Mendengar hal itu, Nathan pun agaknya ikut prihatin. Mau bagaimana lagi, jika dia di posisi seperti itu pun, dia pasti akan merasa terkekang. Seolah kemerdekaan, dan hak untuk mengeluarkan pendapat telah dirampas dengan sangat nyata.
"Gue paham ama elo, Nji. Dan beruntung lo udah bisa keluar dari cengkeraman pelatih seperti itu,"
"Nath," Dinda langsung menepuk lengan Nathan, membuat Nathan langsung menarik Dinda untuk dia rangkul dengan mesra.
"Eh ceweknya aku. Gimana tadi ngurusin anak-anak cheers? Udah beres?" tanya Nathan kemudian. Dinda mengangguk sambil tersenyum lebar, kemudian dia mengacungkan dua jempol tangannya tinggi-tinggi.
"Beres dong, dan kayaknya tanpa gue juga mereka udah bermain sempurna. Gue malah yang bingung sendiri tadi. Apalagi pas liat Nadya lompat dan muter-muter itu. Jadi pengen pipis dan BAB," jawab Dinda, sambil bercerita dengan antusias.