Chereads / MUSLIMAH TANGGUH / Chapter 4 - WANITA TERHEBATKU

Chapter 4 - WANITA TERHEBATKU

Tring ... Tring ...

Bunyi alarm itu seketika mengagetkanku  aku pun segera bangun dan mengambil jam itu seraya mematikannya, sekilas aku melihat pukul 02.30 tertera di layar  alarm, akupun bergegas mengambil air wudhu untuk melaksanakan sholat tahajud, saat aku melewati dapur akan ke kamar mandi kulihat Umi telah sibuk di dapur membuat kue pesanan yang akan dijual di toko makanan dekat sekolahku.

"Mi, ini kuenya tinggal di masukin ke plastik aja?" tanyaku pada Umi ketika melihat semua kue sudah siap.

"Eh iya Fa, itu tinggal dimasukin aja semuanya ke plastik," jawab Umi masih sambil membalik kue-kue nya.

"Ya Allah, Umi tadi malam sampai jam berapa? kan Ifa udah bilang Mi, jangan malam-malam," tanyaku pada Umi karena semua kue sudah jadi padahal pesanannya kan banyak dan ini masih jam 02.00.

"Iya, Fa. Maaf yah soalnya kemarin banyak pesanan ya kan lumayan, Fa. Maafin Umi ya Fa karena ngelembur sampai malam besok-besok Umi gak bakal ngelembur sampai malam lagi deh. Ifa buruan mandi gih biar ntar antar kuenya bisa lebih pagi dan gak telat sekolahnya." 

"Siap, Umi. Ya udah Ifa mandi dulu ya, Mi."

Aku pun segera mandi, Setelah mandi aku bergegas untuk siap-siap dan langsung berangkat ke sekolah sambil membawa kue titipan Umi untuk di jual ke toko-toko dekat sekolah.

Ya, semenjak Abi meninggal kehidupan kami jadi seperti ini. Dulu sebelum Abi meninggal, rumah kami bukan di gang kecil nan sempit ini, dulu rumah kami di perumahan elit cemara, tapi sayang sekali Nenekku begitu tak suka pada Umi yang katanya hanya berlatar belakang miskin dan dari keluarga tak jelas. Akhirnya setelah Abi meninggal nenek makin tak suka dengan Umi sehingga nenek mengusir aku dan Umi. Dulu Nenek sempat memberikan pilihan padaku untuk tetap tinggal dengannya atau tinggal bersama Umi. Aku yang tak suka sifat Nenek pun memutuskan untuk ikut Umi. Umi yang hanya berlatar belakang khadimah¹ pesantren dianggap Nenek tak ada artinya apa-apa, tapi untunglah Umi begitu sabar dan pemaaf sehingga iya tak pernah sakit hati sedikitpun dengan perkataan nenek.

"Assalamualaikum, Bu." Aku menyapa pemilik toko langganan kue milik Umi.

"Eh …  Waalaikumussalam Nak Ifa, ini pesanan ibu ya?" tanyanya sambil membantuku membawa kue-kue itu.

"Iyah Bu, ini pesanannya." Kuserahkan semua kue nya.

"Sebentar ya, Nak Ifa. Ibu ambilin uang nya dulu." Ibu itu pun segera masuk untuk mengambil uang karena tau aku harus segera berangkat ke sekolah.

"Iya, Bu." Aku menunggu di depan toko.

"Nih … Nak Ifa uang nya, sama ini Ibu kan nanti ada acara jadi masak banyak ini buat nak Ifa. Nak Ifa pasti belum makan kan?" Sambil menyodorkan uang, Ibu itu pun memberikan bungkusan nasi padaku.

"Ehhh ini benaran ngak papa, Bu? apa saya gak ngerepotin?" tanyaku pada Ibu itu karena makanan yang diberikan sangat banyak.

"Nggak, Nak. Ibu ikhlas kok buat Nak Ifa, apalagi Nak Ifa anak nya sopan jadi Ibu seneng ngeliat nya."

"Ya udah ini Makasih banyak ya, Bu. Ifa pamit berangkat ke sekolah dulu Assalamualaikum." Aku pamit seraya meninggalkan warung dan menuju ke sekolah.

