Dila terduduk di sofa. Lemah seluruh sendi di tubuhnya. Sekali lagi di hadapkan pada pilihan yang sulit. Ia tak bisa melepaskan anak-anaknya namun tak mau menjadi istri kedua. Ia tak siap menjadi yang kedua.
"Pret….. Becanda Rere kebangetan. Sejak kapan masalah poligama jadi rencana kita Pak?" Tia bertanya pada Bara.
"Rere improvisasi sendiri." Bara tergelak tawa.
******
"Hai istriku sayang? Sudah carikan madu buat suamimu?" Goda Bara ketika Rere sudah di rumah.
"Senang ya bang?"
"Senang pake banget. Akting adik gue benar-benar keren." Bara memberikan dua jempol untuk Rere. "Kapan nikahin aku sama Dila? Dah kangen meluk kakak ipar kamu."
"Modus." Rere menyentil lengan kekar Bara.
"Makasih ya dek." Bara menggenggam tangan Rere.
"Sama-sama bang. Aku ingin kamu bahagia." Rere mengulas senyum di bibir manisnya.
Tia, Gesa dan Daniel tersenyum melihat kedekatan saudara tiri itu. Meski mereka lahir dari orang tua yang berbeda namun kekompakan mereka tidak ada yang bisa mengalahkan. Saling melindungi satu sama lain. Bara begitu menyayangi Rere begitu juga sebaliknya.
"Kenapa kamu kepikiran masalah poligami sih Re?"
"Gapapa papa. Terlintas di pikiran aku saja bang. Ini kesempatan abang untuk kembali sama kak Dila. Secara hukum kalian masih suami istri. Kita bisa memantik emosi kakak Dila melalui anak-anak. Aku akan mendekati ketiga anak-anak abang lalu mendoktrin mereka. Aku pastikan anak-anak akan mengakui abang sebagai Apa mereka."
"Caranya?" Bara penasaran dengan rencana Rere.
"Enggak usah abang tahu. Ketika kita berhasil mengambil hati anak-anak disitulah kita memainkan emosi kak Dila sebagai seorang ibu. Kita bawa anak-anak liburan, kita harus minta ijin dulu sama Dino. Kita harus membawa Hanin karena anak itu selalu bersama triplets. Mereka sudah terbiasa berempat."
"Bagaimana?" Bara menatap Tia.
"Saya akan mengaturnya Pak. Saya akan bertemu dengan Dino membicarakan semuanya."
"Bagus. Atur sebaik mungkin. Lalu apa rencana selanjutnya Re? Aku sudah tak sabar."
"Tahan diri bang." Rere menyenggol lengan Bara."Bucinnya dihilangkan dulu." Rere malah mentertawai kakaknya.
"Enggak bisa hilang kalo sudah membahas Dila."
"Ketika anak-anak sudah bersama kita, maka aku akan menekan kak Dila untuk menikah secara agama sama bang. Kalian enggak perlu lagi menikah secara hukum karena secara hukum masih terikat hubungan suami istri."
*****
"Lalu atur honeymoon kami di pulau privat." Bara tergelak tawa. Menggaruk kepalanya yang tak gatal. Tak sabar melewatkan malam pengantin bersama Dila setelah beberapa tahun terpisah.
"Mesum." Rere malah mentertawai Bara. "Satu hal lagi yang harus kita atasi. Papa sudah mendesak kita pulang ke Jakarta. Sepertinya teh Dian sudah mencium gelagat aneh dari kita."
"Kenapa begitu?"
"Bang, aku melihat Jimmy di KL. Aku pastikan dia sedang menyelidiki kita."
"Dian." Bara memijit pelipisnya. Ternyata susah menutup rahasia dari Dian. "Jangan biarkan Dian mengacaukan rencana kita." Bara mengambil ponsel lalu menghubungi Dian.
"Hai bos apa kabar?" Sapa Dian ramah dari seberang. Wanita itu mengelus perut buncitnya. Kandungan Dian sudah masuk bulan ketujuh.
"Kenapa kamu kirim Jimmy ke KL?" Bara bicara tanpa basa-basi.
"Mana mungkin aku kirim Jimmy." Dian mengelak dengan gaya mencemooh.
"Jangan main-main Dian." Bara berkata dengan lantang dan tegas.
"Bisa juga bermain-main dengan kami bos? Sudah ingat semuanya? Kenapa diam saja?" Tanya Dian menohok.
"Saya tidak bermain-main. Berhenti ikut campur dalam masalah pribadi saya. Sudah cukup kamu bohongi saya beberapa tahun belakangan ini."
"Bos dengarkan saya dulu. Saya melakukannya demi kesehatan bos. Jika aku paksakan bos ingat semuanya bisa mempengaruhi kesehatan bos. Dari awal aku sudah mengetahui keberadaan Dila, cuma saya tidak bisa mengatakannya. Bukan waktu yang tepat. Aku takut mental bos down." Dian membuat pengakuan dosa.
"Dian kamu benar-benar." Bara bergidik marah. Air mukanya keruh membuat Rere, Tia, Daniel dan Gesa takut.
Satu hal yang Rere pahami. Bara sangat menyeramkan saat marah.
"Maafkan aku bos. Aku hanya mendengarkan perkataan dokter Demir. Beliau mengatakan jika bos tidak boleh memikirkan masalah berat. Takut pembuluh darah di otak bos pecah. Aku hanya melindungi bos. Karena bos sudah ingat semuanya. Mungkin saya harus katakan sebuah kebenaran."
"Apa itu?" Bara melunak. Sedari tadi Bara menghidupkan speaker agar pembicaraan mereka didengar yang lain.
"Aku sudah menemukan siapa ayah kandung Leon," ucap Dian membuat Rere hampir pingsan. Untung saja ada Tia yang menopang tubuhnya.
"Teh Dian menyelidikiku?" Rere menangis emosional.
"Bos ada Rere disana?" Dian malah panik. Tak menyangka jika Rere mendengarkan percakapannya dengan Bara.