Chapter 7 - Dendam

Lin Shuang mulai tidak paham dengan jalan pemikiran Gu Mang, kemudian ia pun bertanya, "Adik Gu, berapa banyak uang yang kamu miliki?"

Mata Gu Mang melihat ke bawah dan bulu matanya sangat panjang, menutupi matanya. Ia tidak menjawab, dan hanya diam sambil memainkan ponselnya.

Gu Si sedikit membungkukkan badannya, lalu berbisik sambil menutupi mulutnya dengan tangan kecilnya, "Kakakku tidak punya banyak uang, hanya bisa terkumpul 60 juta Yuan."

Ekspresi wajah Lin Shuang tampak tertekan, kemudian ia pun ,"Terus bagaimana ini? Akhir-akhir ini tagihanku lumayan banyak. Ada 10 juta Yuan tersisa di kartuku. Tuan Muda Lu yang saat itu berada di lantai atas tidak kekurangan uang. Kita mungkin tidak bisa mendapatkan giok ini."

Gu Si berkata dengan ekspresi sedikit bingung, "Kak Lin, kamu masih belum melakukan itu tuh... Di mana pun kamu menghabiskan uang. Ketika kamu akan pergi, kamu pasti akan mengatakan 'Semua bon hari ini akan dibayar oleh Nona Lin'?"

Lin Shuang berkata dengan bangga, "Bagaimana bisa kebiasaan baik membantu orang lain ini diubah!"

Gu Si seketika langsung terdiam, "..."

Gu Mang mulai angkat bicara, "Yah, Lu Chengzhou. Aku ingat dia telah memintaku untuk memberitahu Yun Ling, bahwa suatu hari nanti dia akan menemuiku lagi. Jika harga bisnisnya naik ratusan kali lipat dari harga pasar. Namun itu semua tergantung pada suasana hatiku untuk menerimanya atau tidak."

Berarti dia adalah orang yang kaya raya bukan? Baiklah. Batin Lin Shuang.

Lin Shuang pun tersenyum sembari berkata, "Dimengerti."

Tidak ada yang menyangka, sepotong batu giok itu malam ini akan dimenangkan oleh mereka berdua.

Bahkan harganya 10 kali lipat dari yang diperkirakan! Harganya naik menjadi 100 Juta.

Gu Mang berdiri, alis menunjukkan auranya yang dingin. Kemudian ia pun mengenakan topi mantelnya, lalu memasukan kedua tangannya ke dalam saku sambil berjalan keluar. Semua gerak-gerik yang ia lakukan menunjukkan auranya yang dingin.

"Kak Lin, kami pergi dulu ya." Gu Si buru-buru melompat dari sofa dan mengejar Gu Mang dengan kakinya yang pendek.

*

Saat ini suasana hati Gu Mang sedang tidak bagus. Tatapan matanya tampak dingin. Setiap langkahnya penuh dengan emosi. Sehingga Gu Si sama sekali tidak berani menyentuhnya.

Sebelumnya kakak perempuannya Gu Si itu tidak pernah merasakan bagaimana rasanya kehilangan dan juga tidak pernah merasakan suatu hal yang membuatnya bosan.

Sebenarnya Gu Mang tidak ingin mencari masalah, namun karena tidak ingin terlibat dalam masalah dalam pelelangan tersebut, akhirnya ia pun tidak bisa mendapatkan barang tersebut. Ia merasa seperti terbentur pada paku yang keras.

Gu Si dengan hati-hati mengikuti Gu Mang keluar dari bar. Bar Tianque sama megahnya dengan gerbang istana, dan deretan ruang parkir VIP 

dipenuhi puluhan juta mobil sport.

Beberapa pria kaya duduk di kap mobil sambil menyilangkan kakinya. Ketika Gu Mang melewati mereka, semua pria kaya yang ada di sana melompat dan berdiri di depan Gu 

Mang.

Sebelumnya mereka terus memperhatikan Gu Mang saat ia masih berada di dalam bar. Mereka sengaja menunggu selama satu jam, hingga akhirnya Gu Mang keluar dari bar tersebut. Beberapa pria itu tampak tersenyum jahat pada Gu Mang.

"Adik, ini sudah larut loh, Kakak antar pulang ya?"

"Iya Adik, sudah larut banget. Tidak usah pulang deh, di sebelah ada hotel. Kakak bukakan satu kamar president suite untukmu ya? Ayo bermain dengan kami."

"Mobil sport punya Kakak sangat nyaman loh. Mau coba tidak?"

Tatapan mata Gu Si menjadi lebih dingin. Ia menyipitkan matanya sambil tersenyum sinis.

Baiklah, akan aku menghabisi orang-orang ini. Batin Gu Mang.

Jika suasana hatinya sedang buruk, mungkin nasib para pria itu akan berakhir dengan buruk. Ekspresi wajah Gu Mang masih tetap tenang, seperti kolam yang dingin, dan dia tidak bergerak sedikit pun. Bibir tipisnya mengucapkan satu kata yang singkat, "Enyah!"

Beberapa pria playboy itu melihat Gu Mang dengan tatapan yang tajam, seperti duri landak. Karena sikap Gu Mang yang seperti itu, mereka justru tertawa dengan keras karena merasa semakin tertarik dengan sikapnya yang dingin.

"Hahaha, dia mengusir kita."

"Adik, bagaimana bisa mengusir kita? Mau memberi kita pelajaran?"

"Mau berpindah ke ranjang, Adik, hahaha…."

Seorang pria playboy itu memandangi wajah Gu Mang yang dingin. Ia merasa tidak tahan lagi, kemudian ia pun mengulurkan tangannya untuk menyentuh Gu Mang.

Sebelum pria tersebut berhasil menyentuh Gu Mang, dengan gerakan yang cepat, tiba-tiba tangan pria itu sudah dicengkram dan dikunci. Sebuah jeritan tiba-tiba menggema di langit malam.