Chereads / Misteri Gedung Kantor / Chapter 18 - Bab 18

Chapter 18 - Bab 18

"Pencet lagi liftnya!" Perintah Pak Rusdi. Aku yang berdiri paling dekat dari lift langsung menekan tombol turun, niatku untuk kembali ke basement dan kembali ke lantai dasar melalui lift yang sama yang kami gunakan untuk turun.

Aku melihat ke arah Rivaldi, wajahnya sudah benar-benar menunjukkan ketakutan yang sedang ia rasakan, tubuhnya juga terlihat lemah sampai ia harus bersandar pada dinding di belakangnya untuk tetap berdiri.

Sementara Pak Rusdi walaupun tidak terlihat sedang ketakutan, tapi dari gerakannya yang terus berjalan mondar-mandir, sambil sesekali melihat ke arah ruangan gelap di sisi sebrang melalui kaca pintu, membuatnya terlihat jelas kalau dia sedang cemas.

Untukku sendiri, aku takut kalau kami terperangkap di ruangan berbeda dimensi, aku pernah baca artikel yang menyebutkan kalau seseorang bisa melakukan perjalanan lintas dimensi melalui lift bangunan. Ya, walaupun caranya cukup merepotkan dengan menekan beberapa tombol lantai lift secara urut.

Di artikel tersebut, dikatakan kalau seseorang sudah keluar dari lift setelah mengikuti cara yang ditulis oleh mereka, maka orang tersebut tidak bisa kembali lagi ke dunia nyata. Hal seperti itu lah yang aku takutkan.

Lift yang kami tunggu juga rasanya tiba sangat lambat, apakah ini karena rasa takut yang sedang kami rasakan sehingga waktu terasa berjalan lambat? Atau memang ada kendala pada lift yang menyebabkan lift datang lebih lambat? Atau memang kami bertiga telah terperangkap di dimensi lain?

Terdengar di telingaku, Rivaldi sudah mulai melantunkan doa dengan suara berbisik. Suatu hal baru bagiku melihat Rivaldi berdoa, orang yang sulit diajak beribadah, untung lah masih mengingat tuhan pada kondisi seperti ini.

Setelah sekian lama menunggu, akhirnya lift tiba, ditandai bunyi bel elektronik saat pintu lift terbuka, kami bertiga menyahutnya dengan helaan nafas lega. Aku bahkan baru tersadar tidak ada diantara kami yang saling berbicara selama kami berada di koridor aneh itu. Rivaldi berlari paling pertama merangsek masuk ke dalam lift, disusul Pak Rusdi, dan diriku paling terakhir.

Sesaat sebelum aku masuk ke dalam lift, aku merasakan seperti sedang ditatap dari ruangan yang terkunci tadi. Spontan aku langsung menoleh akibat energi yang tidak mengenakkan tersebut. Dibalik kaca yang terpasang di pintu itu, terlihat secara samar sosok yang tampak asing di mataku, tapi memiliki hawa menyeramkan yang sangat familiar.

Bukan lah sosok hantu Bu Risma dengan kepalanya yang miring ke kiri karena patah pada tulang lehernya, melainkan sebuah sosok berkulit hitam dengan kepala pelontos dan senyum lebar yang menghiasi wajahnya. Hawa teror dan menyeramkan yang ia pancarkan terasa sangat familiar untukku, atau mungkin setiap hantu, setan atau jin memiliki hawa yang memang sama? Entah lah.

Aku berusaha untuk berpura-pura tidak melihat sosok menyeramkan itu dan berharap sosok apapun itu tidak akan mengikutiku. Aku masuk ke dalam lift dan Pak Rusdi langsung menekan tombol pada lift. Ia menekan tombol untuk lantai underground, satu tingkat diatas Basement, satu tingkat dibawah lantai dasar.

"Ko gak ke basement, pak?" Tanyaku sedikit heran kenapa kita tidak kembali ke basement dan malah menuju lantai underground. Aku juga tidak tahu apa yang akan menanti kami di underground.

"Saya kepikiran security tadi yang di depan lift, takutnya dia juga bukan orang, cari aman aja. Lagian kalo di underground, ada tempat yang jual cemilan. Kamu emang belum pernah ke sini ya?" Balas Pak Rusdi kembali bertanya kepadaku.

"Nggak pernah, biasa jam istirahat langsung ke warteg soalnya. Cari yang murah." Balasku.

"Ooh, pantes." Balasnya lagi.

Pintu lift terbuka, menampilkan koridor kosong dengan dinding besar di sebelah kanan yang menjadi ujung dari koridor ini, dan pintu kaca di sebelah kiri yang tidak terlihat di kunci. Pak Rusdi langsung mengajak aku dan Rivaldi untuk mengikutinya.

Aku dan Pak Rusdi masih mampu berjalan normal, dan masih mempunyai tenaga. Rivaldi sebaliknya, tampaknya dia benar-benar ketakutan sampai-sampai untuk berjalan saja dia sudah sempoyongan dan berkali-kali dia hampir terjatuh andai saja aku dan Pak Rusdi tidak sigap menangkap tubuhnya.

