"Aku sudah menemukan siapa ayah kandung Leon," ucap Dian membuat Rere hampir pingsan. Untung saja ada Tia yang menopang tubuhnya.
"Teh Dian menyelidikiku?" Rere menangis emosional.
"Bos ada Rere disana?" Dian malah panik. Tak menyangka jika Rere mendengarkan percakapannya dengan Bara.
"Dia mendengar apa yang kita bicarakan dari tadi. Suruh Jimmy kembali ke Jakarta!"
"Tidak bisa bos. Aku sudah menyiapkan pasukan bayangan untuk menjaga kalian. Keberadaan Rere dan Gesa sudah di ketahui pembunuh Ananya. Mereka mengincar nyawa Rere dan Gesa. Aku meminta Jimmy kesana untuk melindungi kalian. Pembunuh Ananya bukan orang sembarangan. Dia salah satu anggota kerajaan Kelantan."
Jantung Rere dan Gesa hampir copot mendengar perkataan Dian. Tubuh keduanya menggigil dan gemetar.
"Jangan bilang pangeran Ahmed," ucap Gesa dengan bibir gemetar.
"Siapa pangeran Ahmed?" Rere menatap nyalang pada Gesa.
"Dia calon pewaris nomor dua di Kerajaan Kelantan. Dia sangat menyukai Ananya. Dia ingin menjadikan Ananya salah satu istrinya. Pangeran itu psikopat. Dia ingin Ananya bercerai dari suaminya. Dia tergila-gila pada Ananya. Pangeran itu menyukai Ananya sejak lama. Demi melindungi keluarganya Ananya tidak pernah mengekspos kehidupan pribadinya. Publik bahkan tidak tahu siapa suami dan anak Ananya."
"Kamu benar," ucap Dian mengelus perutnya. Ia merasakan gatal di perutnya sehingga sering mengelus si jabang bayi.
Bara meminta Gesa, Daniel dan Tia pergi dari kamarnya. Ia ingin bicara berdua dengan sang adik. Bara sedikit kesal karena Dian maju satu langkah darinya. Dian bahkan tahu keberadaan Dila dari dulu. Bungkam karena dia hilang ingatan. Bisa ditebak Dian telah memastikan keadaan Dila dan anak-anaknya selama ini.
"Bang." Cebik Rere menghambur di pelukan Bara.
Bara bersikap tenang. Menepuk pundak Rere. Ia berikan kesempatan sang adik untuk menenangkan diri. Bara paham Rere sangat terguncang. Rahasia yang selama ini ia simpan telah dibongkar Dian.
"Bang aku tidak mau ayah kandung Leon terungkap. Aku tidak ingin hidup dengannya," ucap Rere tergugu. Ia lampiaskan semua isi hatinya pada Bara. Dulu Rere bungkam tak mau cerita karena tak ingin membebani Bara, namun kali ini tumpahkan semuanya. Bara sudah sehat dan mendapatkan kembali ingatannya.
"Aku paham apa yang kamu rasakan Re." Bara memahami kondisi psikis sang adik. Bara melepaskan pelukannya lalu membawa Rere duduk. Ia berikan segelas air pada Rere.
"Makasih bang." Rere menaruh gelas kosong di atas meja. Dalam satu kali teguk semuanya habis tak bersisa.
"Bisakah kamu cerita? Kenapa kamu tidak ingin identitas ayah biologis Leon terungkap?"
"Aku tidak mungkin menikah dengan pria itu. Dia sudah menikah dan punya anak. Aku tidak mau menjadi duri dalam pernikahan orang. Apa kata dunia? Aku tidak mau dicap pelakor. Merusak rumah tangga orang lain. Aku pun tidak mungkin menjilat ludah sendiri. Aku tidak mau apa yang dia pikirkan tentang aku itu benar. Aku hanya mengalami kesialan bang. Niatku waktu itu hanya menolong dia, tak kuduga malah aku yang terjebak. Bodohnya aku, malah mengorbankan diri untuk menyelamatkan pria itu. Aku salah bang." Rere menangis seraya memeluk bantal sofa.
Bara memberikan pundaknya sebagai sandaran. Ia biarkan sang adik menangis, melampiaskan emosi.
"Rere, kamu tidak seharusnya mengorbankan diri kamu. Bagaimana pun masa depan kamu masih panjang. Leon masih kecil."
"Aku harus bagaimana lagi bang? Salahkan saja aku yang terlalu baik pada orang. Menolong orang tapi membahayakan nyawaku sendiri. Aku diburu pembunuh Ananya karena menyelamatkan Gesa. Kehormatanku terampas karena menyelamatkan CEO tempatku magang. Aku bodoh." Rere memukul kepalanya sendiri. Bara menahan tangan Rere agar tidak memukul kepalanya lagi.
"Rere." Bentak Bara pada akhirnya. Rere shock dan kaget mendapati kemarahan saudara tirinya. "Kamu adik Aldebaran. Kamu tidak boleh takut dan menyerah. Kamu harus kuat. Tunjukkan pada dunia jika kamu adikku. Kamu dan aku sama. Kuat dan tak terkalahkan."
"Bang..." Getir Rere rasakan ketika Bara membentaknya.
"Kamu adikku." Suara Bara lebih lembut dan penuh kasih sayang. Ia rapikan rambut Rere dengan meletakkan di sudut telinga gadis itu. "Maafkan aku telah membentak kamu. Aku tidak ingin kamu terlihat lemah Rere. Selama ini kamu jadi wanita strong. Tetaplah terlihat strong. Sampai kapan pun kamu harus kuat. Jangan biarkan orang lain melihat kelemahan kamu."
"Apa aku bisa bang?" Rere tak percaya diri.
"Kamu pasti bisa karena kamu adikku."
"Bang..."
"Pria itu harus tahu jika dia punya anak bernama Leon."
"Tidak mungkin bang. Aku tidak mau." Rere menggelengkan kepalanya.
"Tidak ada yang tidak mungkin. Pikirkan masa depan Leon. Berikan dia status secara hukum."
"Tapi aku tidak ingin apa yang dia pikirkan tentang aku itu benar."
"Karena tidak mau pikiran pria itu benar kamu menggadaikan masa depan kamu dan Leon?"