Chereads / Terjerat Pesona Duda Tampan / Chapter 37 - Perdebatan Bara dan Dila

Chapter 37 - Perdebatan Bara dan Dila

"Apa sayang kalian." Bulir bening jatuh dari pelupuk mata Bara. Bahagia, akhirnya diakui sebagai seorang ayah. "Setelah hari ini Apa akan memperhatikan kalian. Maaf selama ini telah meninggalkan kalian," ucap Bara menatap Dila. Ia mengatakan 'meninggalkan kalian' untuk menyindir Dila.

Dila buang muka ketika Bara menatapnya dengan sorot mata yang tajam. Dila tak tahu harus bersikap bagaimana pada Bara. Jujur hatinya masih dimiliki pria itu namun gengsi mengakuinya. Sadar jika Bara sudah milik orang lain. Mereka sudah tak memiliki kesempatan untuk bersama. Ada hambatan terbesar dalam hubungan mereka.

"Aku ingin bicara denganmu," ucap Bara dingin menatap Dila.

Keduanya berada di ruang kerja Bara. Hanya ada mereka berdua disana. Bara menitipkan triplets pada Rere. Ia ingin membuat perhitungan pada Dila karena telah membohonginya.

"Apa yang ingin kamu bicarakan?" Dila buka suara karena sedari tadi mereka tidak bicara. Hanya duduk dan diam.

"Aku butuh penjelasan kamu," balas Bara dingin.

Dila bergidik ngeri melihat sikap pria itu. Tak pernah menyangka jika mereka akan berada dalam kondisi ini. Canggung dan asing.

"Bicaralah Dila!"

"Apa yang harus aku katakan?"

"Setelah kamu membohongi aku lalu bertanya, apa yang harus aku katakan? Naif sekali kamu. Setelah apa yang terjadi dengan kita berdua kamu masih saja berbohong. Selama kita terdampar kenapa kamu tidak bicara jujur padaku?" Bara mendekati Dila dan memegang kedua lengannya. Matanya tajam bak elang melihat mangsa.

Dila tak berani menatap mata Bara. Ada kemarahan dan kekecewaan disana. Dila memang salah karena tidak mau berkata jujur meski mereka berdua terdampar di sebuah pulau akibat terjangan tsunami.

"Percuma aku jujur toh pada kenyataannya kita sudah memiliki kehidupan masing-masing," ucap Dila tanpa rasa bersalah.

"Kehidupan masing-masing katamu? Kamu tidak pernah memikirkanku. Pikirkan perasaanku yang selama ini tidak tahu siapa anak-anakku. Meski Dino sudah memberikan figur ayah pada mereka, tapi aku tetap ayah mereka. Aku yang seharusnya menjadi figur untuk mereka bukan Dino. Tega sekali kamu mengatakannya. Dendam apa yang kamu punya hingga tega melalukan semua ini padaku?"

Dila meneteskan air mata. Ucapan Bara tepat mengenai ulu hatinya. Terasa sakit dan perih.

"Bicara Dila bukan menangis! Meski kamu menangis tidak akan menghilangkan rasa marahku. Andai aku tidak hilang ingatan mungkin ceritanya akan berbeda. Pasti aku mengenali kamu dan anak-anak. Aku butuh penjelasan kamu!"

"Penjelasan apa?"

"Kenapa kamu meninggalkanku."

"Aku tidak ingin menjadi istrimu lagi," ucap Dila sekenanya. Tidak mungkin mengatakan alasan yang sebenarnya. Dila tak mau berkata jujur karena tidak ingin menyakiti perasaan Bara lalu memperburuk kesehatan pria itu. Biarlah menyalahkan diri sendiri asal Bara tetap sehat.

"Pasti kamu punya alasan kenapa tidak ingin menjadi istriku lagi."

Dila memperhatikan Bara beberapa saat. Menarik napas pelan-pelan. Ia pejamkan mata lalu menyeka air mata yang jatuh tanpa ia sadari. Darimana ia mulai bercerita? Dila bingung. Ia tak mau mengganggu rumah tangga Bara yang sekarang. Meski Rere memberikan peluang bersedia dimadu namun Dila tidak mau. Ia mau menjadi nyonya satu-satunya bagi Aldebaran. Tidak mau berbagi suami dengan wanita lain. Terserah jika orang mengatakannya egois. Bagaimana pun tak ada yang bisa membagi hati suaminya dengan wanita lain. Meski poligami diperbolehkan dalam agama namun tak mudah untuk menjalaninya. Pasti istri pertama akan merasa tersakiti dengan hadirnya wanita lain.

"Tentu saja aku punya." Dila bicara setelah hening beberapa saat.

Bara turunkan volume suaranya. Memberikan waktu Dila untuk bicara dan mengatakan semuanya. Ia ingin mendengar kebohongan apalagi yang akan dikatakan istrinya itu.

"Masa lalumu membuat aku tidak bisa menjadi istrimu lagi," ucap Dila dingin. Terpaksa ia menyakiti hati Bara agar pria itu membencinya dan menjauhinya.

"Masa lalu yang seperti apa?" Bara menantang Dila. Memberikan senyum misterius yang membuat Dila bergidik.

"Pasti kamu tahu."

"Jika aku ingat semuanya tak perlu aku bertanya padamu. Ayo bicara. Jujurlah padaku."

"Apa Rere tidak pernah ceritakan masa lalu kita?"

"Rere hanya mengatakan jika kita masih suami istri secara hukum." Bara mendekati Dila. Ia rangkul pinggang Dila lalu memberikan ciuman panas sebagai hukuman. Hukuman karena telah meninggalkan dan membohonginya.

Bara membungkam bibir Dila dengan ciuman panas nan menggelora. Dila menolak ciuman itu seraya memukul dada Bara agar melepaskan tautan bibirnya. Bara menciumnya antara marah dan rindu. Marah karena Dila meninggalkannya begitu saja tanpa memberi tahu ancaman Defri dan Iqbal. Rindu karena sudah hampir empat tahun tidak memeluk tubuh ramping yang ia rindukan selama bertahun-tahun.

Sejak ingatannya kembali Bara sudah tak tahan ingin berduaan dan memeluk Dila seperti malam-malam sebelum ketika mereka belum berpisah. Ada rindu yang harus ia tuntaskan. Makanya Bara melakukan modus ketika mereka terdampar. Sengaja bersandiwara hilang ingatan karena ingin memancing Dila dan melihat sejauh mana wanita itu berpura-pura.

Bara mencium bibir Dila membabi buta. Dila pun kesal. Ia gigit bibir Bara hingga berdarah.

"Awwwwww….," pekik Bara melepaskan ciumannya.