"Waalaikumussalam, masya Allah  hebat ya Nak Ifa masih muda tapi dia mau bantu ibunya dan nggak malu sama sekali buat bantu ibunya," gumam Ibu penjaha toko.

Saat di sekolah, perasaanku tidak enak dan tiba-tiba kepikiran Umi.

"Pokoknya ntar habis pulang sekolah aku langsung aja pulang, Aku harus ngeyakinin kalo Umi gak papa," gumamku dalam hati karena saking kepikirannya tentang Umi.

Sepulang sekolah ...

"Ifa …  Fa, tunggu!" panggil Arin teman sekelasku.

"Iya gimana, Rin?" tanyaku seraya berbalik menunggu Arin.

"Eh, Fa kamu gak ikut kita kerja tugas bareng?" tanya Arin karena melihatku menuju arah gerbang sekolah.

"Eh, maaf ya Rin. Kayaknya hari ini aku gak bisa ikut deh, soalnya dari tadi aku kepikiran Umi mulu, takutnya nanti ada apa-apa lagi sama Umi."

"Oh yah udah gak papa, Fa. Kamu langsung pulang aja ati-ati ya Fa, salam juga buat Umi kamu."

" Eh Iyah Rin, Aku duluan yah, assalamualaikum."

"Waalaikumussalam."

Aku Pun segera menuju ke rumah untuk memastikan bahwa Umi tidak apa-apa, tetapi sesampainya di rumah ternyata sudah ada mobil nenek, benar ternyata firasatku bahwa Umi tidak dalam keadaan baik-baik saja. Dengan segera aku pun langsung masuk ke rumah dan mengucapkan salam.

"Assalamualaikum,"  sapaku ketika memasuki rumah.

" Waalaikumussalam …."

"Eh, cucu Nenek sudah pulang, sini sayang salim sama Nenek … Gimana kamu kabarnya? betah tinggal dirumah jelek kayak gini?"

"Alhamdulillah, Nek. Ifa senang kok walaupun tinggal dirumah jelek. Ifa masih sama-sama ibu."

"Gimana kalo Ifa tinggal sama nenek aja … nanti Nenek turutin semua kemauan Ifa, ya." Nenek merayuku sambil mengiming-ngimingi aku dengan segala kemewahan.

"Maaf Bu, tolong jangan bawa Ifa pergi ..." bujuk Umi ketika Nenek makin membujukku dengan segala cara.

"Eh …  kamu itu memang menantu gak tau diri yah! kerjaan nya nyusahin aja, trus apa sekarang kamu mau buat Ifa susah juga?" sanggah Nenek karena aku tak tertarik sedikitpun oleh tawarannya.

"Nek, udah cukup. Ifa gak akan pergi sama Nenek. Ifa gak papa kok tinggal dirumah jelek kayak gini," kataku meyakinkan nenek.

"Eh, kalian berdua sama saja ya! nggak tau diuntung. Masih baik aku mau kesini buat bawa Ifa biar dia punya kehidupan yang lebih layak, eh malah gak mau. Ya emang gitu ya kalo dasarnya miskin dan gak berpendidikan, selamanya juga bakal gak mau diajak hidup enak. Emang cucu sama menantu sama aja!" Nenek marah dan kemudian pergi begitu saja dari rumahku. Aku pun segera menghampiri Umi dan memeluknya.

"Umi tenang aja ya … Ifa bakalan tetep sama Umi kok. Ifa janji gak bakalan ninggalin Umi. Ifa tau bagaimana perjuangan Umi selama ini buat Ifa. Umi begitu sabar dalam segala hal. Umi gak pernah marah sama Ifa. Umi berjuang demi Ifa. Makasih ya, Mi." Aku pun meneteskan bulir-bulir bening ketika mengatakannya pada Umi.

"Makasih ya Fa, udah mau tetep sama Umi. Jadilah anak solehah yang dirindukan surga, Nak." Umi mengecup ubun-ubunku.

"Sampai kapan pun Umi adalah wanita terhebatku. Aku sayang Umi." Aku memeluk Umi erat-erat tak ingin kehilangan dirinya.

SELESAI

Cerpen : Wanita Terhebatku

Oleh : Nur Uswatun Khasanah