Chereads / Kepingan Sayap Memori Penuh Dendam / Chapter 23 - Salah Paham Atau Memang…??

Chapter 23 - Salah Paham Atau Memang…??

Oleh karena itu, Ajeng berpikir sejenak, dan langsung menegur, " Dina Baskoro, kamu sangat keras kepala! Bahkan jika kamu meminjam catatan Dewi Indriyani, tidak mungkin bisa memberikan efek sebesar itu. Apalagi tesismu ini, tulisan Ini lebih baik daripada Dewi Indriyani. Apakah kamu berani mengatakan bahwa kamu tidak curang sama sekali? "

Lalu Ajeng berkata kepada semua orang, "Aku memutuskan bahwa Dina Baskoro telah berbuat curang. Mencontek itu memalukan, dan jika ingin lulus dia harus belajar dan menunjukkan kemampuannya yang sebenarnya."

Mendengarkan pengumuman profesor itu membuat semua orang merasa lega.

Anggap saja, bagaimana orang seperti Dina Baskoro bisa mendapatkan nilai tinggi?

_ _ _ _ _ _

Setelah Ajeng keluar dari kelas, dia masih marah.

Ajeng merasa sangat tidak menyukai Dina Baskoro, dia adalah sebuah duri yang menancap di hatinya dan tidak bisa ditarik keluar.

Ajeng lahir di keluarga terpelajar sejak dia masih kecil dan keluarganya telah mencapai hasil yang baik di berbagai bidang seni dan budaya. Membuat orang-orang mengagumi latar belakang keluarganya.

Dan Ajeng, sejak dia masih kecil sudah dikenal berbakat.

Meskipun dia tahu bahwa dia bisa, tapi berapa banyak gadis di dunia ini yang menjadi profesor keuangan di universitas besar pada usia muda?

Karena itu, Ajeng merasa bahwa dia lebih unggul sejak dia masih kecil, dengan penglihatan yang sangat tinggi dan merasa tidak ada pria yang layak untuknya.

Tapi sejak dia bertemu Widodo, segalanya berubah.

Widodo adalah profesor kepala fakultas sastra dan profesor termuda di sekolah.

Karena perawakannya yang tinggi, penampilannya yang luar biasa, ditambah dengan temperamen yang lembut, ia pernah menjadi pangeran yang menawan di mata semua wanita di kampus.

Terlepas dari guru maupun siswa di kampus itu, selama mereka perempuan, mereka pasti akan tertarik dengan Widodo.

Dan Ajeng melepaskan pengekangannya selama bertahun-tahun dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya mencoba mengejar seorang pria yang disukainya.

Tetapi dia sangat ingat bahwa pada hari itu, Widodo dengan sopan menolaknya dan bertanya, "Profesor Ajeng, dari fakultas Keuangan, bukan?"

Ajeng mengangguk, tetapi Widodo tersenyum dan melanjutkan, " Profesor, saya ingin bertanya satu hal. Apakah di kelas Anda, ada seorang gadis bernama Dina Baskoro, dia adalah adik perempuan tetangga masa kecil saya. Biasanya dia agak nakal, jika memungkinkan, saya harap saya bisa meminta anda untuk menjaganya, terima kasih."

Itu pertama kalinya Widodo berbicara dengan Ajeng tapi malah membahas Dina Baskoro.

Jadi sejak saat itu, Ajeng memiliki dendam pribadi terhadap Dina Baskoro dan berusaha untuk menyerangnya setiap kali dia memiliki kesempatan.

Widodo ingin Ajeng membantu menjaga Dina Baskoro, tapi tentu Ajeng tidak akan membiarkannya menjalani kehidupan yang baik.

Berpikir sambil berjalan, Ajeng kembali ke kantor universitas.

Begitu memasuki pintu, Ajeng kebetulan bertemu dengan Widodo, Ajeng langsung menjadi gugup dan merapikan penampilannya.

"Pak Widodo, kenapa kamu ada disini?"

Senyuman tipis muncul di wajah Widodo, "Aku kesini untuk mengambil beberapa dokumen."

Setelah itu, Widodo menambahkan, "Ngomong-ngomong, bagaimana kabar adikku? "

"Adikku lagi! Adikku lagi! Apakah hanya ada Dina Baskoro di kepalanya?"

Ajeng membenci hal itu dan berkata dengan datar, "Bukannya aku sudah pernah cerita, adikmu itu benar-benar keras kepala. Hari ini, dia sudah berbuat curang saat menulis makalah! Jika aku melakukan hal semacam itu, aku akan sangat malu. Aku benar-benar tidak tahu mengapa kamu melindunginya."

"Benarkah?" Widodo mengerutkan kening ketika mendengar kata-kata itu.

Ajeng mengangguk penuh semangat, dengan sengaja mengkritik Dina Baskoro tanpa alasan.