Pak Rusdi tampaknya sudah mengetahui kami harus melangkah ke arah mana, dia menuntun aku dan Rivaldi hingga akhirnya kami bertemu sebuah minimarket yang ada di dalam gedung ini, aku langsung masuk ke dalam minimarket tersebut untuk membeli minum disusul Pak Rusdi. Sementara Rivaldi, dia ditinggal di luar, sedang bersandar pada sebuah dinding kaca. Aku rasa dia terlalu berlebihan.

Aku membelikan Rivaldi sebotol minuman untuk membuatnya kembali tenang dan segera pulih, aku tidak mau menopang dia lagi untuk berjalan dan dilihat oleh setiap orang yang ada di gedung kantor ini. Kami sedikit mengumpulkan tenaga dan Rivaldi juga terlihat sudah memiliki cukup kekuatan untuk berjalan lagi.

Pak Rusdi menuntun kami dan akhirnya kami bertemu eskalator untuk kembali ke lantai dasar, aku menghela nafas karena ternyata kami bertiga tidak terperangkap di dimensi lain. Kami langsung berjalan menuju kantin, berusaha memanfaatkan waktu istirahat yang tinggal sedikit lagi usai.

"Kenapa sih lu? Lemes amat cuma karena nyasar begitu." Kataku sambil menepuk Rivaldi.

Dia melirik ke arahku dengan tatapan datar dan seketika kembali berjalan menunduk, gesture tubuhnya seolah berkata "Ada hal menyeramkan lainnya."

Suasana menjadi canggung, antara aku dan Rivaldi. Entah kenapa, feelingku mengatakan kalau Rivaldi mungkin saja melihat sesuatu yang menyeramkan di koridor aneh tadi. merasa penasaran, aku mencoba bertanya ke Pak Rusdi.

"Pak, tadi ada yang diliat ya pas lagi coba dobrak pintu?" Tanyaku.

Pak Rusdi melirik ke arahku sesaat, dan kemudian

"Nanti aja ceritanya. Kita makan dulu biar gak lemes." Balasnya.

Aku akhirnya memilih untuk menurut saja. Sesampainya di kantin, kami bertiga langsung memesan makanan pilihan kami. Karena kali ini tidak di warteg, jadi aku perlu melihat menu makannya untuk mencari tahu makanan paling murah yang mereka sediakan. Nasib anak rantauan, harus pintar menggunakan uang agar tidak kesulitan di akhir bulan nanti.

Kami selesai makan tepat saat jam menunjukkan waktu istirahat kami sudah selesai, dan kami bertiga segera beranjak untuk kembali ke meja kantor. Tidak ada diantara kami yang bersuara, kami berjalan dalam diam kembali ke lantai 47 untuk kembali bekerja.

Sampai di lantai 47, Pak Rusdi langsung membuka suara.

"Sebenarnya, ada yang kita liat emang di ruangan itu, Din." Ucapnya tiba-tiba saat kami keluar lift.

"Apa itu, pak?" Balasku.

"Saya kurang tahu pasti sih itu apa. Yang jelas, sosoknya itu kulitnya hampir gak keliatan, tingginya sedikit lebih tinggi dari saya, tapi gigi sama matanya keliatan jelas kaya mata dan gigi hewan." Kata Pak Rusdi menjelaskn apa yang sebenarnya terjadi sampai Rivaldi benar-benar ketakutan.

Sedikit gambaran saja, Aku dan Rivaldi masih harus sedikit mendongak untuk berbicara dengan Pak Rusdi, dan Pak Rusdi berkata sosok itu lebih tinggi daripada dia, ditambah memiliki mata dan gigi mirip hewan. Sebenarnya berapa banyak kisah menyeramkan yang tersembunyi di balik kemegahan Gedung Kantor ini?

Aku jadi merasa bersalah kepada Rivaldi telah melontarkan candaan padanya setelah ia melihat sosok tersebut. Tidak heran kalau dia benar-benar merasa shock dan ketakutan. Itu berarti doa yang dia lantunkan di bawah sana, untuk harapannya agar sosok itu tidak mendekat, sosok itu juga menjelaskan kenapa Rivaldi langsung berlari masuk ke dalam lift saat lift tiba. Tapi, tunggu sebentar...

"Sosok itu kepalanya botak pelontos bukan, pak?" Tanyaku.

"Kayanya sih, gelap soalnya gak begitu jelas." Jawabnya.

"Terus kaya kesan serem sama teror dari sosok itu familiar gak?" Tanyaku.

"Agak familiar sih, itu juga sedikit bikin saya risih." Balasnya

Aku terkejut mendengar jawaban dari Pak Rusdi, tidak salah lagi, itu adalah sosok sama yang kulihat saat aku akan memasuki lift. Apa itu sebenarnya? Ruangan apa yang terkunci itu? Dan yang terpenting, apa yang sebenarnya terjadi pada gedung mewah ini dan juga Bu Risma?