"Mana kopiku, bibi Jung?" tanya Bella setelah melirik meja makan, kopi mochacino Douwe Egberths yang biasa dia minum di pagi hari bersama bitterbalen-nya tidak dia dapati di atas meja.
Jungma menepuk dahinya pertanda lupa kebiasaan sang nona. Kehadiran Sean dan Jenny yang pagi-pagi sudah menyita waktunya membuat dia lupa membuat kopi untuk nona-nya.
"Maafkan saya Nona Bella, saya hanya membuat kopi untuk Tuan Muda Sean tadi. Akan saya buatan kalau begitu, tolong tunggu sebentar." kata Jungma langsung berdiri dari kursinya, berjalan menuju dapur.
"Apa Sean baru saja pergi Jen?"
Uhuk, Uhuk, Uhuk!
Jenny yang mulutnya penuh dengan pancake apel, langsung mendelik ke arah Bella yang membuatnya tersedak.
Dengan rakus Jenny meminum teh mint miliknya sambil menepuk-nepuk dadanya yang sesak. "Sialan! Kau pasti sengaja kan, Bell, membalas dendam padaku!" geram Jenny, sambil tangannya kembali mengambil potongan lain pancake dengan topping kismis di atas meja, seakan dirinya yang baru tersedak makanan itu tidak bisa menghentikannya untuk memakan habis semua sarapan paginya saat ini juga.
"Sean berpesan supaya kau menelepon-nya nanti. Itu saja." jawab Jenny singkat.
Jungma datang dengan cangkir porselen yang berisi kopi panas yang masih mengepul.
"Kopimu Nona."
"Terima kasih, Bibi Jung."
Bella mencelupkan roti gandum messes-nya di atas cangkir kopi, lalu memakannya. Dahinya sedikit mengernyit saat beberapa bingkisan di letakkan di samping kursinya. Bella melirik ke samping, "Apa ini?"
Sebenarnya dia sudah tahu apa itu, cuma karena bungkusnya serba pink dan sangat mencolok sekali, Bella jadi ragu apakah itu cokelat yang biasa dia beli dan makan.
Ada lima tas berukuran sedang yang Jungma bawa, "Dari Tuan Muda Sean, tadi pagi saya sudah akan membawa ke kamar Nona, tapi di cegah oleh Tuan muda. Maka dari itu saya meninggalkan cokelat-cokelat ini di rak dapur." terang Jungma menjelaskan sambil menatap nona mudanya dengan tak berdaya.
Pasalnya, cokelat-cokelat di rak dapur itu sudah menumpuk dan belum di habiskan oleh nona-nya. Dan sekarang bertambah lagi cokelat-cokelat baru.
Jungma tidak habis pikir bagaimana nonanya masih sehat-sehat saja menimbun banyak kalori di tubuhnya dan tetap memiliki tubuh proporsional seperti sekarang.
Tanpa sadar Jungma melirik ke arah Jenny yang bertubuh lebih berisi daripada nonanya. Meski dia tahu sahabat nonanya itu sangat suka makan juga, jika dibandingkan dengan nonanya yang proporsi makannya saja bisa melebihi dua orang itu, tubuh Jenny sedikit gemuk kalau sudah bersama dengan nonanya. Dan Alex - kekasih Jenny - menyebut kekasihnya itu bahenol yang hot sekali.
Jungma jadi mengutuk orang yang memiliki tubuh seperti nonanya. Banyak makan, tanpa berolahraga, masih bisa terlihat sedap di pandang.
Itu sialan sekali kan?
Bella membuka satu per satu bingkisan tersebut, beberapa cokelat yang belum dia makan juga terdapat di sana. Dan Bella langsung mengambil La Maison du Chocolat hazelnut Praline, ditaruhnya cokelat yang cantik itu untuk dia bawa nanti ke butiknya. Dan sisa-sisa cokelat itu pun kembali ke tangan Jungma lagi.
Jenny dan Bella sudah selesai sarapan, keduanya sedang bersiap-siap pergi keluar di hari Selasa ini.
Bella mengambil long coat berwarna mustard dari Louis Vuitton miliknya yang baru saja di sodorkan oleh Jungma.
Dengan warna kulit putih pucat dan mulus, rambut panjang Brown caramel shade Light blonde yang dibiarkan tergerai, penampilannya hari ini sungguh sangat memesona.
"Aku mau lunch di restoran Crystal nanti Jen." kata Bella menghampiri Jenny yang sudah siap pergi bersamanya.
Jenny menaikkan alisnya, "Makanan Indonesia lagi?"
"Iya..."
"Kau tak bosan, makan makanan itu terus?"
"Kalau aku bosan, aku tidak akan memintamu mengantarku ke sana lagi, percayalah." Dan itu tidak akan pernah terjadi. Sambung Bella membatin.
Jenny dan Bella keluar dari mansion tepat pukul setengah delapan pagi. Saat keduanya terpapar angin yang sangat dingin, keduanya langsung menciutkan lehernya masing-masing. Sangat dingin!
Di dalam mobil, Bella memainkan ponselnya dengan bimbang.
"Kenapa tidak menelepon Sean?"tanya Jenny, lampu merah menyala dan dia pun melambatkan mobilnya dan berhenti, menunggu lampu hijau menyala.
Bella menggeleng, "Nanti saja. Sudah hampir jam delapan, Sean pasti sudah berada di kantor."
Jenny mulai melajukan mobilnya, "Kau harus memberi kepastian padanya Bell, saranku sebagai sahabatmu. Terlalu menyedihkan buat Sean karena kau tolak terus. Jika itu aku, aku akan langsung menerimanya. Apa sih yang membuatmu tidak menerima Sean? Kurang perhatian apa coba Sean padamu? lelaki yang mau berkomitmen serius dan bertanggung jawab sepertinya sangat sulit kau temui di jaman sekarang." kata Jenny, sambil memutar pelan setir ke kanan, berbelok di perempatan jalanan komersial yang padat, De Negen Straatjes.
Lingkungan ini mencakup sembilan jalan yang indah, yang pada saat ini banyak sekali turis lokal maupun manca negara berjalan-jalan ataupun berbelanja di butik-butik yang terletak di pinggir-pinggir bangunan yang tampak klasik dan antik.
Bella diam, mendengarkan.
"Aku hanya bisa memberimu nasihat ini Bell, semua keputusan tetap berada di tanganmu. Apapun yang kau pilih nantinya, aku akan terus mendukungmu. Dan aku percaya keputusan itu adalah apa yang menurutmu baik" kata Jenny mengakhiri pembicaraan. Jenny memarkirkan mobilnya di basement.
"Kita sudah sampai."