dengan penuh keheranan. Apakah mungkin ada sesuatu yang sama kelamnya telah terjadi di ruangan itu? Atau malah lebih kelam? Pertanyaan itu tertinggal di benakku bahkan sampai jam pulang kantor dan aku sudah di rumah, aku masih memikirkan soal itu, dan juga sikap aneh Pak Rusdi yang menolak menceritakan kisah di ruangan tersebut.