"Sejak kamu minta tolong padaku, aku sangat peduli dengan studinya, tapi Dina Baskoro ini benar-benar tidak mampu untuk belajar dan berpikir, dan sekarang dia telah melakukan kelakuan buruk! Aduh…"

Widodo mendengarkan Ajeng. Nadanya sedikit tidak senang.

Tapi masih dengan tenang berkata, "Menurut pemahaman saya tentang Dina Baskoro, meskipun dia nakal, dia seharusnya tidak melakukan itu. Namun, jika itu benar, maka itu adalah hal benar-benar serius."

"Profesor kalau begitu terima kasih, aku akan mencarinya dan menanyakan situasinya dengan hati-hati. Jika dia benar-benar melakukan hal seperti ini, aku pasti akan mengajarinya dengan baik. Kalau begitu aku akan pergi dulu." Setelah berbicara, Widodo berbalik dan pergi.

Ajeng melihat ke arah Widodo pergi dan menghela nafas. Apa yang ingin Widodo lakukan?

Dina Baskoro menerima pesan teks dari Widodo setelah kelas: "makan siang bersama, siang ini."

Dina Baskoro berpikir bahwa memang benar belum lama ini Widodo menjadi profesor di kampus ini, dia adalah Kakak laki-laki tetangga yang telah merawatnya, jadi Dina tidak menolak.

Setelah mengemasi barang, Renata Sanjaya bersandar lagi di kursinya dan berbicara dengan Dina Baskoro.

"Dina Baskoro, ayo kita pergi makan siang, lalu temani aku pergi berbelanja. Aku sudah lama tidak membeli baju baru."

Dina Baskoro mencibir dalam hati "ingin menggunakanku sebagai ATM lagi?"

Setiap kali pergi berbelanja, Renata Sanjaya selalu menggunakan trik yang sama, Renata Sanjaya akan membeli sesuatu dengan marah dan membiarkan dirinya mengikuti untuk membayar tagihan.

Tapi sayang Dina Baskoro tidak bisa lagi ditipu.

Sambil tersenyum, Dina Baskoro menolak, "Maaf, Renata Sanjaya, aku ada janji hari ini, mari kita pergi hari lain."

Renata Sanjaya mendengar Dina menolak dan bertanya apakah dia ingin berkencan dengan Teddy Permana lagi? Tapi Dina menggeleng.

Merasa tidak puas, Renata Sanjaya berkata, "Dina Baskoro, aku benar-benar tidak mengerti kamu sekarang."

Dina Baskoro bertanya dengan wajah polos, "memangnya ada apa denganku?"

Renata Sanjaya berpura-pura marah. Berkata, "Bagaimana kamu bisa melakukan ini? Aku ingat sebelumnya, kamu mengatakan kalau kamu hanya menyukai Budi Gumelar di dalam hatimu. Dan aku melihat kamu sangat cocok dengan Budi Gumelar."

"Tapi sekarang, kamu telah berubah. Kamu semakin tidak peduli tentang Budi Gumelar. Malahan, otakmu hanya memikirkan Teddy Permana. Kamu…. Terasa asing?" Kata Renata Sanjaya sedih. Bahkan ada air mata yang membasahi matanya.

Dina Baskoro hanya mencibir di dalam hatinya setelah melihat itu.

"Dia mencoba bermain trik, itu benar-benar tepat jika tidak menghiburnya, bukankah dia harusnya menyesal?"

Oleh karena itu, Dina Baskoro lalu memandang Renata Sanjaya dengan ekspresi lembut, "Renata Sanjaya, aku tahu kamu mengatakan itu semua untuk kebaikanku."

"Bagus jika kamu tahu, tapi kenapa kamu masih menghancurkan hatiku lagi dan lagi?" Kata Renata Sanjaya.

Dina Baskoro sengaja berkata tanpa daya, "Bukannya aku tidak suka Budi Gumelar, tapi ada Teddy Permana di rumah yang tidak bisa aku abaikan."

"Renata Sanjaya, kamu juga tahu situasi di keluargaku, bukan? Ayahku tidak dalam keadaan sehat sekarang, dan aku tidak bisa menahan emosinya. Jika aku membuatnya marah, bukankah itu akan memperburuk keadaan?"

"Selain itu, ada ibu tiri dan saudara tiri ku yang sedang mengincar kekayaan keluargaku. Jika ayahku meninggal, keduanya bisa memonopoli harta keluargaku. Tapi harta keluarga itu adalah nenek moyang yang telah bekerja keras. Jadi untuk menyelamatkannya, aku harus melakukan ini semua."

Setelah itu, Dina Baskoro memandang Renata Sanjaya dengan ekspresi sedih. "Renata Sanjaya, kamu harus mengerti aku tidak punya pilihan lain. Kalau bisa, siapa yang tidak mau bersama orang yang aku suka setiap hari? Tapi aku harus mempertimbangkan keluarga dulu!"

Tanpa menyadarinya, Renata Sanjaya mendengarkan ketika kata warisan keluarga diucapkan, kecemburuan yang tajam dan kejam melintas di matanya.