Chereads / Kembalilah Padaku Stella! / Chapter 36 - Ide Licik

Chapter 36 - Ide Licik

Saga menundukkan kepalanya dan dapat dirinya lihat Stella yang terpsi malu dalam pelukannya. Tiba-tiba, dia yang dapat melihat rambut Stella masih basah, segera melepaskan pelukannya dan bangun dan turun dari ranjang.

Stella yang melihat itu, menjadi heran, dan bertanya, "Ada apa, Saga?"

Namun, Saga tidak berkata apa-apa, berjalan ke raha lemari dan mengambil sebuah handuk kering dari sana.

"Bangunlah. Aku akan mengeringkan rambutmu" ujar Saga padanya.

Ha? Kenapa dia tiba-tiba ingin mengeringkan rambutku? batin Stella

Dia kemudian memperhatikan rambutnya sendiri yang masih basah dan menyadari maksud ucapan Saga.

Stella ingin menolak Saga yang akan mengeringkan rambutnya, tetapi ketika dia melihat ekspresi "tidak mau dibantah" Saga yang ditujukkan untuknya, mau tidak mau Stella segera bangun dan duduk di ranjangnya dengan patuh.

Saga segera yang berdiri di selahnya, segera mengeringkan rambutnya dengan handuk dengan gerakan lembut dan telaten.

Sedangkan, Stella yang dapat merasakan perlakukan lembut Saga padanya, tidak bisa merasa tidak terkejut.

Dia tidak menyangka bahwa Saga, yang selalu acuh tak acuh dan kejam, memiliki sisi lain. Sisi yang penuh kelembutan.

"Stella, besok aku akan pergi ke Surabaya untuk mengurus bisnisku di sana" ujar Saga sambil mengeringkan rambutnya.

Stella menganggukkan kepalanya dan berkata, "Aku tahu, bukankah kau mengatakan padaku tadi di ruang makan?"

Saat memikirkan Saga yang akan pergi, Stella tidak bisa menahan perasaan bahagia.

Sedangkan, Saga yang tidak dapat melihat ekspresi senang Stella, masih bisa merasakan jika wanita itu merasa gembira. Dia kemudian berhenti mengeringkan rambutnya, dan berkata dengan nada agak kaku, Stella, "Stella, apa kau senang jika aku pergi untuk perjalanan bisnis?"

Stella yang menyadari perubahan nada Saga, segera menggelengkan kepalanya dengan cepat, berdehem sebentar, dan berkata, "Tidak, aku hanya berpikir selama kau pergi untuk beberapa hari, aku khawatir tidak ada yang akan menjagamu. Lagipula, kau terluka untuk menyelamatkanku."

Setelah mendengar itu, Saga memikirkan sesuatu, kedua matanya menyipit tanpa sadar, dan dia berkata sambil tersenyum, "Stella, awalnya ... Aku ingin pergi sendiri. Karena kau khawatir padaku, aku masih memutuskan untuk membawamu pergi bersamaku, sehingga ada orang yang akan merawatku nanti."

Stella menoleh dengan cepat, melotot dan memandang Saga dengan pandangan tidak percaya.

Dia tidak menyangka jika Saga memiliki ide seperti itu, hingga membuat Stella merasa sangat menyesal karena telah mengatakan apa yang dia ucapkan tadi.

Stella kemudian menundukkan kepalanya dan segera memikirkan alasan bagus untuk menolak Saga.

Segera setelah itu, dirinya mendapatkan sebuah ide, kemudian berkata, "Saga, aku tidak ingin pergi denganmu. Kau baru saja mengatakan padaku jika kau tidak bisa memaksakan kehendak pada orang yang kau cintai. Jika kau benar-benar tulus mencintaiku, kau tidak boleh memaksa aku, bukan? Jika, dirimu terus keras kepala, itu artinya kau berbohong padaku tadi."

Saga yang mendengar itu tersenyum dan segera membalas dengan sedikit manja, "Aku tidak berbohong padamu, Stella. Aku juga serius padamu. Jadi, karena kau tidak mau ikut denganku, aku tidak akan memaksamu."

Kau sangat pandai berbicara, ya? batin Stella dan kini merasa tidak nyaman.

Saga yang dia kenal, tidak akan dengan mudah menerima penolakan begitu saja, jadi Stella dengan ragu-ragu bertanya lagi, "Apa kau benar-benar memperbolehkanku untuk tidak ikut ke Surabaya?"

"Tentu saja." Saga menjawab tanpa ada keraguan.

Namun, Stella masih menatap Saga dengan pandangan tidak percaya. Dirinya masih merasa ragu dengan ucapan Saga yang membolehkannya untuk tidak ikut dalam perjalanan bisnisnya.

Dia juga memiliki firasat tidak enak saat melihat Saga yang tersenyum padanya.

Namun, Stella memutuskan untuk tidak terlalu memikirkannya karena merasa lega saat Saga tidak memaksanya.

Sedangkan, Saga yang melihat ekspresi lega Stella, segera berkata dengan tenang: "Stella, aku sangat perhatian dan sangat memanjakanmu. Apa kau tidak ingin memberiku hadiah?"

