"Sayang," panggil Nathan, mencoba untuk berkompromi dengan Dinda. Karena dia tahu betul, kalau tunangannya itu tidak akan mungkin memarahinya di depan banyak orang.
Dinda tak menjawab, dia hanya menarik sebelah alisnya memandang ke arah Nathan, sementara tangannya masih menulis, kemudian dia melempar jawabannya ke arah Panji.
"Kamu nggak marah lagi sama aku, kan? Hm?" tanya Nathan, menggenggam tangan Dinda, membuat tunangannya itu bahkan tidak bisa menulis. Dinda tampak bercedak, kemudian dia memandang Nathan sambil menghela napas panjangnya.
"Kenapa?"
"Aku nggak bisa tidur kalau kamu marah-marah terus, dan aku bisa jelasin semuanya."
"Nggak usah, nggak perlu," Dinda bilang, yang berhasil membuat mimik wajah Nathan tampak lesu. "Regar dan Benny udah ngejelasin semuanya ke aku," lanjut Dinda.