Perhatian apanya?! Batin Stella.

Stella ingin sekali tidak memperdulikan ucapan Saga, namun saat melihat pria itu dengan suasana hati yang baik, dia tersenyum.

Stella takut jika Saga akan berubah pikiran, jadi dia segera memejamkan kedua matanya, lalu dengan lembut mencium pipi Saga.

Sedangkan Saga, yang masih belum puas dengan hanya ciuman di pipi, segera menundukkan kepalanya dan mencium bibir Stella.

Dia menggigit pelan bibir Stella, dan saat wanita itu membuka mulutnya Saga segera memanfaatkan kesempatan ini untuk menjulurkan lidahnya.

Stella yang masih terkejut, hanya bisa diam saat Saga menciumnya dan mengerang pelan beberapa kali.

Setelah beberapa saat, Saga melepaskan ciumannya dan keduanya terengah-engah.

Saga menatap mata Stella yang terlihat indah, mengusap bibirnya yang agak merah dan bengkak, kemudian perlahan berkata dengan suara yang agak serak: "Stella, ini hanya ucapan terima kasih, ingat?"

Stella berkedip bingung. Tiba-tiba saat dia menyadari arti ucapan Saga, memelototinya dan segera berkata dengan kesal, "Baiklah, cepat lakukan!" Kemudian Stella memejamkan kedua matanya.

Saat mendengar itu, Saga tersenyum dan merasa senang, lalu menundukkan kepalanya dan mencium dengan lembut dahi Stella. Setelah itu dia berbalik dan pergi dari kamar wanita itu.

Sedangkan Stea yang merasakan sebuah kecupan di dahinya, membuka matanya dan saat melihat Saga yang berjalan pergi, dirinya merasakan perasaan aneh.

_______

Keesokan harinya, saat Stella membuka matanya, dirinya menyadari jika kini dia tidak berada dalam kamarnya. Namun, Stella berada di ruangan kecil yang aneh.

Rasa kantuknya langsung menghilang, kemudian dia duduk tegak, dan melihat ke sampingnya.

Saat melihat Saga yang duduk dengan tenang, Stella mengerutkan dahinya dan segera bertanya dengan panik, "Saga, dimana aku … Kita ada dimana sekarang?" Stella melihat sekeliling dan tidak mengenali tempat itu.

Dimana ini?! Batin Stella.

Tepat ketika Stella terlihat bingung, Saga menatapnya, kemudian mencium pipinya, dan berkata dengan tenang, "Kita sekarang berada di dalam pesawat yang akan membawa kita ke Kota Surabaya"

Saat mendengar itu, Stella tertegun sesaat, hanya bisa menatap Saga.

Setelah beberapa lama, dia kembali tersadar, dan segera berdiri. Kemudian dengan mata membelalak, Stella berkata dengan nada marah, "Kemarin kau mengatakan padaku jika kau tidak bisa memaksaku ikut! Jadi, bagaimana kau bisa membawaku naik pesawat tanpa persetujuan dariku?! Ini namanya penculikan!"

Stella sangat marah sehingga dia tidak bisa mengatakan apa-apa lagi, samb terus memelototi Saga.

Sedangkan Saga menatap Stella dengan pandangan penuh minat, saat wanita itu selesai berbicara. Saat melihat melihat pipinya menggembung dengan lucu, Saga berkata dengan tenang, "Stella, jika kau tidak ingin pergi bersamamu, kau bisa pergi sekarang. Aku tidak akan menghentikanmu."

Stella yang mendengar itu, sangat marah, hingga pipinya memerah. Kesal, dia kembali berteriak dengan kesal, "kau bercanda? Kau menyuruhku pergi sekarang?! Bagaimana aku bisa pergi? Katakan padaku bagaimana caranya aku bisa pergi dari sini? Apa kau ingin aku melompat dari pesawat dan terbang?!"

Stella sangat kesal saat mendengar ucapan enteng Saga padanya tadi.

Apa dia ingin aku terbang?! Batin Stella.

Sedangkan Saga, mengangkat bahunya, dan terlihat tidak peduli.

"Aku tidak tahu caranya, kau yang tahu ujar Saga dengan tenang.

"Kau ... kau ..." Stella benar-benar tidak bisa berkata-kata karena marah.

Saga yang melihat Stella sangat marah, segera mengulurkan tangannya dan menyentuh rambut Stella, kemudian dengan lembut berkata untuk menenangkannya, "Oke, jangan marah, jangan marah. Bisa-bisa mau cepat tua jika terus-terusan marah seperti ini, Stella."

Stella menepis dengan kasar tangan saga yang mengelus rambutnya, memelototinya, dan dengan cepat berkata, "Jangan sentuh aku! Aku seharusnya tahu jika kau itu memang pria yang licik! Dasar licik!*

Stella berpikir jika Saga tidak merasa marah saat dia menolak untuk ikut, karena pria itu memiliki ide untuk membawanya langsung ke pesawat.

Dia seharusnya sudah tahu, jika Saga tidak bisa dan mau menerima penolakan.